Sabtu pagi, Armand sudah berdiri di depan apartemen Tia. Tia tidak habis pikir, dari mana Armand tahu kalau dia akan pergi.
"Aku gak mau jalan bareng kamu," tolak Tia.
Armand mengangkat bahu tak peduli. "Sayanya kepengen jalan ama kamu, jadi ya kamu gak bisa nolak saya," jawab Armand.
Tia menggeram kesal. Terserahlah, dia tinggalkan saja Armand nanti di basement. Tapi sayangnya rencana Tia tidak berhasil karena Armand segera merebut kunci mobilnya ketika Tia mengeluarkannya dari tas. Ingin rasanya Tia berteriak, tapi dia cukup tahu diri, dia tidak ingin menjadi pusat perhatian orang-orang. Apalagi di basement tidak hanya ada mereka berdua.
"Saya denger dari Siska kamu suka banget film-film Marvel. Mau nonton Thor?" tanya Armand ketika mereka sudah membelah jalan raya Jakarta yang macet seperti biasanya.
"Terserah."
"Good."
Mereka tiba satu jam kemudian. Armand segera memesan dua tiket Thor kemudian mengajak Tia untuk mencari makan dulu karena film yang akan mereka tonton baru akan dimulai satu jam kemudian.
"Kamu mau makan apa?" tanya Armand ketika mereka tiba di Foodcourt.
Tia menghela napas. Baiklah, tidak ada salahnya jalan dengan Armand. Lagipula tidak mungkin dia tidak menikmati hari liburnya hanya karena Armand menyabotase dirinya. Lagipula Armand gak buruk-buruk amat selain sifat pemaksanya yang menyebalkan.
"Samain aja," jawab Tia. Armand mengangguk dan memesan steik tuna dan frappucino untuk dirinya dan green tea untuk Tia.
"Jadi kapan kamu mau berhenti ganggu hidup aku?" tanya Tia. Tidak ada salahnya 'kan membuka percakapan dengan pertanyaan seperti ini?
Armand mengedikkan bahu. "Sampai kamu jatuh sama pesona saya."
"Kenapa harus aku?"
"Kenapa enggak kamu?"
Fix. Armand memang menyebalkan, dan Tia harus bisa mempertahankan dirinya dari laki-laki ini.
"Kamu gak ngejawab pertanyaan aku," decak Tia kesal.
"Suka itu gak perlu alasan, Ti. Really, you don't have a reason to love or to hate somebody, Tia, because the feeling comes first before the reason."
Dan jawaban Armand sontak membuat Tia terdiam.
***
Menonton memang selalu membuat mood Tia meningkat. Nyatanya sekarang moodnya berubah ke tingkat teratas, padahal Armand sudah sangat merusak hari Sabtunya.
Entah apa yang harus dijelaskan Tia tentang film yang tadi di tontonnya. Memuaskan mungkin terlalu dangkal untuk itu. Apalagi dia selalu menyukai film-film superhero Marvel. Belum lagi interaksi antara Loki dan Thor tadi benar-benar membuatnya tidak bisa berhenti tersenyum. Jujur saja, dia lebih suka tokoh anti hero seperti Loki.
"Kamu suka?" tanya Armand.
"Banget. Kamu harus tahu kalau tadi Loki nya keren banget. Apalagi yang pas di akhir dia dateng terus bilang 'your savior is coming'. Uuuuh suka banget. Jadi penasaran nanti kelanjutannya gimana. Loki kan gak diterima di bumi. Jadi pen nonton lagi dari awal. Kamu tahu kan kalau superhero marvel itu nyambung?"
Armand tersenyum senang. Tia mungkin tidak memperhatikan, tapi Armand benar-benar tidak bisa berhenti tersenyum ketika dia mendengarkan ocehan Tia. Wanita di sampingnya terlihat lebih lepas dari sebelumnya, seakan-akan sekat yang dibangun Tia sebelumnya sedang terbuka selebar-lebarnya. Dan Armand tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Abis ini mau kemana?" tanya Armand ketika mereka sudah ada di lantai dasar.
"Aku mau belanja ke supermarket dulu. Abis ini terserah sih mau kemana. Biasanya aku cuman jalan-jalan aja sampe malem. Apalagi kalau ujan kayak gini kayaknya enak banget ngabisin waktu di jalan," jawab Tia.
Armand mengangguk mafhum. Mereka berdua segera menuju supermarket yang ada di lantai satu. Sebenarnya tidak banyak yang akan Tia beli. Bulan kemarin masih banyak kebutuhan-kebutuhannya yang belum habis. Mungkin karena bulan-bulan kemarin Tia lebih sering tinggal di rumah Bapak atau Teh Dena. Walaupun begitu, bahan-bahan makanannya benar-benar sudah habis. Bukankah lebih baik memasak sendiri daripada harus selalu makan di luar? Setidaknya itu prinsip Tia.
"Saya suka banget capcai. Kamu bisa masak itu?" tanya Armand ketika mereka berdua ada di daerah sayur-mayur.
Tia menatap Armand heran. "Aku gak nanya, sih, kamu suka apa."
Armand tergelak. "Setelah saya pikir-pikir lagi, gak ada salahnya kalau tiap makan malem saya makan di apartemen kamu dan setiap siang saya traktir kamu makan, gimana? Adil, kan?"
Tia hanya melengos dan meninggalkan Armand setelah dia yakin tidak ada yang kurang dari bahan belanjaanya. Lagipula berdebat dengan Armand sama saja terus bergulung di satu titik. Tidak akan maju-maju dan akan berputar-putar di hal yang sama. Lagipula dia yakin sekali, sekalipun dia menolak, Armand tidak akan peduli dan akan tetap datang ke apartemen Tia. Jadi percuma saja menolak Armand.
Mereka berdua memutuskan untuk pulang setelah selesai belanja. Lagipula tidak ada lagi yang mereka ingin lakukan, dan Tia jelas-jelas menolak untuk berjalan-jalan dengan dalih dia ingin istirahat. Padahal kalau Tia hanya sendiri, mungkin sekarang dia entah sudah berada di tempat antah berantah dan baru akan pulang ketika jam sudah menunjukan jam satu malam.
Armand memberikan kunci mobil Tia ketika mereka berdua sudah berada di lorong antara kamar mereka.
"Saya menikmati hari ini, Tia. Senang akhirnya kamu bisa sedikit terbuka dengan saya. Setidaknya saya gak ngerasa kamu menghindari saya lagi," ucap Armand.
Tia memutar bola matanya. "Terserah," balas Tia kemudian segera masuk ke kamarnya tanpa mempedulikan Armand. Armand tersenyum ketika Tia tidak mengacuhkannya.
Setidaknya gue selangkah lebih maju. Iya, kan, Tatiana. Kita liat, berapa lama lo bisa nahan pesona gue. Batinnya kemudian mengikuti jejak Tia masuk ke dalam apartemennya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lies Behind Us
RomanceDalam sepanjang Tatiana Aradela Prasetyo hidup di muka bumi, hanya ada dua tipe laki-laki yang mendekatinya: 1. Laki-laki pengincar payudara; 2. Laki-laki yang hanya menginginkan tubuhnya. Yang artinya, dua tipe laki-laki itu sama saja brengseknya. ...