2. Meet

826 104 13
                                    





Ketika [Name] berhasil selamat dan membuka matanya perlahan-lahan. Hal pertama yang menyambut adalah rasa rasa luar biasa yang menghantam kepala berserta sekujur tubuhnya. Gadis tersebut mengerang, benar-benar sangat menyakitkan hingga ia tak tahu bagaimana cara mendeskripsikan. [Name] bahkan tidak bisa berpikir jernih kecuali meringis dan menitikkan air mata.

Cukup lama gadis tersebut berkutat pada penderitaannya. [Name] akhirnya menjadi lebih tenang sembari mencoba mengatur nafas. Retina legam milik gadis itu bergulir mulai memperhatikan dimana dirinya berada. Bukan rumah sakit, tapi sebuah apartemen mewah. Jika berdasarkan ingatannya, kemungkinan besar saat ini [Name] berada di kediaman pria yang dipanggil Ha-Joon malam itu. Kinerja otak [Name] seolah mati, benar-benar tak tahu harus bagaimana. Dan untuk kini ia tengah disibukkan dengan rasa sakit. Ketika mendengar suara pintu dibuka [Name] menutup matanya rapat-rapat, entah apa gunanya ia hanya mengikuti naluri.

"Belum sadar, huh? Kau benar-benar tidak akan mati kan, Yoo [Name]?" Suara berat dan serak berasal dari seorang pria.

Deru nafasnya tercekat saat mendengar orang itu bahkan menyebut namanya. [Name] bisa merasakan detak jantungnya seolah-olah akan meledak dalam waktu dekat- kala mendapati sentuhan lembut membelai pipinya dengan tangan yang terasa kasar. Dan setelahnya, terdengar kekehan ringan. [Name] dibuat menegang saat kasur bergoyang menandakan orang itu bergerak mendekat. Radar ditubuhnya mendeteksi jarak keduanya kian menghilang, hingga terasa hembusan nafas hangat yang mengenai sisi lehernya. Pria tersebut lantas berbisik pelan. "Menyerah lah, akting mu benar-benar buruk."

[Name] menahan nafas ketika tertangkap basah. Tangannya mengepal dan tubuhnya sedikit gemetar karena sejuta kekhawatiran. Gadis tersebut kemudian membuka mata dengan perasaan campur aduk, iris gelapnya secara otomatis langsung berpusat pada pria yang kini berdiri di samping tempat tidur tengah menatapnya tajam. [Name] terkesiap ketika mendapati Jonggun di sana, kakak tingkat kelas akhir semasa SMA sekaligus perundung-nya. Seseorang yang pernah [Name] benci karena menghancurkan masa remajanya selama setahun penuh, lalu pria itu menghilang tanpa kabar setelah kelulusan. "Park Jonggun, kau kah itu?"

Jonggun mengulas seringai tipis, menganggukkan kepalanya pelan kemudian duduk ditepi ranjang. Pria tersebut meraih helaian rambut [Name] dan mengecupnya lembut. "Benar, ini Park Jonggun. Senang bertemu denganmu kembali. Yoo [Name]."











•••

"Dalam hitungan ke-tiga jika kau tak segera membukakan pintu, aku akan menghancurkannya— satu." Kata Jonggun melalui panggilan telepon, terus menatap daun pintu dengan tatapan tenang melalui kacamata hitamnya, pria tersebut kini tengah berada di depan rumah [Name]. Jika sang pemilik masih enggan membukakan pintu- Jonggun sepertinya benar-benar akan mendobraknya tak lama lagi. Namun dalam hitungan detik kemudian, terdengar suara derap langkah kaki terburu-buru yang kian mendekat membuat Jonggun tak kuasa menahan seringai gelinya, ditambah  saat mendengar [Name] yang tergopoh-gopoh melalui panggilan yang belum terputus.

"Dua."

"Jonggun!"

"Ti-"

"Brengsek kau Park Jonggun, diam di sana!" Teriak [Name] sempet tersandung. Gadis tersebut langsung membukakan pintu dengan nafas tersengal-sengal, menatap Jonggun dengan tatapan kesal. [Name] mengacungkan jarinya kearah pria tersebut. "Kau.." Jedanya, lebih dulu mengatur kesabaran kemudian melayangkan pukulan ringan di lengan kekar Jonggun. Pria tersebut hanya terkekeh geli lalu mendorong lembut bahu [Name] agar menyingkir dari ambang pintu.

"Permisi Tuan Park? Apakah anda memang tidak tahu yang namanya sopan santun?" Kesal gadis itu, mengikuti Jonggun dari belakang yang seenaknya melenggang masuk, mengabaikan protes sang pemilik. Jonggun langsung duduk di sofa sembari menyalakan televisi kemudian menoleh ke arah [Name] yang tampak menggerutu, membuat Jonggun menahan tawa saat melihat bibir manis itu sesekali mengerucut sambil mengumpat kecil. Bermula pada hari itu, hubungan [Name] dan Jonggun berubah dengan peningkatan cukup aneh. [Name] mulai terbiasa dengan kehadiran pria itu dan entah sejak kapan ia menganggapnya sebagai seorang teman.

"Daripada mematung seperti orang bodoh. Alangkah baiknya kau membuatkan ku kopi." Komentar Jonggun berhasil membuyarkan lamunan [Name], gadis itu lantas kembali mendengus. Park Jonggun  menyunggingkan seringai tipis. Menatap [Name] dengan ekspresi paling menyebalkan dan terkekeh ketika berhasil membuat gadis itu melengos kesal tapi tetap berjalan ke dapur untuk membuatnya kopi.

[Name] yang berada di dapur, meletakkan secangkir kopi berserta kue kering di atas nampan. Ia kemudian pergi ke ruang tamu, mengantarkan minuman dan makanan ringan tersebut kepada Jonggun. Gadis itu mengernyit bingung saat menemukan raut wajah tak baik dari Jonggun, mata pria itu masih fokus menatap layar televisi dan belum menyadari keberadaannya. Namun [Name] dibuat tercengang kala tahu Jonggun tengah mengumpat geram dan terlihat sangat kesal saat menonton Kartun Dora the Explorer.

"So fucking idiot!"

"Pftt."




Tbc.

CHAIN | LOOKISM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang