TIGA PULUH TUJUH

2.4K 202 38
                                    

Berada di titik ini membuatku merasakan betapa ajaibnya cara Tuhan bekerja. Dulu aku selalu meminta untuk Tuhan menjemputku pulang, tapi sekarang aku ingin hidup lebih lama lagi... Bersamanya.

Ku yakin kau bisa
Ku yakin kau bisa menang
Kami selalu ada di sini
Di sini kami ada untukmu...

Gemuruh suara supporter di stadion utama Gelora Bung Karno kembali membahana. Chava jadi teringat saat ia untuk kedua kalinya bertemu dengan Nathan karena insiden bola menyasar di hidungnya.
Bedanya kali ini ia melihat pertandingan langsung bersama Romeo, sang papa mertua.

Beberapa kali Chava menyembunyikan wajahnya di belakang punggung sang mertua merasa ngeri setiap kali Indonesia mendapat tekanan.

"Tanganmu dingin sekali, Chava," ucap Romeo.

"Papa, horor. Chava tidak kuat lihatnya. Rasanya badan gemeteran, mulas, mual, aduh, semoga tidak gol!" pekik Chava masih di balik punggung Romeo.

"Dalam pertandingan ada menang ada kalah, Chava. Kalau memang Tuhan berkehendak, ya pasti Tuhan beri kemenangan. Kau lihat, Nathan begitu menikmati pertandingannya."

Romeo menggenggam tangan Chava kemudian menggosokkan telapak tangannya. "Kau lihat Nathan sedang menguasai bola."

Chava mengintip sedikit dari celah ketiak Romeo. Mulutnya tidak henti merapalkan doa-doa supaya Nathan bisa menunaikan tugasnya dengan baik.

Chava memekik saat Nathan terjatuh, di tengah lapangan sana suaminya terguling sembari memegangi kakinya.

"Papa... Nathan, Pa."

"Dia akan baik-baik saja Chava," ucap Romeo berusaha menenangkan hati Chava. Ia langsung memberikan pelukannya untuk Chava yang sudah terisak.

Ini kenapa, sih? Sejak sama Nathan, air mataku jadi murah banget. Dulu aku selalu disebut cewek tanpa air mata. Sekarang lemah banget aku tuh.

Di balik punggung Chava Romeo tersenyum, ia mengusap lembut punggung menantu kesayangannya. Betapa bersyukurnya Romeo, Nathan memiliki sosok istri seperti Chava.

Waktu sudah bergulir mendekati akhir, kedudukan Indonesia unggul satu angka dari lawan. Suara supporter semakin membahana, meneriakkan yel yel tanpa putus.

"Chava, kita menang, sayang," Romeo mengguncang tubuh Chava namun tubuh mungil itu tiba-tiba lunglai.

"Chava! Apa yang terjadi?" Romeo menepuk-nepuk pipi Chava. "Buka matamu, Nak."

Romeo menghalau beberapa orang yang hendak mengerumuni, ia tidak ingin kondisi Chava semakin kekurangan oksigen.

Sayang...

Dari arah tengah lapangan Nathan berlari menuju bangku penonton VIP. Mengabaikan rekan-rekannya yang masih berselebrasi.

Tanpa pikir panjang Nathan langsung membopong tubuh lemah Chava menuruni tangga.

Tidak, jangan terjadi lagi.

"Tolong panggilkan ambulans atau apapun itu," pinta Nathan pada seorang official.

"Kita bisa membawanya ke klinik dulu."

"Tidak! Aku pernah hampir kehilangan dia, kau mengerti?" intonasi Nathan sedikit naik namun Romeo menepuk punggung Nathan agar sang putra lebih tenang.

"Ya, panggilkan ambulans saja," pinta Romeo.

"Papa tolong ambilkan barang-barangku di loker room nanti. Biar aku yang urus Chava."

Sayang, ku mohon buka matamu. Kali ini apa lagi, Tuhan?

Tidak sedetikpun Nathan melepaskan genggaman tangannya saat mereka berada di dalam ambulans. Rasa takut itu muncul lagi. Teringat saat hampir saja ia kehilangan Chava untuk selamanya.

Summer In Paris || Nathan Noel Romejo Tjoe-A-OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang