Bab 27

207 29 3
                                    

AMBAR


Waktu berjalan cepat, namun di satu sisi juga terasa lambat dalam persepsi Ambar. Setelah pertemuannya yang pertama dengan keluarga Diraja minggu lalu, Ibu Larasati dan Mbak Rengganis makin getol menghubunginya sekaligus menanyakan kapan mereka bisa berkunjung ke rumah Ambar.

Ayah pun sempat mengulik kembali tentang rencana Diraja yang akan membawa keluarganya datang ke rumah. Dua hal tersebut akhirnya membuat Ambar dan Diraja kompak mengatur waktu untuk bertemu.

Keluarga besar Diraja Sudibyo menemui keluarga Ambar kemarin malam. Suasana awalnya begitu kikuk, terlebih rumah Ambar yang kecil untuk menampung keluarga Diraja yang datang, serta keluarga Mbak Amira yang juga hadir.

Tapi tentu saja Tante Larasati dan Om Amir tidak meributkan masalah tersebut. Mereka bersemangat berbicara dengan Ibu, Bapak dan Mbak Amira malam itu. Dengan lantang mereka menyatakan keinginan mereka untuk menjadikan Ambar sebagai menantunya.

Ayah dan Ibu akhirnya luluh dan menyambut baik niat keluarga Diraja, merestui hubungan mereka berdua, serta menyerahkan semuanya kembali kepada Ambar dan Diraja.

"Karena kami sudah menyampaikan niat baik ini, kami juga mengusulkan agar pernikahan dilaksanakan secepatnya agar tidak terlalu mengganggu waktu studi Ambar," Tante Larasati membuka pembicaraan mengenai tanggal pernikahan mereka.

"Memang lebih cepat lebih baik, Jeng Laras–" Tante Angela ikut urun suara.

"Namun dengan demikian budget akan bisa membengkak demi mengejar waktu," ujarnya seraya mengelus lengan Ambar yang tenang duduk di sampingnya.

"Oh, tidak masalah Jeng Angela, Jeng Laksmi. Untuk masalah ini serahkan saja kepada Diraja dan keluarga kami," jawab Tante Larasati dengan riang sambil menepuk bahu Diraja yang juga duduk di samping ibunya.

Diraja lebih banyak diam dan membiarkan orang tuanya yang memegang kendali diskusi dalam pertemuan keluarga ini. Pria itu lebih banyak setuju dan mengangguk ketika orangtuanya menanyakan pendapat tentang suatu hal kepadanya.

Begitu pun dengan Ambar. Rasanya dia hanya menjadi pemeran figuran dalam pertemuan keluarga. Tugasnya hanya mengangguk, dan tersenyum mendengar usulan orang tua yang mulai sibuk mempersiapkan mengenai acara pertunangan dan pernikahan mereka kelak.

"Baiklah, sepertinya pembicaraan awal sudah selesai, selanjutnya tinggal diatur saja untuk acara pertunangan yang akan diadakan akhir bulan ini," ujar Om Amir ketika pembicaraan para perempuan sudah mulai mereda.

"Secepat itu?" Ibu bertanya sedikit khawatir.

Dia menatap Ambar dan Diraja bolak-balik, memastikan ucapan calon besannya itu benar adanya.

"Iya, Bu Laksmi... seperti yang ibu saya katakan, supaya Ambar bisa cepat-cepat kembali fokus pada studi kuliahnya, dan kami juga fokus pada proses merger dan akuisisi." Kali ini Diraja ikut membantu untuk menjelaskan urgensi kenapa semua diadakan serba cepat.

"Tenang saja, Bu. Saya dan Mas Diraja sudah setuju untuk mempercepat semua prosesnya." Ambar mengangguk kepada ibunya.

Meyakinkan kalau dirinya tak keberatan dengan persiapan yang serba cepat ini.

Ibu saling berpandangan dengan bapak. Berkomunikasi hanya melalui pandangan mata mereka, sebelum akhirnya ibu dan ayah menyetujuinya.

"Pastikan kalian baik-baik saja selama masa persiapan ini, jangan sampai jatuh sakit." Hanya itu yang bapak sampaikan sebelum akhirnya suasana ruangan ini menjadi lebih mencair.

Ibu, Tante Angela dan Tante Larasati terlihat menjadi lebih akrab setelahnya. Lalu, acara sederhana malam lalu di rumahnya berakhir dengan komitmen yang semakin lama semakin terasa nyata bagi Ambar.

Obsesi Sang PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang