22. [Harus mirip Zhao Lusi]

261 42 27
                                    

Hai hai..
Author kembali..
Author kelamaan ya? Gak up nya🥺
Maaf ya. Mulai sekarang author semangat lagi, nih.

MANA VOTENYA KAWAN?
KOMEN JUGAAAAA

***


"Adohhh!"

Teriak Satria ketika Yura mencubitnya dengan keras. Padahal ia memperlakukan Yura dengan lembut. Kenapa dibalas begini, sih.

"Sakit oy!" Ringis Satria sambil mengusap-usap lengannya. Sedangkan si pelaku hanya cengengesan tanpa rasa bersalah.

"Bang Sat. Nanti kesini lagi ya! Anterin gue kerja kelompok ke rumah temen!" Ujar Yura sebelum keluar dari mobil.

"Hah? Apa tadi yang lu bilang?"

"Anterin gue kerja kelompok! Kurang jelas gue ngomongnya? Perasaan deket gini."

"Maksud gue, tuh. Lo ngatain gue Bang Sat?"

"Ya elah. Kan Abang namanya Satria. Ga salah donk, kalo Yura manggil gitu. Waktu pertama kenalan udah bilang gitu juga 'kan? masa lupa."

"Gak! Lo pasti sengaja manggil gue gitu. Iya 'kan?" Satria tetap mendesak Yura. Padahal sebenarnya ia sudah tau, jika itu memang panggilan untuknya.

"HEH! enggak ya. Ngawur!" Yura terkejut oleh tuduhan Satria. Bisa-bisanya ia dituduh sengaja. Salah siapa namanya seperti itu. Salah emaknya bukan, sih?

"Gak mungkin. Past--"

"Banteng." Potong Yura seketika. Ia segera keluar daripada harus meladeni Satria terus-terusan.

"Hah? Banteng apa'an? Banteng PDI? Prajurit nya Buk Megawati?" Kata Satria dengan candaan konyolnya.

"Heh! Ngawur! Bukan, lah."

"Terus apa'an, dong?"

"Banteng. Bang ganteng maksudnya. Ahayy..." Yura terkikik sebelum pergi masuk ke rumah. Dan akhirnya ia meninggalkan Satria yang masih membeku di tempat.

"Bisa aja ni bocah." Ujar Satria pelan, sambil tersenyum tipis. Lalu ia pun keluar dari mobil Yura, dan berjalan pulang.

"MBAK IRAA!" teriak Yura yang melihat Naira dibelakang rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"MBAK IRAA!" teriak Yura yang melihat Naira dibelakang rumah.

"APA?" Naira berjalan mendekat sambil menenteng ember yang masih  kosong.

Awalnya Naira ingin mengambil air di kali, karena air sumur sudah dalam. Tetapi, sepupu kecilnya itu memanggilnya. Alhasil ia harus menghampirinya. Kalau tidak, dia akan berteriak-teriak seperti bocah balita yang ditinggal dijalanan.

Yura menyodorkan kertas putih yang ia dapatkan dari sekolah tadi kepada Naira. Yura harap Naira tidak akan mengomelinya setelah ini. "Nih, dari sekolah."

Naira membuka surat itu. Ia nampak tak percaya dengan kelakuan sepupunya itu. Padahal baru beberapa minggu masuk sekolah. Eh, udah kena masalah.

"Surat panggilan wali murid? Lo usil lagi?" Naira menatap Yura dengan raut heran.

Naksir Tetangga Bude [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang