28. [Belajar dewasa dari mereka]

216 44 92
                                    

Satria, Joko dan Naira hanya bisa nyengir kuda begitu melihat Yura sedang bersandar di pintu. Sepertinya mereka bertiga telah ketahuan menggosip.

"Kalian, tuh! Kenapa harus gue yang digosipin!" Yura mengerucutkan bibirnya.

"Hehehehe," cengir mereka tanpa dosa.

"Sini duduk! ngumpul bareng kita!" ajak Naira kepada Yura yang masih berdiri bersandar pada pintu.

Yura menurut dan ikut bergabung.
Ia duduk disamping Naira sambil mendengarkan perbincangan mereka.

"Kalian tau gak, sih! Sebenarnya pinggang gue tuh lagi encok-encoknya karena keseringan kerja ngangkut-ngangkut. Apalagi, gak ada yang bisa mijitin," ujar Joko sambil mengeluh. Ia memegang pinggangnya yang sedang encok itu. "Kalo ayang udah nikah sama aku. Nanti sering-sering pijitin aku, ya!" lanjutnya.

"Ish, Kalo ke ayangnya manja terus kerjaannya. Kalo sama gue kenapa kelakuannya kayak setan? Dasar anaknya Jamal!" Satria sangat muak, ketika melihat sikap Joko tiba-tiba berubah menjadi bayi saat sedang bersama Naira. Padahal, Joko adalah teman Satria yang dari dulu sikapnya seperti orang stress.

"Hilih! Lu lagi iri 'kan? Apalagi jomblonya udah setahun. Lihat gue sama si ayang, nih. Lima tahun, Sat! LIMA TAHUN!" pamer Joko sambil mendekatkan satu tangannya di muka Satria, ia memegarkan tangannya, menunjukkan kelima jari tangannya sambil mengatakan hal itu.

"Kapan nikahnya, nih?" sahut Yura sambil bertanya kepada Joko.

"Ehehehe. Nikah ngumpulin duit, Yur! Gue aja lagi usaha kerja keras!" jawab Joko agar Yura tak menanyakan hal itu lagi.

Sebenarnya bukan Joko yang tak mau segera melamar Naira. hanya saja, ia belum mampu. Tetapi Bude Tri dan Naira serta warga-warga di sekitar sudah menanyakan hal itu. Dan kini, giliran Yura yang bertanya.

Bagaimanapun juga, Naira adalah sepupunya. Ia juga harus tau tentang hubungannya dengan Joko.

Karena, hubungan antara Naira dan Joko sudah cukup lama. Dan umur mereka sudah cocok untuk menikah. Tak heran jika banyak orang sudah bertanya-tanya mengenai hal itu. Joko sudah menginjak usia 23 tahun. Sedangkan Naira, ia berusia sama seperti Satria. Yaitu berusia 20 tahun.

"Cari duit emang secapek itu, jok! Gue aja lelah banget. Setiap hari ngurusin kambing," kata Satria.

"Dari kecil kerjaan lo itu mulu, Sat. Sabar ya, Sat. Hidup kita emang sepahit itu," ujar Joko sambil meratapi nasib.

"Enakan juga jadi cewek. Iya gak, jok?" sambung Satria.

"Ngawur! Aku kalo dirumah juga pegel ngurusin pekerjaan rumah tau. Apalagi ibu kerja jualan di pasar sampek sore. Ditambah dititipin 2 tuyul sama Om Wisnu," sahut Naira menanggapi ucapan Satria. Sedangkan tuyul yang dimaksud oleh Naira adalah Yura dan Amel.

"Ih, Mbak Ira! Kok gue disebut tuyul?!" Yura tidak terima.

"Hehehe, soalnya 'kan gue galak kayak Kak Ros. Nah, kalian berdua ngeselin kayak Upin-ipin," jelas Naira.

"Hahahahahahaha."

Yura, Satria dan Joko tertawa ngakak mendengar ucapan Naira. Bisa-bisanya ia menyamakan dirinya dengan Kak Ros.

Dibalik tawa itu, Yura merasakan ada kesedihan dihatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dibalik tawa itu, Yura merasakan ada kesedihan dihatinya. Bukan karena cinta, melainkan karena memikirkan kehidupannya.

Menjadi yang terkecil diantara mereka bertiga ternyata rasanya tidak enak juga. Mereka bertiga sudah berusia dewasa. Sedangkan Yura masih 17 tahun, dan masih sekolah.

Ketika mereka bertiga membahas lelahnya bekerja mencari uang dan memikirkan mencari pasangan hidup. Yura hanya bisa diam mendengarkan. Ia hanyalah gadis kota yang dari dulu selalu bergantung kepada Papanya.

Dari Joko, Yura belajar. Betapa susahnya mencapai sesuatu yang ia mau. Ia harus bekerja keras lebih dulu.

Dari Satria, ia belajar. Betapa beratnya selalu bekerja, dan membantu ekonomi keluarga. Dari kecil Satria ditinggal ayahnya bekerja di kota, sebagai supir pribadinya dari kecil. Tetapi, Satria tidak keberatan jika harus mengurus kambing sebagai sumber cuan.

Berbeda sekali dengan mereka bertiga yang pemikirannya sudah dewasa dari kecil. Yura bisa dikatakan sangat jauh dari mereka. Dari segi manapun, mereka adalah orang-orang yang hebat. tidak seperti dirinya yang sedari dulu selalu bergantung kepada Papanya.

Namun, sekarang ia sadar. Betapa sulitnya hidup di desa. Ia mengerti maksud ayahnya memindahkan ia ke sini. Ia harus belajar mandiri dan dewasa.

"Yura?" panggil Satria yang melihat Yura terdiam melamun.

Naira menyenggolnya agar tersadar. Dan benar saja, Yura langsung tersadar dari lamunan.

"Yura tuh suka banget ngelamun, loh. Ga sadar-sadar kalo nggak disenggol dulu," kata Naira.

"Jangan suka ngelamun, Yur!" peringat Satria.

"Hehehe. Iya," jawabnya sambil nyengir.

"Ngelamunin apa'an, sih? Lagi bayangin anaknya Markonah, ya?" kata Joko yang tiba-tiba meledek.

"Eh, enggak!" Yura reflek kaget karena ledekan Joko.

Tetapi jawaban Yura justru tidak dipercaya. Naira dan Joko masih melirik Yura dengan menyelidik sambil tersenyum jahil kearahnya.









Teng teng...

Bab ngakak menanti diselanjutnya.

Trimakasih semua, aku ga nyangka ternyata jika aku up ada orang yang setia.

Naksir Tetangga Bude [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang