27. [Nyomot pisang goreng]

186 41 62
                                    

Haloo....
Author up lagi...

Guys, author bingung. Rasanya dag-dig-dug karena lagi usaha namatin ini cerita. Hehehe

Apalagi, author ada niatan buat cerita baru guys..

"Mbak," panggil Yura sambil membuntuti Naira, yang pergi keluar dengan keadaan emosi akibat kata-kata Amel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mbak," panggil Yura sambil membuntuti Naira, yang pergi keluar dengan keadaan emosi akibat kata-kata Amel.

"Si Amel ga pernah diajarin adab sama emaknya, ya? Ga punya sopan santun sama orang yang lebih tua!" Naira duduk di kursi teras sambil bersedekap dada. Ia mencoba menetralkan emosinya.

"Mbak Ira 'kan tau sendiri Amel kayak gimana. Jangan diladeni aja! Nanti nambah emosi."

Naira membuang nafas kasar. "Tau aja, sih. Apalagi si Amel didikan pelakor!" Naira terkekeh setelah mengucapkan kata-kata barusan.

Naira yang sudah tidak ingin memperpanjang konflik, akhirnya reda dari rasa emosi.

"Oh iya. Nanti, jam 8 ada yang mau dateng ngumpul-ngumpul di teras," kata Naira dengan tiba-tiba.

"Siapa? Malem-malem mau ngapain?" Yura menunjukkan raut penasaran.

"My lover," ujar Naira sambil menaik turunkan alisnya. Tak lupa ia tersenyum pamer kepada Yura.

"Eakk.. My lover gak tuh!" Yura terkikik. Ia tau, siapa yang dimaksud my lover oleh Naira. Siapa lagi jika bukan Bang Joko anaknya Pak Jamal.

"Sama si Satria juga, loh, Yur!" sambung Naira. "Kiw.. kiw.. nyamperin gebetannya, nih!" Goda Naira kepada Yura. Tak lupa, ia menjawil dagu Yura dengan tangannya.

Naira pergi masuk setelah berhasil membuat Yura bergidik ngeri karena perilakunya.

Kenapa sepupunya yang galak ini tiba-tiba berubah seperti ini? Jangan-jangan, lagi kemasukan roh buaya. "Ih, ngeri!" kata Yura yang langsung menyusul masuk kedalam.

 "Ih, ngeri!" kata Yura yang langsung menyusul masuk kedalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yura, sini dong!" panggil Naira dari dapur.

"Iya," sahut Yura. Ia berjalan ke belakang menghampiri Naira. "Apa?" tanya Yura setelah duduk di sebelahnya.

"Bantuin!" Naira menunjuk ke arah adonan yang akan dijadikan gorengan.

"Ihh, kukira apa. Ternyata malah ini," ujar Yura dengan manyun. Tetapi tetap membantu kakak sepupunya itu. Ia mengambil pisang dan memasukkannya kedalam adonan. Setelah itu, Naira lah yang menggorengnya.

"Buat apa'an coba? Masak gorengan malam-malam gini?" Yura merasa heran.

"Kan nanti ada tamu. Masa cuma dikasih minum doang," jawab Naira.

Yura nyengir kuda. Ia tak berpikir sampai kesana.

"Heh! heh! heh!" Naira tiba-tiba berseru memberi peringatan.

Ternyata, Amel diam-diam ingin mengambil pisang goreng yang sudah matang yang diletakkan di atas meja oleh Naira.

"Itu tangannya mau ngapain, ya? Kok mau nyomot-nyomot punya orang, sih?" Sindir Naira.

"Bacot!" Amel tak memperdulikan dan segera mencomot satu gorengan. "Aduh, panas!" Amel reflek meniup-niup tangannya.

"Hahaha. Tau panas tapi main nyomot!" kata Naira sambil mentertawakan kebodohan Amel.

"Doyan, Mel? Gue kira enggak," Yura ikut meledek. Lagipula jika ia ingin makan kenapa tidak bilang saja? Kenapa harus mencomot diam-diam? Mirip seperti maling bukan?

"Hih!" kesal Amel. Ia pergi meninggalkan Yura dan Naira. Tetapi, ia justru membawa pisang goreng tersebut dengan wadahnya.

"EH, BOCAH!!" teriak Naira sambil menunjuk Amel dengan alat penggoreng.

Yura meletakkan wadah berisi adonan yang sedang ia pegang, dan menghampiri Amel yang masuk ke dalam kamar.

"Mel!"

"Ck, Cuma perkara pisang goreng aja sampek segitunya. Lagian ini juga pasti bakal dimakan. Gapapa dong kalo gue ambil," ujar Amel dengan mengotot.

"Bukan gitu. Ini tuh buat tamu! Kalo mau ambil dibelakang aja!" jelas Yura agar Amel mengerti.

"Tamu? Siapa?"

"Kepo! Dah lah, gue mau ngelanjutin bantuin Mbak Ira!" Yura memilih tak memberi tahu Amel. Untungnya, Amel tidak peduli dengan siapapun tamu itu. Yang penting tidak menggangu waktu rebahannya di kamar.

"Assalamu'alaikum, Sayang! Calon bojomu datang!" teriakan salam yang cempreng itu berasal dari pintu depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Assalamu'alaikum, Sayang! Calon bojomu datang!" teriakan salam yang cempreng itu berasal dari pintu depan. Siapa lagi pelakunya jika bukan -- Joko Jamaluddin.

"Wa'alaikum salam, duduk aja di teras!" Jawab Naira kepada joko. Ia sedang membawa nampan berisi teh ke teras depan. "Anaknya Mpok Markonah dateng juga ternyata," ledek Naira.

"Jelas!" Jawab Satria sebagai orang yang dimaksud. "Bude Tri kemana, Nai?" tanya Satria yang tiba-tiba menanyakan.

"Ngapain nanya-nanya mertua gue?" sahut Joko dengan lirikan menyelidik.

"Apa'an, sih?! Orang Bude Tri tetangga gue! Salah? Kalo gue nanya-nanya?"

"Yang bilang Bude Tri bukan tetanggamu siapa, Sat?" Joko kesal sendiri dan ingin sekali menyikut temannya itu. Tetapi tidak jadi karena teringat hutangnya kepada Satria yang menumpuk.

"Halah! bilang aja mau cariin Yura. Iya, kan? Ngaku aja, lo!" desak Joko.

"Ehehehe. Emang iya," kata Satria yang mengaku sambil cengengesan.

"Ngapain, nih? pada gosipin gue, ya?" sahut Yura secara tiba-tiba.

Mendengar suara tersebut, mereka bertiga tersentak kaget. Ketika melihat Yura yang bersender di pintu. Rupanya, ia sudah mendengar perbincangan itu dari tadi.





Pencet bintangnya yah say‼️

Naksir Tetangga Bude [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang