" minta duit yah " . Nava masuk begitu saja kedalam kamar sang ayah tanpa mengetuk pintu ataupun meminta izin terlebih dahulu, anak itu langsung mengutarakan keinginannya dengan lantang tanpa rasa sopan sedikitpun . Nara yang baru saja menyelesaikan shalat Dzuhur sedikit terkejut dengan kedatangan putranya itu .
" Duit? Untuk apa nak, Nava mau beli apa? " . Tanya Nara memandang kearah putranya itu yang saat ini tengah berdiri di depannya .
" Buat apa aja deh, udah ayah gaperlu tau . Mana duitnya? " . Ucapnya lagi kali ini kedua tangannya di tadahkan ke hadapan Nara .
" Maaf nak, tapi ayah udah gak ada pegang uang sedikitpun . Uang terakhir yang ayah punya udah habis untuk bayar ongkos taksi sama belanja keperluan dapur kita " . Jelas Nara pelan, sementara anak itu tampak berdecak kesal .
" Alah bilang aja ayah gamau ngasih! " . Ucapnya marah
" Enggak gitu nak, ayah bener-bener gak megang uang sepeserpun sekarang . Tolong Nava ngertiin ya nak.." . Nara memegang kedua tangan putranya mencoba untuk membujuk anak itu, namun kedua tangannya di hempaskan begitu saja dengan penuh amarah .
" Ngertiin ayah mulu, capek tau yah! . Lagian gak ada yang nyuruh ayah jemput aku sampe harus mesen taksi segala udah tau duit pas-pasan, sekarang liat duit habis sia-sia! " . Ucap anak itu kesal, ia memandang nyalang ke arah Nara .
" Nava...,gak ada yang sia-sia kalau itu dilakukan untuk kamu nak . Ayah rela ngelakuin apa aja untuk kebahagiaan Nava, jadi tolong jangan pernah bicara seperti itu lagi ya nak " . Nara berbicara dengan lembut, memandang wajah putranya dengan sayang meskipun ia tau putranya itu membencinya .
" Tapi kenyataannya ayah gak akan pernah bisa bikin aku bahagia, bahkan sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari aja ayah masih kesulitan! . Udah lah yah, ayah itu cacat jadi jangan sok jadi pahlawan . Pahlawan itu berguna, bukan kaya ayah yang gak guna sama sekali! " . Kata-kata pedas itu diucapkannya dengan lantang tanpa memikirkan sedikitpun perasaan ayahnya bahkan ia sengaja menekankan kata-kata "tidak berguna" itu di akhir ucapannya . Nara memandang sendu putranya sambil terus beristighfar di dalam hati mencoba untuk menahan segala rasa sesak yang ada di dalam dadanya .
Setelah menghina dah merendahkan ayahnya sendiri, anak itu pergi dari sana meninggalkan Nara dengan perasaan jengkel karena apa yang ia inginkan tidak bisa dipenuhi oleh ayahnya sendiri .
" Nak, Nava . Tunggu nak, kamu mau kemana? " . Nara berteriak memanggilnya sambil menggeret kedua kakinya dengan susah payah, ia berusaha untuk mengejar putranya itu namun semuanya sia-sia . Pergerakannya kalah cepat dengan langkah kaki Nava, bahkan belum berhasil dirinya meraih putranya . Anak itu sudah lebih dulu membanting pintu dengan cukup keras di hadapan Nara .
" Astaghfirullahaladzim..." . Nara memandang sendu pintu rumah yang telah tertutup tersebut .
Nava menyusuri jalanan dengan emosi yang masih meluap, ia merasa benar-benar kesal karena masalah tadi . Anak itu menendangi benda apapun yang sekiranya menghalangi langkah kakinya, matanya melihat sebuah kaleng kosong bekas minuman yang tergeletak tepat di depannya . Dengan rasa kesal ia tendang kaleng kosong tersebut cukup kencang hingga mengenai sebuah mobil yang melintas di jalan tersebut, terkejut dengan apa yang telah ia lakukan Nava mendadak merasa jantungnya berpacu dengan cepat terlebih lagi mobil tersebut kini berhenti . Seorang pria keluar dari dalam kemudian berjalan menghampirinya .
" Mati gw! " . Ucapnya dalam hati
" Heh! Kamu yang nendang kaleng itu kan?! " . Tanya laki-laki itu dengan raut wajah marah, tangannya juga menunjuk kaleng yang tergeletak tidak jauh dari mereka berdiri saat ini . Sedangkan Nava menelan ludahnya dengan susah payah, ia benar-benar takut sekarang .
KAMU SEDANG MEMBACA
NAVARA
FanfictionMana yang lebih menyakitkan? kehilangan orang yang kau cintai atau pekerjaanmu? . Percayalah itu semua tidak jauh lebih sakit saat anakmu sendiri berteriak di hadapanmu " AKU BENCI AYAH!" . Ya,anakmu sendiri anak yang kau besarkan dengan penuh cinta...