22. 🌿 Putusan Hakim Agung

17 13 0
                                    

"Ya lo enak anjing! Belakang doang yang kena, lah gue, sebadan, Fi, sebadan! " Ucapnya tak terima, gelak tawa dari ketiga anggotanya itu pecah mengudara dalam rumah, "hehe ya maap kan gue nggak tau, juga, Ga" Ucapnya sambil memngaruk tengkuknya yang tak gatal dibarengi senyuman kecil dari laki-laki itu.

Arga bocah itu yang dikenal sangat dan arogannya sama seperti Dirga, hari ini bertingkah 180 derajat dari karakter biasanya, bocah itu tantrum tak tau malu atau bahkan sudah lupa jika dirinya sudah layak mempunyai cucu, mungkin, ia berjingkrak kan seperti bocah yang meminta di belikan ice cream oleh ibunya. "Aaang, keringin bajuu gueee"

"Apaan sih ribut-ribut, ganggu orang istirahat aja " Pekik Dirga yang baru saja keluar dari kamarnya, "laah kalian kok basah? Perasaan nggak ada banjir atau pun ujan? " Tanya Dirga terheran dengan keadaan kedua anggotanya itu, Arga segera menunjuk sinis pada.

"Di bilang gue minta maap, tadi nggak sengaja kena siram ibu-ibu yang habis nyuci, trus airnya kayaknya mau buat nyiram tanamannya, tapi malah kena kita yang lagi lewat di gang itu." Jelas Rafi pada semunya yang semakin menambah tawa dari anggota inti.

"Ya itu salah elu!, ngapain lewat gang sempit begitu anjing! " Ketusnya, "Ga pinjemin gue baju lo yaa, nggak enak banget ini, bau sunlight " Pintanya memohon pada sang pemilik rumah.

"Hah, kok sunlight? " Beo Gibran yang kebingungan, "iyaa apaan sih yang buat nyuci itu? "

"Soklin anjir!, sunlight mah buat cuci piring, curut! " Pungkas Fahry yang geram oleh ucapan sang tangan kanan yang rada-rada sengklek.

"Yaudah sih, sama aja, Sama-sama sabun cuci juga, yaa Ga? Pinjemin gue baju, dingin nih! " Mohonnya lalu segera di angguki sang ketua itu namun sebelum ia benar-benar menyentuh pintu, Dirga berucap, "didalem ada mamah! " Ungkapnya.

Arga praktis berhenti sejenak, " hah!, mama?, mamah siapa?" Tanyanya, "ya mamah Dirga lah, siapa lagi! " Saut Sandi.

Tampak bingung wajah Arga mungkin ia berpikir kenapa mamahnya ada di sini ngapain? Pikirnya, tetapi bukan Dirga namanya jika tidak langsung menyaksikannya sendiri, ia masuk kedalam kamar sebelumnya ia sudah mengetuk pintu kamar tersebut namun tidak ada jawaban toh pintunya juga nggak di kunci jadi aman kayaknya.

Selang beberapa menit kemudian di kala anggota inti sedang berkumpul bersama di ruang tv terdengar suara ketukan pintu dari luar rumah, yang dengan segera menyadarkan fokus anggota inti itu.

Sandi melirik jam dinding, "udah jam segini siapa yang namu, tumben? " Celetuknya, dan dengan segera mereka bertuju saling beradu pandang satu sama lain.

"Liat gih, Gib" Suruh Fahry pada Gibran. Tanpa bertanya lagu Gibran segera beranjak dari duduknya dan segera menghampiri pintu utama rumah tersebut. Menit berikutnya terdengar Gibran seperti sedikit ngobrol dengan orang tersebut tetapi samar saja.

"Siapa, Gib! " Triak Sandi yang susah penasaran, namun enggan untuk beranjak dari duduknya.

"Iya Pak makasih yaa" Ucap Gibran pada seseorang itu. Lalu segera menutup pintu dan kembali pada anghotanya, "apaan tuh? " Tanya Fahry yang segra di balas Arga " Kamu nanya? " Yang di sambut kekehan dari Dirga, Rafi dan Gibran yang juga masih berdiri dekat mereka.

Fahry segera menjitak kepala bagian belakang Arga, "Nih bang, surat buat mamah" Ucapnya sembari menyodorkan secarik amplop putih yang masih tersegel rapi di tempatnya.

"Apaan isinya? " Tanya Rafi yang buka suara, "ya nggak tau kok tanya saya" Balasnya menirukan nada bicara bapak jokowi, "ini bang ambil! Pegel tau! " Dirga segera mengambil amplop putih tersebut berusaha menerawang isi dari amplop itu. "Bukan duit kertasnya penuh gitu" Beo Arga yang ikut mengintip isi dari amplop yang ditujukan untuk mamah.

"Sotoy lu, bambang" Beo Dirga seraya menjitak belakang kepala Arga. "Bambang bukannya rt depan ya? " Celetuk Gibran.

"Bodoamat " Saut Sandi dan mereka pun kembali melanjutkan menonton TV yang menayangkan pertandingan sepak bola UFC u-23 Indonesia dengan Korea Republik.

🌼🌼🌼

Tok..tok..tok..

"Mah, Dirga masuk ya? " Tanya pemuda itu dari luar kamar meminta izin pada sang mamah, "iyaa" Saut mamanya.

Dirga pun membuka pintu dan masuk kedalam, "mah" Panggilnya ketika sang mama sedang membereskan isi kopernya, "iyaa kenapa? " Balasnya ramah.

"Ada surat buat mamah, tapi Dirga nggak tau dari siapa, kata Gibran buat mamah" Ungkap nya sambil menyodorkan secarik amplop putih pada sang mamah, hening sejenak lalu wanita itu segera mengambil amplop putih tersebut dari uluran sang putra.

Segera ia buka amplop tersebut dan membaca isi surat tersebut, setelah mengetahui isi mama Dirga terduduk di tepian kasur king size itu, Dirga yang ngeh segera mengambil kertas tersebut dan membacanya, mamanya sudah tertunduk sesak dirasa dadanya, sedikit terisak.

"Bagus, kenapa nggak dari dulu aja sih, si bajingan bikin surat secantik ini" Celetuknya, "udahlah mah nggak usah di tangisin, mamah harus happy, dong karna udah bebas dari jalang dan bajingan itu" Serunya menyemangati sang mama sambil berjongkok dihadapannya.

Mama Dirga menatap wajah sang putra lalu segera ia mendekapnya dalam pelukan hangat itu.

Hari berikutnya dimana ini adalah hari yang begitu di tunggu oleh Dirga dan Milan, mereka senang karna pasangan ini akhirnya berpisah untuk selamanya tanpa ada ikatan apapun, gedung persiidangan guan Johan dan Milan datang dengan sedikit terlambat sementara Dirga dan sang mama juga anggota inti geng Atmos sudah duduk bersiap menunggu sang hakim agung datang.

"Ry, itu bener selingkuhan nya tuan Johan? " Bisik Sandi pada Fahry yang fokus pada ponselnya seperti sedang adu panco dengan jihan disana, 'plak! ' geplakan kecil mendarat di pahanya, "apaan sih! " Balasnya ketus.

"Ituu" Sandi menunjuk Milan dengan mulut yang ia monyongkan, "kok gembrot! " Pekiknya sedikit keras hampir semua orang mendengarnya, hingga Dirga dan sang mamah berusaha keras menahan tawa mereka mendegar cibiran dari mulut ajaib Fahry, tak lain juga dengan Arga dan Rafi.

"Orang hamil anjing! " Balasnya memberi peringatan pada Fahry, "ooh, kirain badannya emang gitu, ya maap, nggak tau gue" Dengan santainya pemuda satu ini berkata dan fokus kembali pada ponselnya tanpa rasa bersalah

Hakim agung pun datang sidang di mulai detik itu juga, selang beberapa jam kemudian setelah tempur pembelaan dari kedua pasangan ini, akhirnya putusan hakim pun menetapkan bahwa mereka resmi bercerai dan hak asuh Dirga jatuh pada tangan sang mamah.

Sorak gembira dari semua orang terutama geng Atmos yang berteriak tanpa sadar jika merka masih dalam ruang sidang, sementara Dirga memeluk mamahnya dengan sangat erat wanita yang tingginya hanya 150 itu didekapnya erat, dengan sesekali ia mengecup pucuk kepala sang mamah.

"Terimakasih sayang" Ucap mamah Dirga.

She Is Mine Not Yours [ DIRGA KALINGGA ] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang