"CIC! Do you copy?" Nami berusaha menghubungi Illustrator melalui alat komunikasinya, tetapi jawaban yang diharapkan sama sulitnya dengan menembus kerumunan pepohonan yang tak berujung.
"I repeat, do you copy?" desaknya lagi, namun keheningan semakin terabaikan. Keterbatasan komunikasi itu, membuat ekspresinya memuncak dalam kata-kata kasar yang terlontar begitu saja dari bibirnya. "Fuck!"
Dalam situasi terpojok, Michio menyadari bahwa peluang selamat ada di tangan mereka sendiri. Dia memandang tajam ke arah hutan di depan sana. "Dengarkan! Kamu harus memutari hutan lewat sana dan kembali ke Chroma Chester. Kemudian, tembaki para orang berengsek ini. Aku akan mengalihkan perhatian mereka agar kamu dapat berlari tanpa mereka lihat," ucapnya sepelan-pelannya.
***
Nami menelan ludah, matanya bergerak antara wajah Michio dan hutan yang gelap gulita di sekitarnya. Dia memiringkan kepala, mengerutkan alisnya, mencoba memahami konsekuensi dari tindakan yang diminta oleh Michio. "Kapten..." desisnya dengan suara yang hampir terhenti oleh getaran kekhawatiran. Matanya berkaca-kaca, mencerminkan ketakutan akan kemungkinan terburuk yang merayap di benaknya.
Michio merespon dengan memegang lengan Nami dan menatapnya. "Habisi mereka dengan Chroma Chester. Kemudian, temui aku di area 3 titik 337. Kita akan selamat. I give you my word," ucapnya penuh keyakinan, mencoba menularkan keberanian pada Nami yang ragu.
"Yokai. Wakarimashita," Nami menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri, dan mengangguk setuju, menerima tugas berat yang diberikan oleh Michio.
Namun...
Ketenangan mereka terputus begitu saja oleh seruan tajam. "Damn! Lihat siapa yang kutemukan. Ternyata mereka sedang berkencan disini," seru seorang pasukan misterius yang tiba-tiba muncul, menodongkan senjata ke arah Michio dan Nami.
Michio, dengan kecepatan yang melampaui mata, menepis senjata tersebut hingga terpental. Dia menangkap lengan pasukan misterius dengan gerakan yang cepat. Kemudian, Michio menarik badan pasukan misterius itu, mengunci leher dengan tangannya yang kuat.
Namun mereka sudah terkepung, Nami langsung ditarik dan didekap dengan senjata yang sudah menempel dikepalanya.
"Easy... Easy..." ucap seorang pasukan misterius lainnya yang bergerak seperti bayangan. Pasukan-pasukan itu muncul menggunakan jubah hitamnya, wajah mereka tertutup topeng putih, membawa senjata-senjata militer.
Angin bertiup menggelayuti hutan, menyisakan keributan daun-daun yang berbisik. Michio memandang tajam lawan-lawannya sambil menahan napas, otaknya berputar cepat mencari jalan keluar dari situasi yang semakin berbahaya. Sementara itu, Nami merasakan detak jantungnya berdebar kian cepat, setiap denyutnya seakan menggema di tengah ketegangan.
"Lepaskan Bos saya atau tadi jadi kencan terakhirmu, Wakil Kapten Night Riders, Michio Seiya," perintah seorang pasukan lainnya yang siap melepaskan tembakan kearah kepala Nami.
Meski dalam situasi terjepit, Nami tak kehilangan ketajamannya. Matanya yang sinis, menolak untuk mengalah. "Bodoh, kami sedang sembunyi dari kejaran kalian. Bukan sedang berkencan," jawabnya seolah menantang takdir yang sudah mengancamnya.
Tung! Sebuah pukulan keras dari senjata meluncur lurus menuju kepala Nami. Beruntunglah dia mengenakan helm, melindungi kepala dan meminimalisir dampak pukulan tersebut. Ngiiing..! Suara dentingan keras berdengung di telinganya, menciptakan getaran kecil yang merambat keseluruh tubuh.
"Hentikan," teriak Michio dengan penuh keteguhan, bola matanya membesar melihat kejadian tersebut. Dia segera melepaskan seseorang yang dikuncinya itu dan mendorongnya. "Lepaskan petugasku," perintahnya tegas dengan perasaan khawatir keadaan Nami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ultraman Nexus: Beyond Destiny
Ciencia FicciónSpace Beast dipercayai telah punah. Namun, setelah vaksin diuji coba untuk menyelamatkan manusia pada dua orang subjek, tanpa disadari, salah satu dari mereka berevolusi menjadi monster. Sebuah entitas yang mengancam keselamatan manusia di seluruh...