[ 7 ] 💖

30.9K 1.8K 181
                                    

Agasta tak peduli apa yang dipikirkan adiknya Sean dan juga Azura yang terpenting dia sudah menyadari kesalahannya jikapun mereka tidak menerima keberadaan putrinya ia malah bersyukur setidaknya si mungil ini akan selalu berada di sisinya tanpa campur tangan siapapun.

Mungkin Agasta lupa ketiga putranyapun sudah tertarik pada makhluk kecil yang berada di pangkuannya saat ini.

Sebelum Sean sempat berucap mengeluarkan kata Agasta sudah menyuruhnya pergi dari Mansion Apa lagi setelah mendengar perkaatan kurang ajar dari Azura istri adiknya " bukankah dia terlihat mirip dengan Eilizabeth...."

"si pembunuh kecil?"tebaknya pada Agasta terlihat raut wajahnya yang tak suka begitupun dengan adiknya Sean.

Sebelum perkataan kejam lainnya keluar dari mulut itu, Agasta terlebih dulu mengusir mereka keluar ketika melihat raut wajah putrinya yang murung.

Si mungil mendongak menatap Ayahnya yang terlihat melamun" ya-yayah?" panggillnya ragu.

Agasta tersenyum mendengar panggilan lembut dari putrinya," kenapa sayang? Ingin sesuatu katakan jangan ragu Ayah akan memberikan apapun untuk baby" mencoba mengalihkan perhatian putrinya.

Tetap saja tidak mempan, si mungil tetap penasaran "namatu Anya, Anya.... ukan ci pembunuh kecil. Apa tu pembunuh? mengapa yayah, mbang cuka panggil Anya itu?"

Si mungil menunjuk dirinya sendiri " Anya ukan pembunuh, Anya adalah Anya" ucapnya polos pada sang Ayah.

Agasta terdiam seribu bahasa ketika netra coklat itu menatapnya penuh tanya dan bingung, pertanyaan polos yang keluar dari mulut putrinya membuat dirinya dilanda rasa bersalah kata kata itu akan selalu membayangi putrinya entah sampai kapan.

Si mungil mengerucutkan bibirnya, ketika Ayahnya diam" Yayah, bibi, Aman cemuanya celalu iam, Anyakan beltanya. api celalu ndak di jawab"

"cucah ya? Yayah ndak tau?" si mungil menuntut jawaban.

Agasta memilih menggendong putrinya di bandingkan menjawab ia memilih mengecup pipi bulat itu, sebelumnya ia sudah memandikan putrinya dan sekarang si mungil tengah menggunakan piayama bergambar kucing di hiasi bando berbentuk telinga hewan dan itu terlihat menggemaskan di matanya.

Tangan gempalnya menepuk wajah Ayahnya pelan" ain aja yuk, kejal kejalan. Anya jadi cinga besal"ucapnya melupakan pertanyaannya.

"mana ada singa bertumbuh mungil sepertimu baby" jawab Alaska.

Si mungil menoleh menatap bingung wajah Abangnya yang nampak memerah, menyadari tatapan si mungil pada wajahnya Alaska berkilah" Tadi Abang jatuh sayang sini minta di cup loh lukanya nanti cepat sembuh"

"lali lalian jatuh?"Alaska menatap Ayahnya sekilas menerima hukuman karena lalai menjaga adiknya.

Jangan tanya berapa pukulan yang harus ia terima tanpa melawan oleh bodygourd suruhan Ayahnya, hukaman ini termasuk ringan di keluarga Dirgantara.

Alaska menerima karena dirinya salah, meninipkan adiknya pada bocah itu liat saja hukuman yang menanti Teo, memang mulut anak itu tidak bisa di percaya begitu saja.

"iya jadi dari pada berlari lebih baik baby nonton film Marsha and Bear sama Abang" memperlihatkan ponselnya.

Bukannya si mungil yang menjawab melainkan Agasta" Kau masih dalam masa hukumanmu Alaska. jadikan ini sebagai pembelajaran untumu keluarga Dirgantara tidak akan pernah memberi kesempatan untuk kedua kalinya kau paham itu?" Alaska tak beranjak sedikitpun dari tempatnya.

"Aku tidak suka mengulang kalimat itu dua kali" menyuruh putranya untuk pergi dari ruangannya.

Alaska menatap Ayahnya dingin ini yang ia benci dari kelurganya terlalu otoriter bahkan pada keluarganya sendiri meskipun sudah menerima hukuman, hukuman yang lain tetap menunggu.

Family Possessive [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang