BAB 30

791 17 0
                                    

Sekarang waktunya dokter untuk membuka perban yang melingkar di kepala Alexa, sehingga mala ini Alexa dapat kembali melihat. Malam ini yang menjaga Alexa adalah Irene dan Eza, sedangkan Gita di rumah karena darah tingginya kumat. Setelah perban dibuka, Alexa membuka kedua matanya perlahan-lahan, hal yang pertama kali Alexa lihat adalah sosok Irene yang tersenyum tulus ke arahnya.

Alexa bahagia karena besok dokter juga sudah mengijinkannya untuk pulang, itu artinya Alexa bisa kembali kuliah seperti biasa. Namun sayangnya malam ini tidak ada Gita, sehingga Alexa tidak bisa membagi kebahagiaannya kepada Sang Nenek. Irene turut berbaring tepat di samping Alexa yang sedang berbaring juga di brankar, tangannya mengusap kepala Alexa dengan lembut berulang kali. Alexa merasa sosok keibuan Irene ada.

Lama-lama, Alexa mulai memejamkan kedua matanya dan terlelap, napasnya dapat Irene rasakan berhembus dengan teratur. Tak lama setelah Alexa tidur, Eza mendapat telepon dari nomor yang tak dikenal. Dia langsung mengangkatnya dan ternyata telepon itu dari kantor polisi. Pihak polisi mengatakan bahwa baru saja terjadi perampokan di kediamannya, dan Gita dibunuh oleh perampok itu sehingga meninggal.

“Ada apa mas?” tanya Irene.

“Ibu, m-meninggal,” jawab Eza dengan suaranya yang bergetar karena shock.

Irene mengerutkan keningnya. “Maksud kamu apa, mas? Ibu meninggal kenapa?”

“Rumah dirampok, dan ibu dibunuh sama perampok itu. Kata polisi rampok itu kayaknya dilakukan oleh remaja, karena ditemukan KTP salah satu perampok, kelahiran tahun dua ribuan.” Lalu, Eza terduduk di sofa dan memijat keningnya pelan.

“Inailahiwainailahirojiun,” ucap Irene. “Yang sabar ya, mas. Apa kita mau ke rumah sekarang? Supaya kita juga bisa mempersiapkan pemakaman ibu,” lanjutnya.

“Biar aku aja yang pulang, kamu jaga Lexa di sini gapapa?” jawab Eza dan dibalas anggukan kepala oleh Irene.

Setelah Eza meninggalkan rumah sakit, Irene mulai merasakan kantuk dan pada akhirnya tertidur. Hingga pagi hari tiba, Irene terbangun karena mendengar suara alarm dari ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, Alexa sudah bangun sejak pukul setengah enam pagi dan kini sedang memakan roti yang kemarin dibawa oleh Eza, ketika kembali ke rumah sakit bersama Irene. Alexa tersenyum seperti anak kecil, saat melihat Irene sudah terbangun.

“Pagi tante, liat deh ini rotinya enak banget. Tante mau?” tawar Alexa.

Irene menggelengkan kepalanya pelan, kemudian berucap, “Enggak, Lexa. Kamu aja ya yang makan, habis makan roti nanti makan nasi ya? Biar tante beliin mau ‘kan?” jawabnya dengan lembut.

“Mau, Lexa mau nasi padang boleh gak? Oh iya tan, nenek mana ya? Kok dari malam gak dateng? Biasanya nenek pagi-pagi gini udah dateng loh jenguk aku, tapi sekarang ke mana ya? Apa nenek masih sakit?” Alexa menatap Irene penuh tanya.

“E-eum nenek kamu ada kok di rumah, sabar ya nanti kamu pasti ketemu nenek kamu. Kan hari ini kata dokter kamu udah boleh pulang,” jawab Irene dengan sedikit terbata.

“Astaga, aku sampe lupa tan. Kemarin apa Erlangga dateng ke rumah sakit? Malam tan, soalnya aku mimpi dia masuk ke sebuah rumah gitu. Rumahnya besar banget tan, aku takut dia kenapa-kenapa,” terang Alexa.

“Loh? Ga ada tuh, malem cuma ada tante sama ayah kamu aja, dan ayah kamu pulang karena ada urusan katanya,” jawab Irene.

Alexa hanya manggut-manggut saja, rasanya tak sabar ingin segera pulang ke rumah dan menemui Gita. Alexa sudah sangat tak sabar ingin memeluk Gita. Sembari menunggu dokter datang memeriksa kondisi Alexa, Irene membereskan pakaian Alexa yang nantinya akan dibawa pulang. Sementara Alexa hanya berbaring, dan memakan makanan yang ada di meja sebab dokter belum mengijinkan Alexa untuk bermain ponsel ataupun menonton televisi.

Maafin tante ya, Lexa. Karena udah bohong sama kamu, tante gak tega kalo kamu tahu kabar kematian nenek kamu, batin Irene.















Tbc

Obsession Or Love [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang