"Udah nangisnya, si Putra udah di bawa sama anak-anak, mau pulang sekarang nggak? " Ucap Dirga sembari menunjukkan senyuman jailnya, Nata yang sadar akan itu pun segera menepuk dada Dirga dengan wajah yang masih sembah sisa tangisnya tadi. Kemudian gadis itu segera mengangguk sambil mengusap wajahnya yang sudah tidak karuan rasanya.
Keduanya keluar dari Gudang tersebut tetapi sebelum itu Dirga sempat melepaskan jaketnya lalu ia berikan pada Nata dan menyelimuti gadis itu agar tidak kedinginan,karna di luar sudah mulai hujan deras, namun ketika Nata ingin melangkah tiba-tiba saja tubuhnya terangkat siapa lagi jika bukan Dirga yang menggendongnya ala bridal style.
Sampai pada pintu masuk Dirga menurunkan Nata di sampingnya, "ujannya gede, gimana? Mau trobos aja atau nunggu reda dulu? " Ujarnya sambil menatap gadis cantik itu. "Terserah kamu aja aku ngikut" Jawabnya dan tanpa sadar Dirga tengah tercengang oleh ucapan Nata barusan.
'apa? aku kamu? Ni gue nggak budeg kan dia ngomong gitu?' batin Dirga, pemuda itu meringis kecil oleh ucapan Nata, "nggak mau ujan-ujanan breng gue, Na? " Ujarnya menatap sang gadis yang sedang memainkan rintik hujan di tepi bangunan itu, "hah?, ujan-ujanan? " Ia menghentikan aktivitasnya, dan segera di sambut anggukan pasti dari Dirga.
Gadis itu diam sejenak, "kalo lo demam gimana? " Lagi-lagi Dirga di buat terkejut oleh ucapan Nata, dengan kan Nata sendiri sedang menahan malunya ia tidak berani menatap Dirga terlalu lama, sedikit terkekeh pemuda itu berucap, "aman gue mah, justru sebaliknya, klo lo yang demam gimana? " Ujarnya sembari terus menatap sang gadis.
Namun belum sempat Nata menjawab tiba-tiba datang lah seorang bapak-bapak berseragam sambil membawa payung menghampiri mereka berdua, "permisi, mas, mba, sedang apa kalian disini? Kali saya boleh tau? " Tanya tukang parkir itu pada Dirga dan Nata keduanya menoleh bersamaan pada sang juru parkir itu.
Dirga yang sadar akan pertanyaan itu segera menjawab, "kita lagi neduh pak, kebetulan tadi saya baru selesai jemput istri saya dari taman anak-anak" Ujarnya menjelaskan pada juru parkir itu, "owh, saya kira kalian masih pacaran, makanya saya tegur, biar nggak jadi maksiat, mas" Balas bapak-bapak berseragam itu, "ya sudah saya permisi ya mas, maaf mengganggu waktunya" Orang tersebut berlalu pergi meninggalkan keduanya.
Semetara Nata yang di sebut istri oleh Dirga, ia terkejut oleh pernyataan yang di lontarkan laki-laki di sebelahnya ini, 'maksud lo istri apaan anjir?, lulus sekolah aja belom, lagi pun gue kan bukan pacar dia, enak banget tu mulut asala mangap' grutu Nata dalam hatinya, hujan mulai redan Dirga bersiap untuk mengembalikan sang gadis rumahnya.
"Yuk balik, udah reda ujannya" Ajaknya tanpa ada rasa bersalah sama sekali, disela itu Nata mencegahnya, "tunggu yang di maksud lo istri siapa? " Tanya Nata dengan polosnya pada Dirga, pria itu terkekeh "ya lo lah siapa lagi, kan cewek di sini cuma lo, Nat?" Balas Dirga singkat sambil berjalan menuju motor sportnya.
Gadis masih tercengang oleh ucapan santai tanpa beban dari seorang Dirga padanya baru saja, gadis itu masih shock di tempat sedangkan Dirga yang tau itu segera memudarkan lamunan Nata sembari mengusap jok motornya yang basah akan air hujan yang baru saja turun itu.
"Woi! Balik nggak? " Serunya memudarkan lamunan gadis itu, lalu ia segera mendekat pada Dirga di samping motor sport hitam itu, "kenapa sih? Masih shock di panggil istri? " Ucapnya sembari tersenyum kekeh.
Mendengar itu Nata gelagapan, "nggak, apaan sih, istri-istri sekolah aja belum lulus, main manggil istri aja" Ketua gadis itu menyerobot helm yang ada di tangan Dirga memakainya dengan rusuh.
Dengan segera Dirga membenahinya sembari tersenyum gemas oleh tingkah perempuan di depannya ini, entah sejak kapan ia mulai menyukai gadis ketus yang berstatuskan Hitler sekolah ini, rasa itu tumbuh dengan sendirinya tanpa Dirga sadari entah sejak kapan tepatnya.
Dirga mengenakan sarung tangan yang biasa sakukan dan kembali menutup kaca helm fullface nya dan segera menyalakan mesin motor sport itu, yang sempat dingin karna sisa air hujan, "monggo naik, ndoro Kanjeng" Ucap Dirga sembari membuka step pijakan pada kaki Nata.
Ia segera naik dengan jantung yang berdebar tak karuan dengan begitu kerasnya, wajahnya memerah seperti kepiting rebus Dirga terkekeh tak sengaja melihat dari pantulan kaca spionnya.
'Anjir nat, jangan salting napa, gitu doang aja udah salting lemah amat' grutu Nata dalam hatinya sembari menunggang pada jok belakang motor Dirga,
Dan setelahnya Dirga pun melakukan motornya menyusuri jalanan yang mulai lenggang tetapi sedikit ramai, Namun belum sepenuhnya jauh dari gudang itu, hujan kembali turun dengan derasnya mengguyur keduanya, namun sela itu gadis yang di bonceng Dirga sepertinya kelelahan sangat.
Nata tampak kewalahan menstabilkan kepalanya berusaha mengangkat agar tidak tidur pada bahu Dirga, namun nihil gadis itu malah menjadi pulas dalam hujan dan bertumpu pada punggung dan bahu yang sepertinya sangat nyaman jika untuk melepas penat sejenak.
Menyadari hal itu Dirga tersenyum dari balik helm fullface nya, kembali menerobos deru hujan yang lebat itu segera menuju rumah Nata, ia belum pernah datang tetapi ada fahry bukan yang notabene nya adalah sang antek-antek.
Meski ia tak tau di mana rumah sang gadis, tanpa ia minta fahry sudah meng-sharelock rumah Nata, dengan bantuan dari sang pacar tentunya siapa lai jika bukan Jihan sahabat Nata itu.
Hingga akhirnya mereka pun sampai di pekarangan rumah sederhana tetapi mewah dengan bangun berlantai duanya, kedatangan merka di ketahui oleh sipelayan dan segera di sambut senang oleh orang tua Nata dan juga dua sahabatnya, Reyna dan Jihan yang disana sejak pulang sekolah.
🌼🌼🌼
Sementara Geng Atmos sedang membawa Dwi Saputra, atau yang biasa di panggil Putra itu, kepada pihak kepolisian, dengan tuduhan pembunuhan berencana dengan racun tisuk yang ia buat sendiri dengan racikan obat terlarang.
"ARGH!! LEPASIN GUE!! ANJING!" Elak Putra kala dirinya di tapi dengan pilar salah satu gedung yang kosong oleh anggota inti geng Atmos malam ini, sembari menunggu sang petinggi datang mereka, Sandi, Rafi, Fahry dan Gibran sedang menyekap Putra setelah dari gudang bawah tanah itu.
"Heh! Condot! Diem! Brisk lu! " Pekik Fahry pada triakan Putra yang di ikat pada salah satu tiang di gedung kosong, tempat biasa mereka nongkrong namun bukan markas mereka hanya tempat untuk saling adu ketahanan ban motor mereka, jika mereka sedang kumpul mau full mem atau pun tidak,ini adalah tempat tongkrongan, anggota Geng Atmos, di kala tidak ada ajakkan balapan liar oleh geng lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is Mine Not Yours [ DIRGA KALINGGA ] [End]
أدب المراهقينDia Adalah Milikku Bukan Milikmu. Kata yang seakan menjadi pemenang dalam memperebutkan gadis yang digadang-gadang adalah Hitler Sekolah dari seorang ketua Geng motor, tetapi nyatanya waktu tidak bisa menyatykkan keduanya dengan sebuah ikatan pernik...