Tiga tahun kemudian....
"Pak, ada masalah dengan pilihan Pasangan Kevin ama Gita. Mereka masih debatin tema pernikahan mereka." Clara, asisten Armand di Titanium, EO miliknya yang dia rintis tiga tahun yang lalu, memberitahunya.
Armand mengerang. "Ini udah tiga minggu, Ra. Masih stuck aja di masalah yang sama?"
Clara mengangkat bahunya. "Tahu lah, pak. Udah pusing saya ngurusnya."
"Mereka pikir kita cuman ngurusin mereka aja apa? Kasih tahu mereka kalau masih belum bisa mutusin minggu ini, kita alihin dia ke Tim Gea. Urusan pesta ulang tahun itu udah hampir final, kan?"
"Udah, pak. Kalau gitu saya permisi dulu," pamit Clara. Armand mengangguk mengizinkan.
Armand menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi dan menghela napas lelah. Setelah memutuskan untuk membuka EO nya sendiri, pikiran dan tubuh Armand benar-benar terkuras. Belum lagi klien yang makin sini makin banyak, sering kali pekerjanya dan dirinya sendiri menangani tiga sampai empat klien. Yang menurutnya terlalu banyak. Sepertinya dia harus mengikuti saran Olivia, adiknya yang baru saja melahirkan anak pertamanya, untuk merekrut pegawai baru.
Armand meraih pigura yang berisi wanita yang ditunggunya selama tiga tahun ini. Foto Tatiana yang sedang tersenyum ke arah kamera. Di ruang kerjanya memang dipenuhi dengan foto Tatiana. Kebanyakan foto-foto itu diambil tanpa Tia sadari. Foto yang Armand kumpulkan dari mulai pertemuan pertamanya dengan Tia.
"Gimana kabar kamu sekarang, Ti? Masih betah aja kamu gantung saya kayak begini?"
Setelah mendapatkan saran dari Dena, Armand memutuskan mengikuti saran Dena untuk tidak mencari Tia sementara waktu. Sayangnya, sudah tiga tahun berlalu dan tidak ada tanda-tanda kemunculan Tia. Walaupun begitu, Armand rutin menanyakan kabar Tia pada Dena, yang untungnya tidak keberatan memberitahunya. Walaupun yang diberitahu oleh Dena hanya sekedar kabar Tia dan bahwa Tia tidak memulai hubungan dengan siapapun. Apakah tidak apa-apa jika dia berharap bahwa Tia masih memiliki perasaan terhadap Armand.
"Tok, tok, Tuan Armand yang terhormat."
Armand tersentak dari lamunannya dan melihat Olivia dengan anak perempuanya, Rhea yang baru berumur tiga bulan.
Armand mengerutkan kening heran. "Sendirian? Katanya mau bareng Naren?" tanya Armand. dia bangkit dari duduknya, mencium kening Oliv dan meraih Rhea ke dalam gendonganya, menciumnya gemas.
Oliv duduk di sofa yang ada di ruangan Armand. "Mas Nero lagi beli dulu es krim di kedai sebelah. Aku lagi kepengen," jawab Oliv.
Armand mendengkus dan duduk di sebelah Tia. "Udah lahiran aja masih ngidam."
"Yeey, bukan ngidam kali bang. Emang tiap Oliv pengen sesuatu disebut ngidam apa?"
Armand mengangkat bahu tak peduli dan lebih memilih menciumi pipi Rhe yang gembil. Anak itu hanya tertawa-tawa saja dirinya 'dianiaya' oleh Armand.
"Punya sendiri, geh, Bang."
Armand menghentikan ciumannya dan menatap Oliv sekilas sebelum kembali menciumi Rhea. "Balikin Tia, makanya."
Oliv memutar kedua bola matanya kesal. "Salah siapa mainin cewek sebegitu jahatnya."
Armand menyerahkan Rhea pada Oliv kemudian mengambil minuman dingin yang ada di kulkas mininya, menyerahkan pada Oliv.
"Bang."
"Hmmm?"
"Udah tiga tahun. Kalau abang emang mau Teh Tia lagi, kenapa gak cari aja lagi. Udah lama, kan? Gak takut udah punya orang lain apa?"
"Dia masih butuh waktu, Liv. Abang gak mau liat Tia lari lagi cuman gegara liat abang."
"Kalau emang Teh Tia nya lari, then cari cewek lain, Bang. Jangan gini terus."
Armand menatap adiknya sendu. Adiknya tidak mengerti. Dia tidak mengerti kalau Armand tidak bisa mencari wanita lain ketika dia bahkan masih terlalu mencintai Tia sebegitu dalamnya. Berharap suatu hari nanti Tia akan datang untuk memaafkannya. Oliv benar, Armand memang telah berbuat jahat pada Tia, dan dia tahu dia tidak pantas mendapatkan maaf Tia. Tetapi, dia tetap berharap Tia mau menemuinya. Setidaknya, jika Tia tidak menginginkan Armand lagi dalam hidup wanita itu, dia berharap Tia mau memaafkannya. Mungkin dia masih tetap bisa hidup dengan maaf dari Tia.
"Abang keluar dulu. Mau ketemu Artiaz Wedding Gown. Kamu nanti obrolin ama Clara acaranya," ucapnya. Meraih kunci mobilnya dan beranjak ke pintu.
"Abang gak bisa gini terus," lirih Oliv.
Armand tersenyum. "Abang tahu."
***
Pertemuan dengan Artiaz Wedding Gown masih satu jam lagi, tapi Armand memutuskan untuk segera pergi ke Coffee and Sugar, tempat mereka janji temu. Artiaz Wedding Gown sebenarnya butik yang baru selesai dibangun di depan kantor EO nya. Tapi menurut Clara, butik itu adalah pengalihan butik pusat yang berada di Yogya. Kata Clara, pemiliknya memutuskan untuk kembali ke Jakarta dan memindahkan butiknya ke Jakarta dan menjadikan butik di Yogya sebagai cabang. Yang membuatnya heran, kenapa harus jauh-jauh bertemu di Coffe and Sugar yang berjarak satu jam dari kantor mereka tanpa macet kalau mereka memang tetanggaan.
Sebenarnya, awalnya Armand menolak kerjasama dengan Artiaz butik karena EO nya tidak terlalu fokus pada event pernikahan; apalagi, waktu itu Artiaz masih berada di Yogya. Untuk apa bekerjasama dengan butik yang jauh ketika masih ada butik yang bagus di Jakarta. Sayangnya, satu tahun yang lalu, permintaan untuk event pernikahan meledak dan mereka jadi sedikit kewalahan dan kebetulan sekali Artiaz memutuskan untuk pindah ke Jakarta.
Secara tidak langsung dia harus berterimakasih pada Oliv karena adiknyalah yang mempromosikan EO nya pada teman-temannya. Apalagi ketika pesta pernikahan Oliv yang memuaskan membuat orang-orang bertanya pada Oliv dia memakai Wo apa. Adiknya memang memiliki andil besar terhadap kesuksesan usahanya.
Armand melirik jam tangannya dan melihat ada lima belas menit lagi sebelum waktu perjanjian. Dia memutuskan membuka Video yang ada di ponselnya. Melihat video Tia yang dia rekam tiga tahun lalu ketika wanita itu sedang membuat kue. Wanita itu tidak lepas mengutuk selama pembuatan kuenya. Dia tidak suka membuat kue dan tidak pernah berhasil juga membuatnya. Selalu saja gagal. Entah itu tidak matang atau terlalu matang.
Armand tersenyum melihat video itu. Video yang entah sudah berapa kali dia putar. Sebelum tidur, sebelum berangkat kerja, atau ketika dia sedang menunggu. Walaupun dia tidak hanya memiliki satu video, tapi dia paling menyukai yang ini. Video ini benar-benar terlihat sangat Tia. Alami dan tidak ada kepura-puraan karena Tia bahkan tidak tahu Armand merekamnya. Dia tahu sekali kalau Tia sadar dirinya di foto dan di video, dia akan tampil seanggun mungkin.
Armand tersentak ketika ada tangan yang menghalang matanya. Megibas-ngibaskannya. Armand mendongak untuk mencari tahu siapa yang dengan tidak sopannya mengganggunya. Sesaat dia lupa kalau dia punya janji. Ketika laki-laki itu mendongak, dia mendapati seorang wanita yang tersenyum hangat padanya. Rambut coklat sebahunya karena diwarnai terlihat alami membingkai wajahnya. Wanita itu sangat cantik. Bahkan dari terakhir Armand melihatnya.
"Halo, Armand. Apa kabar?"
***
11 Januari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lies Behind Us
Любовные романыDalam sepanjang Tatiana Aradela Prasetyo hidup di muka bumi, hanya ada dua tipe laki-laki yang mendekatinya: 1. Laki-laki pengincar payudara; 2. Laki-laki yang hanya menginginkan tubuhnya. Yang artinya, dua tipe laki-laki itu sama saja brengseknya. ...