5

173 13 5
                                    

Hari-hari terlewati dengan baik, kurang lebih sudah satu Minggu ini Nara menjalani hidup dengan ditemani malaikat kecilnya. Semakin hari bayinya mulai tumbuh dengan baik, mulai sering membuka matanya meskipun pandangan bayi itu masih tidak jelas namun Nara senang melihatnya, ditatap oleh bayinya dengan tatapan polos membuat hatinya menghangat, omong-omong bayi itu juga sangat pintar saat merasa lapar . Ia akan merengek kemudian berakhir menangis begitu keras hingga seluruh wajahnya memerah saat meminta jatah susunya yang mana membuat Nara kalang kabut sendiri, namun setelahnya ia akan tersenyum lucu jika sudah mendapatkan apa yang ia inginkan . Seperti pagi ini, bayi kecil itu sudah bangun lebih dulu dari Nara . Menggeliat kemudian membuka kedua mata kecilnya perlahan, Nara yang masih terlelap di samping putranya tidak menyadari jika bayi itu sudah bangun. Awalnya semua nampak tenang dan baik-baik saja hanya ada suara gumaman lucu dari bibir mungil itu, hingga akhirnya si kecil tiba-tiba menangis dengan keras dan berakhir mengejutkan ayahnya yang tengah terlelap. Nara yang kaget otomatis bangun kemudian segera menggendong putranya.

" Kenapa sayang? Nava haus ya? Ayah buatin susu ya " . Ucapnya berusaha untuk menahan pusing di kepalanya akibat bangun secara langsung, sambil menimang sang anak di dalam gendongannya agar bayi itu berhenti menangis . Kemudian segera beranjak bangun menuju ke dapur untuk membuatkan bayinya susu, putranya masih menangis sepanjang Nara berjalan ke arah dapur.

" Sstt..anak ayah yang pintar, sudah ya nangisnya kasian tenggorokannya nanti sakit. Ini lagi ayah buatin susunya, sudah-sudah sayang " . Ucapnya lembut sambil memasukkan susu kedalam dot bayinya dengan satu tangan sementara tangan yang lainnya berusaha menahan tubuh bayinya agar tidak jatuh dari gendongannya, ia mencoba untuk menenangkan putranya. Nara sedikit kesulitan sebenarnya namun melihat bayinya yang masih menangis keras membuatnya tidak bisa meninggalkan bayi itu di dalam kamar sendirian. Setelah selesai dan dirasa suhunya pas dan bisa di berikan kepada putranya, Nara segera kembali ke kamar untuk memberikan bayinya susu . Namun anehnya saat dot itu didekatkan ke mulut putranya, anak itu menolaknya dan semakin menangis hingga membuat Nara kebingungan.

" Nava kenapa nak? " . Tanyanya dengan raut wajah panik sekaligus bingung, pasalnya tidak biasanya putranya itu menolak susu saat bangun namun sekarang bahkan ujung dot itu belum menyentuh permukaan bibirnya, bayi itu sudah menangis dengan keras. Nara mencoba untuk mengecek popoknya apakah penuh atau tidak namun nyatanya tidak, lantas apa yang membuat bayi ini menangis keras .

" Ya Allah kamu kenapa sayang? Nava jangan buat ayah khawatir nak " . Nara benar-benar khawatir sekarang, terlebih melihat wajah putranya yang memerah dan basah oleh air mata . Semakin ia timang semakin keras pula tangisan bayi itu, Nara semakin kewalahan dibuatnya.

Tok..tok..

" Assalamualaikum, Nara. "

Suara ketukan beserta salam terdengar dari luar, ia berjalan ke arah pintu untuk membukanya dan melihat siapa yang mengunjunginya pagi-pagi begini dengan masih menggendong bayinya yang masih menangis.

" Wa'alaikumussalam, sebentar " . Ucapnya kemudian membuka pintu tersebut, setelahnya ia dapat melihat ibu angkatnya yang kini berdiri di hadapan mereka dengan wajah khawatir terlebih setelah melihat Nava yang masih menangis di dalam gendongan ayahnya.

" Ibu kedengeran suara nangisnya sampe rumah keras banget loh, Nava kenapa nak ? " . Tanya ibu angkatnya khawatir kepada Nara.

" Nara juga gatau Bu, daritadi udah coba Nara tenangin tapi tetep aja gamau " . Jawab Nara sedih

" Popoknya penuh mungkin, udah kamu cek belum ? " . Tanya ibu Ningsih kembali yang mana di balas anggukan oleh Nara .

" Udah Bu, bahkan Nara udah coba untuk kasih susu tapi Nava nolak terus malah semakin nangis . Bu, Nara takut Nava kenapa-kenapa " . Nara mengatakannya dengan mata berkaca-kaca, ia benar-benar khawatir mengenai kondisi putranya saat ini. Pasalnya bayi itu masih terlalu kecil untuk bisa mengatakan bagian mana dari tubuhnya yang merasa sakit, hanya tangisan yang keluar dari bibir kecilnya yang sayangnya Nara tidak dapat memahami apa yang tengah putranya coba sampaikan kepada dirinya.

NAVARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang