15. Insane

310 47 1
                                    

Televisi tengah menayangkan film bergenre action-comedy dan [Name] dengan santai, menonton ditemani beberapa cemilan yang sengaja diletakkan di atas meja. Setelah hari dimana ia menanyakan cemilan— Park Jonggun lantas membelinya banyak sekali Snack dan lain sebagainya, membuat [Name] sempat terkesiap mendapati banyak kotak kardus hanya berisi jajanan ringan. Sungguh, Jonggun memang pribadi tidak bisa diprediksikan.

Saat ini [Name] tengah sendirian di apartemen tersebut karena Jonggun pergi keluar untuk mengatasi beberapa urusan katanya. Yah, jika dipikir-pikir menjalani kehidupan sebagai pengganguran serba berkecukupan sangatlah indah, [Name] yang awalnya mengeluh karena tidak diperbolehkan kemana-mana, kini mengambil sisi positifnya dan menikmati segala fasilitas tanpa dikenakan biaya apapun dengan nyaman.

Suara bell terdengar, berhasil membuyarkan konsentrasinya pada layar televisi. Gadis tersebut lantas menoleh lalu berdiri, segera mengambil langkah besar menuju pintu, sedikit penasaran siapa yang datang. Jelas sekali itu bukan Park Jonggun, karena pria tersebut tak pernah sekalipun memencet bell, langsung melenggang masuk tanpa permisi. Yah, bagaimana pun juga tempat tersebut memanglah milik Jonggun.

[Name] memeriksa siapa tamu yang datang terlebih dahulu. Ah, ternyata Jungoo si pria berambut pirang lengkap dengan kacamata minusnya, [Name] kemudian membukakan pintu– walaupun sempat teringat peringatan dari Jonggun agar tidak membiarkan siapapun masuk. Tapi, tamunya ada Kim Jungoo yang [Name] tahu adalah rekan Jonggun, jadi tidak apa-apa, kan?

Ah— senang bertemu denganmu, Nona Yoo.” Sapa Jungoo ramah, tampak tak terkejut sama sekali dengan keberadaan [Name] dikediaman Jonggun. Jungoo kemudian menarik kedua sudut bibirnya membuat mata pria itu juga turut tersenyum, tak dapat dipungkiri pria itu juga terbilang cukup tampan.

Karena tinggi keduanya cukup kontras, [Name] mendongak kontan membalas senyuman itu dengan kaku, menggaruk tengkuknya ragu, meskipun [Name] beberapa kali bertukar pesan dengan Jungoo, tetap saja [Name] merasa canggung. “Halo Goo, tapi Jonggun sedang tak ada.”

“Aku tahu, dan aku kemari memang tidak untuk menemuinya. Kalau begitu— permisi [Name] tolong beri aku sedikit jalan.” Jawab pria bermarga Kim itu dengan entengnya, melenggang masuk melewati [Name] begitu saja. Gadis tersebut sedikit terkejut, tak tahu harus merespon seperti apa. [Name] hanya reflek melangkah mundur guna memberi ruang untuk Jungoo lewat, pandangan gadis itu terus mengikuti pergerakan Jungoo yang kini duduk di atas sofa tempat [Name] sebelumnya.

“Lalu? Apa kau datang untuk mengambil sesuatu?” Tanya [Name] mencoba santai.

“of course, I came to see you.”

Eh? Ada urusan apa?”

Kim Jungoo menoleh, menggelengkan kepalanya kemudian terkekeh pelan. “Aku hanya ingin menemani mu, dan tentu saja aku ingin lebih dekat denganmu, [Name].” Ujarnya, membuat [Name] kebingungan karena kalimat tersebut entah mengapa terkesan ambigu, hingga gadis tersebut tak tahu harus menjawab apa– membuatnya memilih mengulur waktu.

“Sepertinya kau begitu dekat dengan Jonggun.” Lanjut Jungoo karena pernyataan sebelumnya tak kunjung mendapatkan balasan, pria itu terus menatap [Name] yang tengah duduk di sofa lainnya.

“Mungkin, karena kami sudah berteman cukup lama. Kami juga sudah saling mengenal sejak Sekolah Menengah Atas.” Balas gadis itu seadanya, sembari meraih bungkusan Snack yang sudah terbuka, sesekali menatap Jungoo yang tidak pernah melepaskan pandangannya darinya. Diam-diam membuat [Name] merasa gugup. “Ngomong-ngomong, apakah Jonggun tahu jika kau akan datang kemari?”

“Tidak.”

“... Huh?”

Pria bersurai pirang itu terkekeh, sempat memperbaiki letak kacamatanya kemudian menyisir rambutnya kebelakang mengunakan jemarinya. “Dia adalah pria yang pelit.”

Perkataan Jungoo benar-benar membuat [Name] harus berpikir lebih. Membuatnya kini spontan hanya mengernyitkan keningnya berusaha memahami konteks dari ucapan pria itu. Diamnya [Name] justru mengundang tawa pelan dari Jungoo. Pria tersebut kemudian mengeluarkan kartu dari dalam sakunya, menunjukkannya pada [Name]. “Pernah bermain ini?”

[Name] lantas memperhatikan kartu tersebut sejenak kemudian menggelengkan pelan, seumur hidup ia memang belum pernah memainkan permainan kecil semacam itu karena kehidupannya begitu sibuk dengan banyak permasalahan dan pekerjaan yang ia lalui. Menyedihkan.

Di sisi Lagi-lagi Jungoo kembali menyunggingkan senyuman kecil memperhatikan gerak-gerik gadis tersebut, Kim Jungoo kemudian meletakkan kartu itu di atas meja lalu berkata. “Aku akan mengajari mu hingga kau benar-benar mengerti, tapi setelah itu kita akan bermain serius. Yah, hanya aturan monoton pihak kalah harus mengabulkan apapun keinginan pihak yang menang, setuju?”

Penuturan pria itu membuat [Nam] kembali menggeleng sembari terkekeh. Walaupun banyak orang yang menganggapnya masih sebagai bocah ingusan. Nyatanya, [Name] sudah mengalami rentetan kejadian tak menyenangkan membuatnya secara tak sadar menjadi pribadi yang penuh perhitungan, selalu mempertimbangkan keuntungan dan resiko yang akan diperoleh. “Tidak, aku tidak mau mengambil resiko, lagipula sebaik apapun kau mengajariku hari ini— aku akan sangat kesulitan melawan mu yang sudah berpengalaman. Sejak awal posisi ku sudah merugikan, Kim Jungoo.”

Jungoo terlihat berpikir kemudian tertawa pelan. “Sangat teliti ya, ngomong-ngomong permainan ini bergantung pada keberuntungan, sebanyak apapun pengalaman mu jika sial kau tak akan menang. Ayolah, aku berjanji tidak akan menyulitkan mu.” Jelasnya santai, pria itu kemudian sedikit mendongak mengamati keadaan rumah sang rekan, tatapan Jungoo berubah dalam waktu singkat—tampak menahan ekspresi geli nya, pria tersebut lalu tergelak membuat [Name] sontak mengernyit heran.

“Ada apa, Goo?”

“Kau benar-benar mempunyai penggemar berat ya. Ah, orang itu— ku kira dia hanya gila ternyata dia mesum juga.” Ujar Jungoo sembari menyeka sudut matanya yang sedikit berair lantaran tertawa, jelas membuat [Name] semakin kebingungan.

“Maksud mu?”

Bibir Jungoo tersungging aneh kemudian mencondongkan tubuhnya kedepan. Pria itu lantas menatap [Name] dalam-dalam membuat sang empu secara spontan memberikan perhatian lebih pada pribadi berambut pirang tersebut. “Itu—”

Ucapan Jungoo berhenti ketika terdengar seseorang tengah membuka pintu— pintu terbuka lebar, menampilkan kehadiran Jonggun lengkap dengan raut wajah tak menyenangkan. Anehnya justru membuat seringai Jungoo kian lebar. Pria tersebut kemudian menyilangkan kakinya terus menatap Jonggun meremehkan, terlihat secara terbuka memang mencari masalah. “Hoo, penggemar mu sudah datang. [Name], aku mengajakmu bermain lain kali.” Katanya sembari bangkit dari duduknya, melewati Jonggun begitu saja.

Kala itu Park Jonggun tak mengucapkan sepatah katapun. Namun melalui tatapannya, pria itu jelas tengah mengeluarkan aura dominasi beserta hasrat membunuhnya. Akan tetapi Kim Jungoo tak dibuat goyah, menyunggingkan senyum khasnya terus berjalan menuju pintu, sebelum pintu benar-benar tertutup Jungoo sempat berbicara pelan. “Aku tunggu.” Ucap pria bersurai pirang tersebut, menerima ajakan berkelahi dari Jonggun walaupun pria itu tidak mengatakannya secara langsung.

Sesaat kemudian Jonggun mengubah ekspresi seolah tak terjadi apa-apa, mendekati [Name] yang masih duduk manis di sofa, membuat gadis itu reflek mendongak menatapnya. Tangan Jonggun terulur menyentuh rambut [Name] lalu menyelipkan satu helaian kebelakang telinga. Wajah bingung dan heran dari gadis tersebut sontak membuat Jonggun terkekeh geli. “Kira-kira berapa tarif yang akan kau bayar selama tinggal nyaman di sini.”

[Name] lalu menepis tangan Jonggun sembari melotot kaget. “Hey! Apa-apaan? Jadi selama ini? Wah, kau jahat sih Gun.”

“Baru tahu?” Goda Jonggun seraya menyeringai kecil. Sesuai perkiraan aksinya membuat [Name] menautkan kedua alisnya dengan bibir sedikit mengerucut, lucu. Jonggun lantas kembali terkekeh, pria tersebut diam-diam melirik ke sudut ruangan, mendapati gemerlip cahaya kecil berwarna merah redup yang tersembunyi diantara etalase. Kamera kecil yang sengaja Jonggun pasang di beberapa titik, membuatnya selalu bisa mengamati aktivitas [Name] meksipun dari kejauhan. Sinting memang— Jonggun tidak mengelak nya.

Tbc.

CHAIN | LOOKISM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang