Enam Belas

14 2 0
                                    

Satu minggu setelah ayah Tia keluar dari rumah sakit, Armand memutuskan untuk membawa Tia menemui orangtuanya. Armand bilang, ini adalah saat yang tepat agar minggu depang, ketika acara ulang tahun keluarga Tia, dia bisa sekalian mengajak adiknya.

Dan disinilah Tia sekarang. Di pekarangan rumah Armand dengan Armand di sampingnya, memeluknya erat, menenangkan Tia agar Tia tidak gugup.

"Bunda sama ayah gak gigit kok, Yang. Kamu gak perlu gugup gini," tenang Armand.

Tia mencebik. Mudah bagi Armand mengatakan begitu karena Tia yakin tidak ada kesulitan untuk Armand akrab dengan orang baru. Armand bahkan langsung akrab begitu saja dengan ayahnya.

Armand lebih mengeratkan pelukannya pada Tia ketika pintu rumahnya di buka. Terlihat seorang laki-laki jangkung dengan kulit coklat. Matanya hitam legam, rambutnya yang dicepak membuat laki-laki itu tambah berwibawa walaupun hanya memakai kaos dan celana jeans.

Untuk sesaat Tia menahan napas ketika dia melihat laki-laki itu. Tia tidak mungkin melupakan tatapan tajam itu, tidak mungkin melupakan wajah itu. Wajah yang membuatnya apatis pada laki-laki.

"Narren."

Sama halnya dengan Tia, laki-laki itu tidak kalah terkejut. "Tatiana."

***

"Aku gak tahu kalau cewek yang mau dikenalin Band Armand itu, Kak Tia. Udah lama kita gak ketemu. Gimana kabar kakak?" Olivia Monica Dirgantara, adik perempuan Armand dan pacar Narren, bertanya pada Tia yang masih terguncang dengan pertemuannya dengan mereka berdua.

Tia tersenyum. "Never feel better," jawabnya.

"Bunda sama ayah lagi keluar dulu ketemu anak temen ayah yang mau nikah. Bentar lagi juga pasti dateng, kok. Bunda pasti seneng banget kalau ketemu kakak," celoteh Olivia.

Olivia tidak berubah. Masih cerewet seperti dulu, pikir Tia. Mereka memang tidak pernah-pernah benar mengenal. Lagipula ketika itu Olivia masih SMP. Tia hanya mengenal Olivia dari Narren, itupun mereka hanya bertemu beberapa kali sebelum Tia mengetahui bahwa Narren hanya menjadikannya ajang main-main untuk membuat wanita di depannya ini cemburu.

Di sisi lain, Armand menatap Narren dengan tajam. Meminta penjelasan kenapa Narren dan Tia saling mengenal.

"Gue kakak kelasnya waktu SMA, dan kita sempet deket," jawab Narren.

Armand menyipitkan matanya. "Seinget gue, lo udah overprotektif ama adik gue. Ngelebihin gue malah."

Narren menghela napas panjang. "Gue deketin Tia buat bikin Oliv cemburu, dan lo tahu pasti kalau itu gagal total."

Armand menggeram kesal. "Lo yang nyiptain mimpi buruk Ti--"

"Ya ampun Armand gak bilang kalau kamu cantik banget gini!" Armand tersentak ketika dia mendengar lengkingan suara ibunya.

Armand menatap Narren tajam. "Kita belum selesai," desisnya.

"Emangnya ada apalagi, Mand? Itu masa lalu, Tia juga biasa aja ama gue. Kenapa lo mesti repot, sih?"

"Lo--Aw!" Armand menghentikan ucapannya ketika dia merasakan lengannya dicubit keras. "Bunda kenapa?" tanyanya kesal.

"Kamu ini lho yang kenapa, Bang! Ini kok Tia nya malah dibiarin nunggu di ruang tamu dan kamu malah asik-asikkan di dapur gini."

"Dia lagi ngobrol bareng Oliv juga, Bun."

Bunda mencebik. "Kamu sama Narren mendingan siapain buat barbeque-an. Bunda, Oliv, ama Tia nyiapin bahan-bahan."

Armand memutar kedua bola matanya dan mengikuti perintah ibunya ke taman belakang bersama Narren.

***

The Lies Behind UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang