Setelah menjalani masa perawatannya beberapa waktu lalu di rumah sakit, kini Nara sudah kembali pulang kerumah . Kondisinya sudah jauh lebih baik dibandingkan hari-hari sebelumnya, hanya saja sekarang ini Nara 100% akan bergantung dengan kursi beroda tersebut . Membandingkan dirinya yang sekarang dengan yang dulu benar-benar membuatnya terluka, namun untuk menyesali semuanya juga bukan hal yang baik . Semua telah terjadi dan Nara harus bisa ikhlas menerimanya, yang harus ia lakukan kini adalah fokus dengan hidupnya yang baru dan juga putranya Nava .
Omong-omong untuk orang yang telah menabraknya Nara sudah memaafkannya dan menganggap semuanya adalah murni ketidaksengajaan, ia juga tidak akan melakukan tuntutan apapun kepada orang tersebut . Orang tersebut benar-benar berterima kasih kepadanya dan tetap bertanggung jawab dengan menanggung seluruh biaya perawatan Nara bahkan ia juga mentransfer sejumlah uang kedalam rekening Nara sebagai bentuk ucapan terimakasih karena tidak membawanya ke jalur hukum, awalnya remaja itu menolak namun karena orang tersebut terus memaksa akhirnya Nara menerimanya dan mengucapkan terima kasih .
Kini ia hanya berdua dengan Nava yang tengah terlelap di dalam kamar, Bu Ningsih dan juga Haris baru saja pergi dari rumahnya beberapa menit yang lalu untuk kembali ke urusan mereka masing-masing meski awalnya mereka tidak mau meninggalkannya sendiri namun Nara menyakinkan jika ia baik-baik saja hingga akhirnya dua orang tersebut mau meninggalkannya . Dipandanginya wajah polos tersebut kemudian tersenyum, Nara masih mengingat mimpinya sewaktu dirinya tidak sadarkan diri kemarin . Wajah anak kecil itu benar-benar mirip dengan Nava, lucu dan juga menggemaskan . Pipi bulat kemerahan tersebut ia usapi dengan sayang, tidak bertemu dengan anaknya membuatnya benar-benar merindukan bayi ini .
" Jagoan ayah bobo terus ya, ayah kangen loh nak pengen main sama Nava " . Dengan tangan masih mengelus pipi bayinya ia berkata pelan .
" Nava..ayah sekarang gabisa jalan nak, keadaan ayah gak sama seperti ayah yang lainnya di luar sana . Ayah harap suatu saat nanti Nava bisa menerima kondisi ayah dan tetap sayang sama ayah ya.." . Nara berucap lirih sambil memandangi wajah putranya serta mengelus pipinya dengan sayang, sekarang ini ketakutannya bukan lagi tentang hinaan orang-orang yang selalu ia terima, namun lebih dari itu ia takut bagaimana jika suatu saat nanti putranya tidak bisa menerima keadaannya dan berakhir membencinya, itu ketakutan terbesar bagi Nara .
" Ayah janji, meskipun fisik ayah cacat tapi kasih sayang ayah untuk Nava itu sempurna . Kamu satu-satunya alasan ayah untuk tetap bertahan nak, jangan pernah tinggalin ayah ya sayang.." . Ucapnya lagi, matanya memerah . Perasaannya terluka namun putranya tidak boleh melihatnya lemah, jadi secepat mungkin ia hapus lelehan air mata yang keluar dari matanya . Menghela nafas kemudian tersenyum melihat putranya .
Sesaat kemudian pintu rumahnya di ketuk, Nara tidak tahu siapa yang datang berkunjung . Tidak mungkin itu Bu Ningsih ataupun Haris datang kembali, karena seingat Nara Bu Ningsih tadi berpamitan padanya untuk mengunjungi rumah kerabatnya yang tengah sakit di luar kota sementara Haris sudah kembali bekerja . Lalu siapa yang datang?, karena tidak ingin membuat tamunya menunggu lama diluar Nara akhirnya meraih kursi rodanya yang terletak di samping tempat tidur kemudian bergerak perlahan untuk duduk di atasnya, sebenarnya ia masih kesulitan bahkan kedua kakinya masih terasa nyeri, namun ia paksakan .
" Sebentar.." . Ucapnya sedikit keras, dengan kedua tangannya yang menggerakkan roda benda tersebut kemudian keluar dari kamarnya . Sesampainya di depan pintu tersebut, iya membuka kuncinya kemudian memutarkan knop tersebut .
Nara terkejut sesaat setelah melihat orang yang ada di hadapannya saat ini, salah satu dari mereka Nara kenal . Itu adalah pria yang mengantarkan Nava waktu itu, sementara untuk yang satunya ia tidak mengenalnya bahkan tidak pernah melihat orang itu, namun entah mengapa pandangan matanya sangat menusuk saat menatap kearahnya .
KAMU SEDANG MEMBACA
NAVARA
FanficMana yang lebih menyakitkan? kehilangan orang yang kau cintai atau pekerjaanmu? . Percayalah itu semua tidak jauh lebih sakit saat anakmu sendiri berteriak di hadapanmu " AKU BENCI AYAH!" . Ya,anakmu sendiri anak yang kau besarkan dengan penuh cinta...