16. Is this what people say is love?

395 59 2
                                    

[Name] masih tercengang menatap jumlah saldo rekeningnya, dengan nominal yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. [Name] benar-benar kaya mendadak. Kini ia sudah berada di kediamannya, sebab menurut pengakuan Jonggun keadaan telah sepenuhnya aman. Setelah mengantarkan pulang pria itu memberi [Name] ponsel baru— katanya sebagai ganti rugi atas hilangnya ponsel [Name] akibat kejadian kala itu. Gadis tersebut menerimanya dengan senang hati. Yah, orang kaya seperti Jonggun tidak akan mengalami kerugian hanya karena satu ponsel. Lagipula [Name] tidak mempunyai banyak uang untuk membeli ponsel baru sendiri. Tidak menyangka jika di rekeningnya telah diisi sebanyak itu. [Name] buru-buru, mencari kontak Jonggun dan menelponnya, sedikit lebih lama dibandingkan biasanya tapi pada akhirnya panggilan diangkat.

“Jonggun! Uang sebanyak ini bagaimana bisa kau memberikannya padaku cuma-cuma? Kau tidak waras ya?” Cecar [Name] pada Jonggun tanpa basa-basi. Tidak, bukan karena ia tidak menyukainya, hanya saja bukankah ini sungguh sangat berlebihan? Hingga [Name] merasa janggal lantaran sama sekali tak mengerti motif dari pria tersebut.

“Gunakan sesukamu, anggap saja sebagai kompensasi karena secara tidak langsung aku telah membahayakan keselamatanmu hari itu.” Suara rendah Jonggun terdengar seperti biasanya. Ah tidak, deru nafas pria tersebut sedikit lebih berat dibandingkan biasanya. “Lagipula uang ku terlalu banyak, jadi tak perlu merasa tidak enak.”

Kearoganan Jonggun lantas membuat [Name] mendengus kesal. Akan tetapi jika didengar lebih dalam— samar-samar ia mendengar suara rintihan dari seberang. Gadis itu reflek mengernyit bingung, ia mencoba menjauh ponselnya untuk memastikan kemudian mendekatkannya kembali dan benar suara tersebut memang berasal dari tempat Jonggun. “Gun, kau sedang apa sekarang?”

“Hanya membereskan beberapa tikus.” Balas Jonggun dengan nada santainya, perlahan-lahan nafas pria itu terdengar lebih stabil. [Name] juga menangkap suara Jungoo kendati tidak begitu jelas. Walau tidak begitu detail, menelaah situasi dan perkataan Jonggun barusan [Name] berani menyimpulkan jika keduanya baru saja menyelesaikan pertarungan.

“Kau tidak terluka kan?”

“Kau mengkhawatirkan ku, sayang?” Goda Jonggun dengan suara main-main. [Name] spontan melotot terkejut dan kesal dalam satu waktu. Meskipun tak melihat wajah pria itu secara langsung namun [Name] sudah dapat membayangkan bagaimana ekspresi Jonggun saat ini— dengan seringai tipisnya, Park Jonggun membuat ekspresi geli seolah-olah [Name] adalah gadis paling lucu. Entah kenapa hal tersebut berhasil membuat [Name] merasa malu.

“Tidak jadi!” Bentak [Name] sembari memutuskan panggilan secara sepihak lalu menenggelamkan wajahnya di bantal guna merendam sedikit kekesalannya.





Di sisi lain Jonggun menatap layar ponselnya sejenak kemudian terkekeh pelan, menarik atensi Jungoo yang sedang menyandarkan punggungnya pada sofa diantara puluhan tubuh yang tergeletak.

“Kau benar-benar sangat menyukainya ya.” Komentar Jungoo namun diabaikan begitu saja oleh Jonggun, membuat sang empu mendengus jengah. Pria bersurai pirang tersebut kemudian kembali menatap Jonggun sedikit lebih lama, terus memperhatikan Park Jonggun yang kini tengah menyalakan rokoknya sembari memainkan ponsel. Ada satu hal yang belum bisa ia tak mengerti, mengapa rekannya itu mengambil jalan mendapatkan [Name] tidak seperti Park Jonggun biasanya. Setahu Jungoo, pria tersebut adalah salah satu orang yang ia kenal sangat tidak sabaran dan tidak suka bertele-tele, akan tetapi semua itu tidak berlaku ketika menghadapi [Name].

“Gun, untuk mendapatkan gadis itu— mengapa kau tidak melakukannya seperti cara biasa? Itu Jauh lebih cocok dengan dirimu.” Benar, Jonggun dengan keangkuhannya mendapatkan apapun yang diinginkan meksipun harus menghabisi nyawa seseorang. Jonggun mengalihkan pandangannya, menatap Jungoo dengan tatapan tajam. Pria tersebut kemudian menghembuskan nafas— mengeluarkan kepulan asap rokoknya melalui mulut dan hidungnya secara bergantian. Ada jeda sebelum Jonggun menjawab.

“Aku sudah pernah mencoba merengkuh paksa, tapi hal itu membuat cahayanya kian menghilang. Awalnya aku mengira tak masalah dengan itu, ku pikir menjadikannya tak berdaya dihadapan ku sudah cukup, akan tetapi—” Secercah kenangan kembali terkuak, dimana dirinya yang berdiri didepan [Name] yang terduduk di lantai seraya menahan tangis saat sesama SMA. Sosok itu tetap indah, namun mempunyai banyak celah. Jonggun tetap menyukainya tapi tak begitu puas. Ada lubang besar yang membuat Park Jonggun memilih untuk berhenti, mengambil jalan yang bukan seperti dirinya. Semakin lama ia kian tenggelam dalam keserakahannya. Menginginkan [Name] seperti rasanya ingin mati. Apakah itu yang biasa orang-orang sebut sebagai cinta?

“Akan tetapi?” Sambung Jungoo meminta Jonggun melanjutkan perkataannya. Namun pria bermanik putih tersebut tak menggubris hanya melengos, lalu melangkah pergi meninggalkan Kim Jungoo– terus menatap punggung Jonggun yang sudah menghilang di balik tembok dengan tatapan penuh arti. Jungoo mendengus lantas terkekeh.

“Kau tidak puas hanya memiliki tubuhnya kan— kau justru serakah dan ingin memiliki hatinya juga. Park Jonggun, cinta tak pantas untuk orang sepertimu, pada akhirnya kau hanya akan menghancurkan gadis itu, karena begitulah dirimu.” Monolog Jungoo sembari mendongak menatap langit kian meredup, sedikit meringis memegangi pinggangnya. Ah, tulang rusuknya sepertinya patah karena sebelum kedatangan tamu, Jungoo dan Jonggun sempat bertarung.











•••

Yoo [Name] sedikit menengadah guna melihat papan rumah makan tempat ia berkerja tak menyala, pintunya juga tertutup rapat. Apakah sedang hari libur? Gadis itu menghela nafas panjang sesaat sebelum [Name] berniat melangkah pergi, ia menemukan keberadaan rekan kerjanya yang tengah membuang sampah, bernama Yura gadis berketurunan Jepang.

“Yura!” Panggil [Name] reflek membuat sang pemilik nama menoleh kemudian melebarkan matanya. Gadis itu kemudian tersenyum lebar dan mengambil langkah mendekat sama seperti yang [Name] lakukan. Yura langsung menggenggam tangannya. “Rumah makan diliburkan dalam rangka apa? Dan bagaimana kabarmu?”

“[Name]! Kau kemana saja? Daniel mencari mu kemana-mana dan tidak mendapatkan apa-apa, kau membuat kami khawatir karena menghilang tanpa jejak! Dan kau harus tahu, kisaran seminggu yang lalu rumah makan tiba-tiba berhenti beroperasi, menurut kabar yang ku denger dari beberapa orang— keluarga Daniel terjerat hutang besar dan semua aset disita oleh rentenir.” Jelas Yura panjang lebar membuat [Name] terkesiap karena berita mengejutkan yang terlalu mendadak. Yura lalu melanjutkan ucapannya. “Dan sekarang Daniel menghilang entah kemana, kontaknya sudah tidak aktif, bahkan Bibi sudah tidak ada di Rumah Sakit.”

“...Apa?”







Di sepanjang jalan [Name] tak henti-hentinya memikirkan keadaan Daniel saat ini. Pria manis yang berhati lembut tersebut tengah mengalami kesulitan, [Name] dengan tulus ingin tahu bagaimana kabar Daniel sekarang. Ketika hampir sampai di kediamannya, [Name] menemukan mobil familiar yang terparkir di depan rumahnya. Park Jonggun, pria itu datang.

“Gun?”

“Hm?” Sahut Jonggun yang tengah bersandar di kap mobil. Penampilan pria itu terlihat berantakan dengan rambut yang acak-acakan dan pakaian kusutnya, terdapat banyak noda darah kemeja putihnya. Meskipun demikian tatapan pria tetap sama, mendekati [Name] kemudian memeluknya erat— membenamkan wajahnya diantara celuk leher gadis itu. “Aku lelah, tolong kasihani aku dan biarkan aku memelukmu.”

[Name] jelas terkejut pada awalnya, terdiam sejenak sebelum berhasil mencerna apa yang terjadi. Ia kemudian mencoba lebih santai, membalas pelukan Jonggun sembari mengelus rambut legam pria itu, memancing naluri Jonggun untuk lebih mengeratkan pelukannya hingga tak ada sedikitpun ruang yang tersisa.

Tbc.

CHAIN | LOOKISM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang