"Apa lo bilang? Kok lo gak ngasih tahu kita, sih? Songong lo, ya!" bentak Lea tak percaya ketika mendengar Tia menceritakan hubungannya dengan Armand.
Setelah dari lembang kemarin, Tia officially menerima Armand menjadi pacarnya. Aneh memang, ketika biasanya semua yang dia lakukan hanya untuk dirinya sendiri, sekarang dia juga harus memikirkan Armand. Laki-laki itu selalu meminta Tia untuk memasak makanan sendiri daripada makan di luar. Armand bahkan menyuplai persediaan bahan makanan agar Tia tidak merasa terbebani dengan harus mengisi dua perut dalam tiga hari sekali. Hari minggu yang biasanya dia habiskan sendiri sekarang selalu ada Armand kemanapun dia pergi. Dan satu lagi kebiasaan yang selalu mereka lakukan setiap malam sebelum Armand pulang ke apartemennya. Armand yang pasti mencium keningnya setiap bertemu ataupun berpisah dengan Tia.
"Dan udah dari sebulan yang lalu?" tambah Ana. Mereka sering berkumpul di D'lacour, kafe langganan mereka bertiga jika mereka memilih berkumpul.
"Kita kan emang udah jarang ketemu juga, jadi kalian gak bisa nyalahin gue," balas Tia cuek sembari minum coklat panasnya.
Ana mendengkus kesal. Tipikal Tia sekali, mencari-cari pembelaan. "Jadi kapan, nih, kita dikenalin ke Armand-Armand ini?" tanya Ana pada akhirnya.
"Bebas, sih. Sekarang juga dia bilang bakal nyamperin gue di sini. Tahu deh."
Lea mengelus perut buncitnya yang sekarang tengah hamil memasuki minggu ke dua puluh delapan bulan November ini. "Gue penasaran nih, cowok gimana yang bisa menaklukan seorang Tatiana. Tahan banting banget dia mau jadi cowok lo."
"Sialan, lo! Kalo lo lagi gak hamil, udah gue timpuk juga nih."
Ana yang memang membawa anaknya, Bella, yang baru berumur empat tahun segera menutup kedua telinga Bella. "Ngomongnya, ya! Ini anak gue masih kecil ya," desis Ana. Bella yang merasa terganggu, menggeleng-gelengkan kepalanya kesal.
"Mami, ih! Bella kan lagi makan," rengek Bella. Ana melepaskan tangannya dari telinga Bella dan mengusap kepala Bella sayang. "Iya sayang. Lanjutin lagi makannya, ya," ucap Ana.
"Gue berasa ibu-ibu arisan, tahu. Yang satu lagi hamil tua dan yang satu bawa anak. Kesel gue asli," dengkus Tia.
"Bilang aja lo cemburu, sih, Ya. Cuman lo doang di sini yang belom punya buntut. Makanya buruan merit nih ama si Armand," ucap Lea.
Tia melemparkan tisu yang ada di hadapannya. Kesal mendengar ucapan Lea. Padahal dia sudah sangat bersyukur karena kedua temannya ini tidak pernah menyinggung keputusan Tia untuk tidak segera menikah.
Dentingan notifikasi Line di ponsel Tia mengalihkan perhatiannya dari kedua ibu yang sekarang sedang asyik mengobrol tentang perlengkapan bayi. Rencananya memang setelah ini mereka berencana membeli perlengkapan bayi untuk Lea. Arsen, suami Lea tidak bisa mengantar karena ada rapat penting. Tapi dia akan menyusul secepat yang dia bisa, begitu kata Lea. Kadang Tia masih heran kenapa Lea mau-mau saja dengan Arsen, laki-laki yang menurutnya egois dan tidak punya hati.
Tia meraih ponselnya dan melihat nama Armand di sana.
ArmandKDirgantara: Yang aku gak jadi nyusul ya. Klien aku lagi banyak maunya.
13.20
Armand memang bercerita kalau dia kadang mengurusi event-event kecil seperti pesta ulang tahun, anniversary, atau hanya sebagai photografer freelance. Tia kadang heran kenapa laki-laki itu tidak membuka usah EO nya sendiri.
Tatiana Aradela: Oke.
13.22
Read
ArmandKDirgantara: Singkat amat sih, Yang. Semangatin napa :'(
13.22
Tatiana Aradela: Semangat Armand.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lies Behind Us
RomanceDalam sepanjang Tatiana Aradela Prasetyo hidup di muka bumi, hanya ada dua tipe laki-laki yang mendekatinya: 1. Laki-laki pengincar payudara; 2. Laki-laki yang hanya menginginkan tubuhnya. Yang artinya, dua tipe laki-laki itu sama saja brengseknya. ...