EMPAT

2.8K 202 43
                                    

"Gollll!"

Sorak Panji, Mario, Pita, Ratri dan beberapa orang yang lain yang sedang nonton bareng di layar televisi.

Laga antara Indonesia melawan Vietnam berlangsung sangat seru. Indonesia unggul 3-0 dari tuan rumah.

Chava yang baru datang langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa menoleh ke kerumunan orang yang sedang asik menonton.

"Chav?" Sontak pandangan menuduh langsung tertuju pada Aga yang tampak lesu.

Mario bangkit berdiri. Ia menghampiri Aga yang kini bersandar di tembok. "Lo apain si bontot?" Aga tidak menjawab.

Ratri dan Pita langsung berdiri, mereka menyusul Chava ke kamar. Tidak mendapat jawaban dari Aga, Mario dan Panji mengikuti jejak Ratri dan Pita.

Di dalam kamar, mereka melihat Chava menelungkupkan badannya di atas tempat tidur, masih dengan pakaian yang sama.

"Chav, lo nggak papa?" Pita duduk di tepi ranjang Chava. Ia menyentuh bahu Chava. Beberapa saat kemudian, Chava membalikkan badan. Matanya tampak sembab.

"Aku nggak papa kok, Mbak," jawab Chava.

Pita tak ingin bertanya lebih dalam. Ia bangkit berdiri. Meraih sisir di atas nakas, lalu mulai menyisir rambut panjang Chava, dan mengikatnya ala pony tail.

"Aga ngapa-ngapain lo?" tebak Ratri.

Chava menggeleng dengan mantap.

"Putus?" tebak Ratri lagi.

Kali ini Chava tersenyum. "Bener, kan habis putus?" Rasanya geli mendengar pertanyaan Ratri yang sebenarnya juga merupakan fakta.

Chava mengangguk. Perhatian Chava beralih pada tiga orang cowok yang kini berdiri di ambang pintu. Terlebih Aga, rahang cowok itu tampak mengeras. Ada rasa sesal yang tersirat dari sorot matanya. Aga melangkah mundur.

Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel Chava.

Mas Aga Galak
Sorry. Ternyata waktu yang tepat buat gue bukanlah waktu yang tepat buat lo.

"It's oke, Chava. Masih banyak cowok lain," celetuk Panji yang langsung dihadiahi pelototan mata oleh Pita.

Chava tersenyum. "Serius, aku nggak papa. Aku baik-baik saja. Mungkin cuma butuh waktu buat menangis semalam. Biar lega aja." Chava masih enggan bercerita tentang kisahnya. Baginya, makin sedikit orang tahu tentang kehidupan pribadinya, itu lebih baik.

"Lagian, siapa sih, cowok kurang bersyukur yang nyakitin cewek sebaik lo?" ketus Ratri.

"Belum jodoh, Mbak."

"Ya sudah, sekarang lo istirahat, ya, Chav. Biar besok bisa lebih fresh." Pita melempar kode agar yang lain meninggalkan kamar Chava, memberikan ruang untuk Chava sendiri.

"Mas Gio lihat? Chava dikelilingi orang baik. Chava janji, mulai hari ini dan seterusnya, Chava bakal fokus buat meraih mimpi-mimpi Chava, mimpi-mimpi Mas Gio." Chava mengusap lembut sebuah foto lusuh masa kecil dirinya dan Gio.

***

"Surprise!" seru Panji. Ia melemparkan sepuluh lembar kertas persegi panjang ke atas meja makan. "Kalian semua wajib temenin gue nonton bola langsung di GBK. Titik, nggak pakai koma, karena itu adalah hari ulang tahun gue."

Panji menarik sebuah kursi di antara Mario dan Ratri, kemudian duduk di sana. "Kalian boleh bawa pasangan masing-mas-"

"Argh!" Pekik Panji kemudian saat merasakan injakan di kedua kakinya.

Summer In Paris || Nathan Noel Romejo Tjoe-A-OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang