Hari terakhir ujian sekolah sekaligus himbauan kepada siswa untuk tidak mengadakan konvoi motor atau coret-coret seragam. "Demikian informasi dari kepsek untuk kalian kelas 12 gen 24 ini, sekian dari saya terimakasih"
"Hadeuh bacot banget sih tuh si tua botak, ngomong gitu doang aja lama" Gurutu Fahry pada guru kesiswaan itu setelah akhirnya selesai apel di hari terakhir ujian tersebut.
"Tenang aja pak kita nggak akan konvoi siang ini kok, iya nggak ges" Ucap Sandi serakah berjalan menuju parkiran sekolah."Hari ini nggak ada konvoi" Pungkas Dirga membuat anggotanya segera diam, "kenapa?" Tanya Gibran, "nggak seru dong klo nggak konvoi ntar malem, Ga" pinta Sandi lagi.
"Gue mau jagain mamah"
"Ah elah gitu doang, bentar doang bisa kali, Ga" Ajak Fahry padanya, "sorry gue juga nggak bisa itu" Ungkap Arga yang juga membuat anggotanya terkejut ada apa dengan dua orang ini, pikir mereka.
"Yaah nggak seru dong, nggak ada ketua sama panglimanya" Rengek Gibran.
"kenapa sih kalian mau kemana, emang?" Tanya Rafi yang juga terlanjur ikut penasaran dengan putusan kedua orang yang sangat berpengaruh di dalam gengnya ini. "Kan gue udah bilang, gue mau jagain mamah di rumah, kurang jelas?"
"Lo sendiri Ga?" Tanya Sandi pada Arga. "Emm gue... Gue mau nganter bunda sama cia ke Bandung, ada acara disana katanya" Jelasnya dengan sedikit gugup dengan ungkapan tersebut yang nyatanya itu semua adalah bohong yang di buatnya.
"Kok mendadak banget?"
"Kok lu nggak ngasih tau kita-kita Ga?" Cecar Fahry pada Arga yang sepertinya sudah kehabisan kata-kata.
"Yaa sorry gue aja dapet kabarnya tadi pagi, ya mana sempet gue ngadu ke kalian" Jawabnya berusaha bersikap santai.
"Oohh yaudah ati-ati klo gitu, lo"
Arga mengangguk dengan senyuman yang sedikit mengembang dari bibirnya sebelum ia mengenakan helm fullface nya itu, "duluan ges!" Arga pergi dengan lambaian tangan dan di balas oleh anggota Atmos itu dengan berbagai balasan, sedangkan Arga sendiri setelah menutup kaca helmnya ia menitikkan air mata yang sudah ia bendung sendiri tadi, ia sedih karna mungkin setelah ini ia tak akan prnah kembali pada meraka lagi atau bertukar candaan lagi.
Sementara Geng Atmos masih dengan setia membujuk sang ketua geng untuk ikut konvoi nanti malam bersama meraka, "aahh~ ayolah~ abang~ ikut yaa, nggak seru kalo nggak ada kalian, bang Arga udah pergi sekarang tinggal lu, lu jangan tinggalin gue~" Rengekan Gibran yang tak di pedulikan okeh Dirga anak itu berglendotan dilengan Dirga seperi monyet sawah.
"Apaan sih, kan gue udah bilang, harus gue ulang berapa kali lagi biar kuping lu bolong, Gib"
"Aaang~ ayolah ikut~"
Sedangkan ketiga pemuda di sekitar merka hanya bisa melihat rengekkan yang di buat oleh Gibran yang setia berglendotan dilengan Dirga seperti anak monyat, "udah anjing gue malu dengan tingkah lu, monyet" Pekik Fahry yang segra menarik kerah belakang baju Gibran seperti menenteng anak kucing.
Saat itu juga Dirga segera menaiki motornya di ikuti oelh yang lain, "habis ini lo langsung balik ga?" Tanya Fahry pada Dirga yang sudah siap riding.
"Iya"
"Klo ada apa-apa langsung telpon gue ya, jangan bertindak sendiri"
Dirga mengangguk setelah mendengar penuturan Fahry yang juga di setujui oleh Rafi dan Sandi sedang kan Gibran anak itu pundung di atas motornya tak mau menyapa Dirga, "duluan ya Ry, Fi, San, Nitip si bontot jagain jangan sampai tantrum lagi ntar repot sendiri" Ucapnya lagi sebelum benar-benar pergi meninggalkan mereka.
'Tin!' sapanya pada Gibran yang sudah ngambek duluan, kekehan telintas dari bik helm fullface itu. Juga Fahry, Sandi dan Rafi yang minat bungsu meraka ngambek karatek dituruti permintaannya.
"Udah gih, balik Jihan udah nungguin tuh Digerbang" Ujar Fahry pada Gibran.
"Pulang sama lu lah, kan lu pacarnya"
"Lah kan lu yang satu rumah, kenapa nggak sekalian aja"
Gibran mendengkus kasar menerima pernyataan yang lebih fakta oleh Fahry albasih itu membuat ia semakin ngambek dan dengan terpaksa ia mulai menyusun atribut riding nya di ikuti oleh ketiga anggota Atmos itu di barengin dengan tawa kecil dari ketiganya.
Dan mereka pun akhirnya keluar dari bessment sekolah dengan beriringan di dahului oleh Gibran dan di tutup oleh Rafi, "pulang ga lo?" Ketusnya kala memanggil Jihan yang tengah asik berbincang dengan kaumnya di halte depan.
"Iya!, ges duluan yaa da~" Sapa Jihan pada grombolan gibah barunya itu, "santai dikit bisa nggak sih" Namun kala ia berdiri ternyata Fahry ada di belakang Gibran ia seperti melirik sedikit kearah Fahry yang ternyata kaca depannya sengaja ak ia tutup, Fahry berkedip sembari sekali mengangguk, bak seperti mengatakan 'boleh' pada Jihan.
Dan setelahnya Jihan pun menempatkan bokonya ke jok belakang motor Gibran dan selesai merka pun melaju membah jalanan kota yang sudah semakin sore keempatnya beriringan menuju rumah masing-masing, sampai akhirnya merka berpisah pada sebuah perempatan, "oke sampai jumpa besok ges, kita lisa di sini ya!" Ucap Fahry pada intercome yang terhubung pada helm masing-masing.
"Oke!"
"Ati-ati, Ry" Ucap Jihan pada sang pacar, "oke Han"
Percakapan itu tentu saja terdengar oleh ketiga laki-laki yang juga masih terhubung dengan intercome tersebut dan hal itu sudah cukup menjadikn mereka kebiasaan jadi sudah tidak kaget lagi dengan interaksi antar keduanya.
Setelah perpisahan tersebut kini tinggal Jihan dan Gibran yang melanjutkan obrolan mereka, "tunggu lo udah nggak pacaran lagi sama pahry, Ji?" Tanyanya pada gadis yang ia bonceng itu.
"Masih kok, kenapa?"
"Kok panggilannya beda, nggak kaya biasanya?"
"Pengen ganti aja, kata lo alay?"
"Iya emang alay, tapi klo gantinya mendadak gini gue terkamcagia dong"
"Yaudah sih salah mulu Herman, udah bener di ganti biar nggak alay lu masih aja tetap julitin, mau lu apaan sih"
Tak ada lagi sautan dari Gibran entahlah laki-laki urmtu mungki sedanv memikirkan sesuatu, "eh dek" Panggilannya pada Jihan.
Jihan yang mendapat itu pun terkejut, "apaan sih, dakdek dakdek"
"Syik syak syok kan ku gue panggil adek, dah pokoknya mulai sekarang lu adek gue, dan gue akan manggil lo adek mulai sekarang" Jelas Gibran.
Belum mulai omelannya Jihan sudah terlebih dahulu terpotong omongannya oleh sang kakak, "stop nggak usah ngomel, ntar aja klo dah sampek, gue lagi nyetir dan gue capek, mending lo diem" Mendengar penuturan Gibran yang sudah menurunkan intonasi nada bicaranya Jihan langsung paham jika Gibran benar-benar sedang kecapean.
Gadis itu diam tak lagi berucap dan memilih untuk fokus pada pemandangan di kanan kiri jalan yang tersebar pedang kaki lima dengan banyak pelanggan itu, semerbak wangi dari jajannya yang di perjual belikan oleh pedang di setiap jalan membuatnya semakin lapar dan ingin segera pulang kerumah, "Kak, bisa ngebut dikit nggak? Jihan dah laper banget".
Tanpa pikiran panjang lagi Gibran melajukan motor sport nya dengan kecepatan cukup dari 70 menjadi 145 lebih tarikan gasnya yang artinya angin kencang yang sudah terasa dinginnya sore itu menyapa kulitnya beberapa kali, dan dengan sepontan juga ia mengeratkan pelukkannya pada Pinggang Gibran sang kakak. Dan akhirnya mereka pun sampu rumah dengan senang dan senja yang mulai redup dan terbenam berganti dengan bulan yang indah di malam hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Mine Not Yours [ DIRGA KALINGGA ] [End]
Teen FictionDia Adalah Milikku Bukan Milikmu. Kata yang seakan menjadi pemenang dalam memperebutkan gadis yang digadang-gadang adalah Hitler Sekolah dari seorang ketua Geng motor, tetapi nyatanya waktu tidak bisa menyatykkan keduanya dengan sebuah ikatan pernik...