BAB 14

1.2K 28 0
                                    

Ternyata Erlangga bukan membawa Alexa ke apartemen melainkan ke rumahnya, di sana ada Hellen yang sedang duduk di santai di ruang tamu menunggu salah satu temannya yang datang ke rumah menjemputnya untuk mengadakan arisan. Alexa tersenyum kaku melihat Hellen, dia menyalami punggung tangan Hellen dengan sopan. Hellen yang melihat kedatangan Alexa merasa bahagia, ternyata perlahan Alexa bisa menerima perjodohan itu.

Sembari menunggu Erlangga yang berganti pakaian, Alexa duduk di ruang tamu dengan jemari yang dia mainkan karena merasa gugup. Bisa-bisanya Erlangga berbohong kepada dirinya, Alexa berulang kali menarik dan mengembuskan napasnya untuk menghilangkan rasa malunya di hadapan wanita yang mungkin dalam waktu dekat ini akan segera menjadi mertuanya, Hellen tahu sekarang ini Alexa malu karena baru pertama kali duduk berdua bersama dirinya.

“Lexa, terima kasih yak arena kamu sudah mau menerima perjodohan itu. Kamu tenang aja, pernikahannya berlangsung setelah kalian berdua sama-sama siap. Bunda mau titip Erlan sama kamu boleh ya? Tolong ubah Erlan supaya jadi anak yang lebih baik lagi.” Hellen menatap Alexa dengan mata yang berkaca-kaca.

“E-eh, i-iya bun Alexa bakal berusaha ubah sikap Erlan supaya gak berandal lagi kayak sekarang,” jawab Alexa dengan sedikit terbata.

Hellen menghapus air matanya perlahan. “Makasih banyak sekali lagi, kalo gitu bunda tinggal dulu ya. Di depan udah ada temen bunda yang jemput, anggap aja ini rumah kamu sendiri. Kamu mau makan atau apapun bebas, bunda pergi dulu ya, titip Erlan.

Kata-kata yang Hellen ucapkan masih terngiang di indra pendengaran Alexa, senakal itukah Erlangga sampai-sampai Hellen merasa kesulitan mengubah sikapnya? Tidak habis pikir, Alexa merasa begitu berat menjadi sosok Ibu bagi Erlangga. Ketika sedang bergelut dengan pikirannya sendiri, Alexa dikagetkan dengan kehadiran Erlangga yang secara tiba-tiba menarik pergelangan tangannya dan langsung membawa ke kamarnya.

Erlangga tersenyum puas lalu menutup pintu dan menguncinya, membiarkan Alexa sendirian di kamarnya. Tidak lama kemudian Erlangga kembali ke kamarnya dengan membawa sebuah dot berisi susu cokelat kesukaannya, dan sebuah gunting kecil. Alexa ketika melihat dua buah barang yang dibawa Erlangga seketika mengerutkan keningnya, sebenarnya Erlangga ini kenapa? Sakit jiwa atau masih waras?

“Mau apa lo? Awas ya kalo lo berani macem-macem sama gue! Gue gak segan-segan bakal bunuh lo pake gunting itu, mau nyawa lo melayang?” ancam Alexa namun tak digubris oleh Erlangga.

Erlangga terus berjalan menghampiri Alexa, lalu meraih wajah Alexa dan menggores sebuah sayatan di pipi perempuan cantik itu. “Ini gak seberapa sayang, kalo masih ada laki-laki yang deket sama kamu selain aku, bisa lebih parah dari ini luka yang ada di badan kamu.”

“Gue mohon, jangan kayak gini. Perih Erlan!” Alexa berusaha menjauhkan Erlan dari hadapannya, tapi tak bisa.

Napas Erlangga terengah-engah, di telinganya seperti ada suara Gita yang menitipkan pesan kepadanya seperti di butik tadi. Tangan Erlangga bergetar, dia menjatuhkan gunting itu asal dan hampir saja tertancap di kakinya kalau Alexa tidak dengan cepat mendorong tubuhnya. Keringat dingin membasahi kening Erlangga, dia tidak bisa memenuhi pesan Gita tadi. Erlangga mengambil dot yang ada di meja, lalu meminum susu yang ada di dot itu perlahan.

“Kalo mau jalan-jalan boleh, tapi jangan pulang terlalu larut ya. Oh iya jagain Alexa juga, jangan sampai ada lecet, oke?”

“Er, lo gapapa?” Alexa berjalan pelan mendekati Erlangga yang terbaring di kasur sembari memegang dot. “Jangan buat gue panik,” lanjutnya.

Erlangga menggelengkan kepalanya pelan. “A-aku lukain kamu, aku gak bisa jagain kamu.”

Suara Erlangga terdengar sangat ketakutan seperti mempunyai trauma di masa lalu, Alexa menghampiri Erlangga lalu duduk tepat di samping lelaki itu. Alexa sempat terdiam beberapa menit, setelah itu dia mulai memberanikan diri untuk mengarahkan tangannya dan mengambil dot yang Erlangga pegang. Alexa juga membantu Erlangga untuk duduk, manik matanya mengarah ke bola mata Erlangga yang kelihatan seperti orang sedang ketakutan.

“Gak mau cerita?” tanya Alexa. “Kenapa sampai di umur yang udah besar kayak gini, sikap lo masih kayak anak kecil? Lo masih suka ngedot kalo lagi ketakutan kayak tadi?” sambungnya.

“Belum saatnya aku cerita itu sama kamu, Lexa. Aku malu kalo ceritain semuanya, nanti aku dicap jadi anak cowo lemah banget. Intinya asal kamu tahu, gak ada satu orang pun yang bisa nerima kekurangan aku ini. Tapi aku yakin, kamu bisa Lexa,” jelas Erlangga.

Kepala Alexa tertunduk. “Baiklah, tapi gue bakal coba buat terima itu.”

Sorry, tadi aku udah lukain kamu. Apa mau aku obtain?” tawar Erlangga.

“Gak usah, biar gue obtain sendiri aja nanti di rumah. Gue balik ya.” Alexa hendak meninggalkan Erlangga, namun suara dari Erlangga berhasil menghentikan langkahnya.

“Jangan kasih tahu nenek kamu ya, perihal yang tadi?” pinta Erlangga dengan wajah memelas.

Alexa terdiam di tempatnya, menganggukkan kepala, kemudian berucap, “Tenang aja gue gak setega itu, karena gue mau ngejaga kesehatan mental lo,” jawabnya.














Tbc

Obsession Or Love [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang