Bab 19 : Faktanya

10 1 0
                                    

"Alfan tanya sekali lagi. Ngapain Papa ke sini?"

"Maksud kamu apa, Alfan? Wajar kalo Papa jenguk istri Papa sendiri."

"Kemarin-kemarin ke mana, Pa? Waktu Mama koma Papa ke mana? Kenapa baru sekarang?!"

"Jangan kurang ajar, Alfan. Kamu tau akhir-akhir ini Papa sibuk."

"Iya. Sibuk ngurusin pelacur sama anak haram itu kan?"

PLAKK.

"ALFAN." Priska memekik khawatir. Tanpa mempedulikan infusnya, dirinya turun dari brankar dan menghampiri Alfan.

"Kamu apa-apaan, Mas?!" Priska kecewa. Baru kali ini ia melihat suaminya main tangan.

"Dia yang kurang ajar."

"Emang bener kan, Pa. Wanita itu pelacur. Buktinya dia bisa mempunyai anak dari Papa yang jelas-jelas sudah punya istri."

"JAGA UCAPAN KAMU, ALFAN!"

"Asal kamu tau, saya dan Mayang saling mencintai. Tidak seperti saya dan Mama kamu yang menikah karena terpaksa. Sekali lagi saya tegaskan, dia bukan pelacur. Mama kamu yang merebut Papa darinya."

Bagai disayat belati, perih rasanya ketika sang suami menyalahkan pernikahan yang sudah jelas terjadi. Bertahun-tahun menikah, baru kali ini David mengatakan kalimat penyesalan. Priska tahu pernikahannya terjadi atas dasar perjodohan. Namun tak sekalipun ia menyimpan kata menyesal dihatinya. Selama ini Priska sudah berusaha untuk mencintai suaminya dengan tulus.

"Cukup, Pa. Papa udah nyakitin hati Mama."

David menghembuskan nafasnya kasar. "Sudahlah, saya ke sini untuk memberitahu kalau pernikahan saya dan Mayang akan tetap dilaksanakan minggu depan. Ada dan tidak adanya persetujuan dari kalian, pernikahan ini akan tetap berjalan."

Setelah mengatakan kalimat menyakitkan itu, David keluar dari ruangan. Menyisakan Priska yang kini menangis di pelukan Alfan.

Arya dan Ardhi sedari tadi diam-diam menyaksikan. Mereka menatap iba kepada sepasang ibu dan anak itu. Sebagai sahabat, mereka turut merasakan sakitnya. Mengenal keluarga Alfan bukanlah waktu yang singkat. Mereka berdua menjadi saksi betapa cemaranya keluarga Ravindra dulu.

"Walaupun Mama terpaksa tapi Mama nggak pernah menyesal, Alfan."

"Faktanya, seiring berjalannya waktu Mama juga cinta sama Papa kamu."

Tubuh Priska bergetar, Alfan mengeratkan pelukannya. Anak mana yang tidak sakit jika melihat Ibunya menangis? Sebisa mungkin Alfan berusaha agar tetap baik-baik saja. Di depan Mamanya, dan untuk keluarganya.

"Alfan, Papa kamu gak akan pergi dari kita kan?" tanya Priska, melepaskan pelukannya.

Alfan tidak menjamin, namun ia harus tetap meyakinkan bahwa semuanya akan kembali membaik. Keluarganya tidak boleh hancur hanya karena masa lalu. Alfan tidak mau keadaan Priska memburuk nantinya.

Alfan menggeleng. "Papa gak akan pergi, Ma," ujarnya seraya menghapus sisa air mata di wajah Mamanya.

'Tapi Alfan gak yakin.'

"Apa Mama boleh egois? Sekali ini saja, Mama mau pernikahan itu tidak terjadi," suara Priska terdengar parau. Seperti tidak ada harapan lagi, namun hatinya masih memberontak tidak peduli.

Alfan bingung harus menjawab apa. Ia juga ingin pernikahan itu tidak terjadi, namun takut takdir berkata lain.

'Sampai hari itu tiba Alfan janji akan cegah Papa, Ma.'

"Mama istirahat, ya. Alfan temenin sampai tidur."

Alfan membantu Priska untuk kembali berbaring di tempat tidurnya. Wajah perempuan itu masih pucat, tenaganya pun belum pulih. Namun David begitu tega membiarkan perempuan itu kembali terluka. Fisik dan hati sama-sama sakit diwaktu bersamaan.

ALL ABOUT ALFANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang