TIGA BELAS

2.5K 197 36
                                    

Meeting you was fate, becoming your friend was a choise but falling in love with you I had no control over.

Nathan berdiri di depan sebuah pintu. Wajahnya sumringah saat seseorang membukakan pintu untuknya.

"Kau?" Mata gadis itu membola.

Bibir Nathan mengkurva. Rasanya ingin sekali memeluk gadis di hadapannya, namun ia masih menahan diri. Ini bukan tanah kelahirannya yang sudah menjadi hal maklum untuk melakukan kontak fisik dengan lawan jenis.

"Kau datang sepagi ini?"

"Maaf jika aku mengganggumu," sesal Nathan. Ini masih pukul lima pagi dan dia sudah bertamu, orang mana yang tidak kaget?

"Oh, tidak masalah. Ayo masuk."

"Chava... "

"Ya?"

Bunyi siulan dari teko air membuat Chava mengalihkan perhatiannya. "Sebentar." Ia berjalan menuju dapur untuk mematikan api.

"Mau kopi?" tanya Chava pada Nathan yang sudah mengikutinya ke dapur.

"Yes, please."

Chava tersenyum kemudian berbalik hendak mengambil cangkir di buffet atas dengan bantuan bangku lipat.

"Biar aku saja."

"Thank you."

"Jadi, kau tadi mau bicara apa?"

"Aku..." Nathan menjeda ucapannya. "Ah iya, kau apa kabar?"

"Seperti yang kau lihat."

Nathan meletakkan dua buah cangkir yang sudah ia ambil di atas meja. "Berapa takaranmu? Biar aku yang membuatkan untukmu." tanyanya.

"Satu setengah sendok teh kopi halus."

Nathan tersenyum dan menoleh. "Mengapa seleramu berbeda dengan cewek kebanyakan. Kau lebih suka kopi pahit dibandingkan dengan coffee latte dan sebagainya?"

Chava berpikir sesaat. "Mungkin karena dari situ aku belajar bahwa ternyata pahitnya kehidupan masih tetap bisa kita nikmati. Asekkk," Chava tertawa saat menutup kalimatnya dengan bahasa Indonesia.

"Wow! Itu luar biasa."

"Kapan kau sampai?" tanya Chava.

"Kemarin sore." Nathan mengaduk kopi buatannya. Aroma caffein yang kental langsung menyapa indra penciuman mereka.

"Kau baru datang kemarin sore dari perjalanan jauh, dan sekarang kau sudah sampai sini?" Chava mengekor Nathan yang sudah berpindah ke ruang tengah.

"Mungkin karena... kau selalu mengingatku di dalam doamu." Nathan tertawa. Satu langkah untuk mencari tahu mengenai pesan Chava beberapa waktu yang lalu.

"Tentu saja. Semua orang yang ada di sekelilingku, semua orang yang ku kenal, akan selalu ku ingat dalam doaku."

Nathan menghela napas, raut wajahnya tak seceria tadi. "Aku kira aku spesial." Sedetik kemudian senyumnya sudah kembali lagi.

Chava menepuk bahu Nathan yang duduk di sebelahnya. "Tentu saja kau spesial, kau temanku."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Summer In Paris || Nathan Noel Romejo Tjoe-A-OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang