"Wow, seorang Nathan hari ini akhirnya datang membawa seseorang. Siapa dia, Bro?"
Nathan terkekeh pelan. Tangannya posesif melingkari pinggang Chava. Menoleh ke arah Chava, Nathan menatap lekat manik mata bulat itu. "Dia milikku, separuh hidupku."
"Sejak kapan kau pandai membual," decih salah satu rekannya.
Chava memberi salam untuk semua dan memperkenalkan dirinya.
"Pantas saja Alexa sangat frustasi belakangan ini." Seseorang di antara mereka menunjuk ke arah meja bar.
Ya Tuhan, harus ketemu sama babi hutan lagi? Yang benar saja?
"Chava, spesial untukmu." Rekan Nathan memberikan sebuah gelas bertangkai untuk Chava.
"Terima kasih sambutannya." Chava mengangkat gelasnya lalu meletakkan kembali di atas meja.
"Kau tidak minum?"
"Aku-" Ucapan Chava terpotong saat seorang gadis tertawa mengejek.
"Kau yakin memilih dia, Nathan? Lihatlah bahkan dia saja tidak berani menenggak isi gelasnya." Alexa tampak kacau. Ia mengambil gelas Chava lalu meminumnya. "Pengecut!" umpatnya.
Rahang Nathan sudah mengeras, matanya pun menajam, tangannya sudah mengepal di samping badannya.
Chava menghela napasnya. Maju satu langkah kemudian berdiri di hadapan Nathan. Tangannya terulur menangkup wajah Nathan. "Jangan melihat ke wanita lain, aku tidak suka."
Melihat mata Chava, hati Nathan melembutkan kembali. Sebuat senyuman tersungging di bibirnya.
Chava berjinjit kemudian berbisik. "Tidak ada untungnya meladeni wanita gila yang sedang mabuk." Mendengarnya, tawa Nathan tidak bisa dibendung lagi.
Tangan kanan Nathan merengkuh pinggang Chava dan menariknya mendekat. "Kau yang tercantik, bagaimana bisa aku melihat wanita lain, hm?" bisiknya di telinga Chava.
Alexa semakin geram. Ia melemparkan gelasnya ke arah Chava namun Nathan menangkis dengan lengannya. Suara benturan gelas kaca ke lantai menarik perhatian semua.
Chava yang semula memunggungi Alexa berbalik badan. Perhatiannya beralih ke lengan Nathan. "Sayang, kau tidak apa-apa?" tanyanya panik sembari memeriksa lengan Nathan.
"Aku baik-baik saja, jangan terlalu khawatir." Nathan mengangkat dagu Chava, dilihatnya mata sang istri sudah berkaca-kaca. "Hei, ini hanya memar, sayang."
Ya Tuhan, mengapa sekarang aku jadi cengeng sekali di depan Nathan?
"Kau keterlaluan, Alexa!" geram yang lain.
"Dia yang keterlaluan! Dia sudah merebut Nathan dariku," tuding Alexa.
Mbak, kamu kalau di Indonesia sudah dirujak netizen.
"Baiklah, aku menantang salah satu dari kalian untuk melawan temanku." Alexa menarik seorang pria untuk mendekat. "Jika kalian kalah, dia harus meninggalkan Nathan."
"Kau gila!"
"Ya, aku gila karenamu, Nathan!"
Hadeh, makin kesini makin kesana.
Pria di sebelah Alexa tersenyum miring, ia menatap lekat ke arah Chava. "Dan dia untukku."
Hm, mulai mulai. Jodoh memang. Sama-sama gila. Yang bener aja? Rugi dong.
Pria itu mengeluarkan sebuah kunci dari saku celananya. "Mobilku juga kupertaruhkan." Semuanya bersorak berbeda dengan teman-teman Nathan yang memilih untuk diam. Bagaimanapun mereka sangat menghargai Nathan. Sebuah hubungan bukanlah sebuah pertaruhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer In Paris || Nathan Noel Romejo Tjoe-A-On
Ficción GeneralChava, terbiasa sendiri dalam menghadapi kerasnya kehidupan, membentuknya menjadi cewek yang tangguh. Nathan, terbiasa hidup di tengah-tengah kehangatan keluarga, membentuknya menjadi cowok yang penuh cinta kasih. Jika cinta itu saling melengkapi...