Dalam gemuruh yang menggetarkan Tokyo, ketika deru aksi demonstrasi kemarin masih terasa di udara, sebuah kabar merambat memecah hening.
Tim peneliti baru yang dibentuk oleh TLT-J, mengumumkan bahwa vaksin yang diuji coba pada Masaaki dan Takumi berhasil mematahkan belenggu mematikan dari virus HIV.
Namun, kesenangan atas keberhasilan ini terselip dalam bayang-bayang tragedi. Takumi, salah satu subjek uji coba, tidak hanya menjadi obyek keberhasilan ilmiah, melainkan juga korban dari konsekuensi tak terduga. Monster. Itulah yang menjadi akhir dari perjalanannya.
Para peneliti menggali dan menggali lagi, mencari jawaban di antara benang-benang rahasia yang terpilin rapat. Mereka meneliti setiap butir, setiap molekul, dalam upaya memecahkan misteri di balik transformasi mengerikan yang dialami oleh Takumi.
Namun, semakin dalam mereka menyelam, semakin kabur pula garis batas antara ilmu pengetahuan dan kejadian mengerikan itu.
"Dalam penelusuran yang telah dilakukan, kami tidak menemukan unsur senyawa dalam vaksin yang secara langsung dapat menyebabkan manusia berevolusi menjadi monster. Semua kandungan yang ada dalam vaksin dapat kami konfirmasikan aman untuk digunakan," ungkap seorang peneliti dalam konferensi pers yang dipenuhi oleh wartawan dan ilmuwan. Suaranya bergema di ruangan, mencoba menghadirkan jawaban di tengah kegelapan ketidakpastian.
"Dalam analisis kami, kemungkinan terbesar penyebabnya adalah vaksin tersebut berinteraksi dengan genetik subjek," lanjutnya, sorot matanya menembus ruangan. "Hal ini memicu reaksi berantai yang menghasilkan mutasi genetik luar biasa dalam tubuhnya."
Meskipun kata-kata itu menawarkan sedikit pencerahan, para pendengar masih terpaku dalam ketidakpastian. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa seorang manusia, dalam hitungan jam, berubah menjadi monster yang hanya ada dalam cerita-cerita horor?
"Mutasi genetik itu terjadi sebagai respons berlebihan akibat manipulasi genetik dari vaksin yang awalnya bertujuan untuk membentuk imun," sambung peneliti itu, mencoba mengurai benang merah dari kekacauan informasi yang ada.
"Ada gen-gen tertentu dalam DNA Takumi yang merespons secara tidak terduga, memicu reaksi yang tidak terduga pula. Secara ilmiah, ini tidak masuk akal. Namun, itulah kenyataannya."
Sebuah ketidakmungkinan ilmiah. Kejadian yang menantang batas-batas pengetahuan manusia. Suatu misteri yang terbentang di antara keberhasilan dan tragedi vaksinasi.
"Hal ini sesuai dengan laporan yang kami terima," lanjutnya, suaranya terdengar serak oleh tekanan yang menyelimuti ruangan.
"Salah satu subjek bernama Uzomaka Takumi mengalami reaksi alergi setelah tiga puluh jam ia menerima vaksin. Sensasi gatal melanda tubuhnya, diiringi oleh kemunculan benjolan-benjolan aneh yang menyerupai mata ikan, berkembang semakin parah hingga mengubah dirinya dalam bentuk lain yang mengerikan. Namun, dugaan kami ini tidak dapat dibuktikan, sebab ketika Uzomaka Takumi sudah kembali menjadi manusia, tubuhnya kembali utuh dalam keadaan yang sama seperti manusia biasa. Sampai saat ini, kami tidak menemukan adanya sisa dari kehidupan yang berlainan di dalam dirinya," ucapnya dengan nada serius, ditengah kilauan cahaya kamera.
Namun, di tengah semua kekacauan dan ketidakpastian, satu fakta tetap tidak tergoyahkan. Pertanyaan tentang batas-batas kemungkinan, tentang ketakutan akan hal yang sama terulang kembali pada Takumi, mengancam keselamatan setiap orang.
Profesor Nakata, satu-satunya yang tersisa dari tim peneliti vaksin HIV setelah tragedi pada Rumah Sakit Universitas Tokyo. Dia mengikuti konferensi pers itu, memberikan keterangan terperinci tentang proses pengembangan vaksin.
Mereka telah menguji coba vaksin ini pada kelelawar dan tikus, makhluk-makhluk yang menjadi subjek uji coba pertama dalam upaya besar ini. Teknologi mRNA membawa instruksi genetik langsung ke dalam sel otot hewan, memerintahkan mereka untuk memproduksi protein-protein kunci dari virus HIV, yaitu Env dan Gag.
Hasilnya adalah kedua hewan uji coba itu mampu mentolerir dosis-dosis yang mengguncangkan tanpa menunjukkan efek samping serius, hanya kehilangan nafsu makan sesaat.
Dari sinilah, lahir dua jenis vaksin yaitu Type-1 dengan dosis tinggi dan Type-2 dengan dosis yang sedikit lebih rendah. Kedua vaksin ini kemudian diuji coba ulang pada hewan uji coba, membawa harapan besar bagi manusia.
Hasilnya, Type-2 memiliki waktu proses pembentukan antibodi yang lebih panjang daripada Type-1, tetapi memiliki efek samping yang berakhir lebih cepat. Temuan ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang potensi vaksin-vaksin tersebut dalam memerangi virus yang mematikan ini.
Dorongan dari hasil uji coba itu membawa langkah berikutnya untuk dilakukan uji coba pada manusia. Pimpinan tim vaksin yaitu Profesor Sakura menjadikan Masaaki sebagai subjek untuk uji coba vaksin Type-1.
Sedangkan vaksin Type-2, diuji coba langsung kepada anaknya yaitu Takumi dengan alasan menyelamatkan hidupnya di tengah kondisinya yang terus memburuk akibat virus HIV.
Konferensi pers ditutup oleh Direktur TLT-J Yoshinori Maruoka. Di tengah berbagai spekulasi negatif yang menyerang reputasi TLT-J pasca tragedi teror Monster di rumah sakit, Maruoka dengan tegas menegaskan fakta dari balik tabir.
Dirinya menjelaskan bahwa keterlibatan Profesor Nakata, semata karena kedekatannya dengan Profesor Sakura. Keputusan untuk melibatkan Nakata adalah permintaan langsung dari Sakura sendiri, dalam upaya memperkuat tim penelitian.
Sejenak, ruangan itu hening.
Cahaya remang-remang menyelimuti ruang konferensi yang dipenuhi oleh para tokoh penting itu. Dengan kata-katanya yang meyakinkan, Maruoka memohon kepada masyarakat untuk memberikan kepercayaan sepenuhnya pada TLT dalam mengurai benang kusut misteri kasus ini.
Dengan wajah serius, Maruoka menatap setiap individu di ruangan itu. Maruoka memastikan bahwa saat ini, kedua subjek uji coba vaksin HIV berada dalam keadaan sehat dan normal. Tidak ada tanda-tanda akan berevolusi menjadi monster, seperti yang ditakuti oleh banyak orang.
"Tetapi jika suatu saat hal itu terjadi," ucapnya dengan tegas, "TLT-J tidak akan ragu untuk membunuh monster itu demi keamanan dan keselamatan masyarakat Jepang."
Namun, meskipun kata-katanya penuh keyakinan, kepercayaan terhadap TLT tampaknya jauh dari kata 'pulih'.
Di seluruh negeri, percakapan tentang kasus ini berkembang pesat seperti api yang menjalar di padang gurun. Mereka yang skeptis berseru bahwa investigasi harus dilakukan oleh tim independen yang tidak memiliki ikatan dengan TLT.
Kepercayaan publik pada TLT kian retak, hancur oleh tragedi kemanusiaan yang kelam itu. Tidak sedikit yang menuduh pemerintah bersikap bungkam, seolah-olah main mata dengan TLT dalam menutupi kebenaran.
Oknum-oknum masyarakat memperkaya narasi dengan teori konspirasi, merangkai pemerintah dan TLT dalam proyek eksperimen manusia yang tersembunyi di balik vaksin HIV.
Di bawah rembulan pucat yang menerangi langit Jepang, negeri itu menjadi seperti labirin yang penuh dengan rahasia dan intrik. Masa depannya tampak semakin tak pasti, dipenuhi oleh ketegangan dan ketakutan dalam pikiran setiap individu.
---
Terima kasih udah baca, vote, dan comment guys. Semoga kalian My Words, enjoy sama cerita ini. Kita bakalan ketemu lagi pekan depan di hari minggu! See ya in next chapter 🙋♂️
Salam
Si Gopal
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultraman Nexus: Beyond Destiny
Science FictionSpace Beast dipercayai telah punah. Namun, setelah vaksin diuji coba untuk menyelamatkan manusia pada dua orang subjek, tanpa disadari, salah satu dari mereka berevolusi menjadi monster. Sebuah entitas yang mengancam keselamatan manusia di seluruh...