Kepulangan Sangga membuat Setyo senang sekaligus pening. Tentu saja Setyo senang, karena Sangga akhirnya mau kembali ke rumah setelah permasalahan pewaris perusahaan yang sempat membuatnya kesulitan. Setyo menyesal sekali karena tidak bisa melindungi Sangga dengan maksimal pada saat itu. Namun, ia senang Sangga sekarang tampak baik-baik saja dan bahkan berniat membawakan calon menantunya pulang ke rumah.
Masalahnya adalah Setyo mendengar kabar bahwa calon menantunya, Mora Wijanarko sedang hamil. Sangga yang bersikeras ingin segera melamar Mora membuat Setyo langsung paham jika anak yang dikandung Mora memang cucunya. Setyo sudah bersuka cita ingin segera menemui Adi untuk membicarakan soal pernikahan anak-anak mereka, tetapi ternyata Adi sangat marah pada Sangga yang menghamili putrinya (walau di penghujung hari, Sangga memberi tahu bahwa Mora tidak sedang hamil dan kabar itu hanyalah kabar burung).
Karena beritanya sudah menyebar ke mana-mana dan beberapa rekannya sudah mulai mempertanyakan tanggal baik antara Sangga dan Mora, Setyo jadi kelimpungan. Bagaimana mau menentukan tanggal kalau niat kunjungannya saja ditolak oleh Adi yang marah?
"Bisa-bisanya kamu sampai bikin Pak Adi ngamuk gitu," ujar Setyo setengah menggerutu sambil geleng-geleng, menatap Sangga yang tampak anteng di kursi meja makan keluarga mereka.
Sudah tiga tahun ia tidak melihat sosok Sangga duduk di posisi biasanya. Melihat anak itu berada di posisinya membuat Setyo merasa senang. Putranya yang pendiam itu kelihatan lebih bahagia meski hari ini mereka dalam masalah. Makan malam yang harusnya dilaksanakan hari ini bersama dengan keluarga Wijanarko ditolak mentah-mentah oleh Adi karena masih belum mengizinkan Sangga bertemu dengan Mora.
"Lagian, kamu loh, Nak! Apa nggak bisa ditahan dulu sampai menikah? Kabar kalau Mora lagi hamil udah sampai di telinga teman-teman Mama," sambung ibunya, Arindi Lukman yang menatap Sangga dengan wajah khawatir.
Aksa yang hanya diam saja sejak tadi melirik kedua orang tuanya dan Sangga. Lelaki itu menyuapkan makanannya dengan tenang. Ia masih agak kesal pada Sangga yang memilih meninggalkan rumah dan perusahaan, tetapi ia lega juga melihat Sangga kembali. Hanya saja, ia juga ikut-ikutan jengkel dengan Sangga yang bukannya pulang membawa kabar baik, malah membuat satu keluarga sakit kepala. Ya, sebenarnya, Sangga mau menikah juga merupakan kabar baik, tapi kenapa harus ada kejadian seperti ini?
"Nggak apa-apa, nanti Sangga coba temui Pak Adi lagi. Sangga nggak mau bikin Mora cemas kalau diam aja waktu ditolak Pak Adi," kata Sangga datar.
Kakaknya masih sama seperti dulu. Caranya bicara masih kedengaran tenang dan datar. Wajahnya juga selalu tampak dingin. Hanya saja, Aksa pikir mata Sangga kelihatan lebih hidup. Sangga bisa melihat kilatan khawatir dan gugup di manik abunya yang tajam. Sepertinya, Sangga jatuh cinta habis-habisan dengan anaknya Pak Adi. Ia akan menggoda Sangga saat mereka berdua saja nanti.
"Ya, harus begitu. Orang kamunya udah nidurin anak orang. Ya masa, nggak tanggung jawab?" gerutu ibunya.
Sangga sedikit memerah, tapi berusaha keras tetap tenang. Aksa tersedak makanannya saat melihat raut wajah Sangga yang lebih mirip tikus terjepit itu. Ternyata, cinta bisa membuat Sangga Pradipa Lukman yang tidak tertarik pada apa pun itu jadi pemalu.
"Pelan-pelan makannya, Aksa!" Omelan ibu mereka yang tadinya hanya tertuju pada Sangga, kini ikut-ikutan menyasar ke Aksa.
Lelaki itu berdeham, melirik Sangga yang sudah menatapnya jengkel sambil menahan tawa.
"Iya, Bu."
Setyo hanya mengulum senyum melihat kedua anaknya. Yang satu tampak cemas dan merana karena jatuh cinta, yang lain menertawai yang sedang jatuh cinta. Sambil geleng-geleng, Setyo melanjutkan makan malamnya. Tidak banyak pembicaraan penting yang terjadi di meja makan. Setyo dan Arindi banyak menanyakan soal kehidupan Sangga di desa, walau mereka juga sudah sering dengar lewat telepon. Namun, mendengar langsung dari Sangga sambil bertatap muka membuat keduanya lebih puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romancing The Rancher
ChickLitSangga tahu kalau jatuh cinta pada Mora akan membuatnya menjadi bukan dirinya. Akan tetapi, mana sanggup Sangga mengendalikan hatinya yang entah sejak kapan selalu tertuju pada Mora?