Bab 3 : Hari Libur

32 13 2
                                    

Hari ini Jenna dan Karin akan mengisi waktu libur mereka dengan pergi ke Mall. Kata Karin, mereka harus menghabiskan hari Minggu ini berdua. Hitung-hitung melepas rindu selama tiga tahun tidak bertemu.

Mari kita jelaskan alur kehidupan mereka.

Jenna dan Karin adalah sahabat semasa SMP. Mereka berteman baik dan saling mengisi kekurangan satu sama lain. Kedua orang tua mereka merupakan rekan bisnis. Hubungan dua keluarga harmonis itu sudah seperti saudara.

Tapi tak lama saat mereka menginjakkan kaki di kelas 8, Jenna terpaksa berpindah rumah. Kedua orang tua Jenna memilih tempat tinggal di luar kota sehingga Jenna terpaksa pindah sekolah dan berpisah dengan Karin.

Semenjak itu, kedua belah keluarga tersebut saling sibuk. Sehingga mereka tak pernah lagi mengadakan pertemuan. Mungkin karena jarak yang cukup jauh juga. Sampai akhirnya takdir mempertemukan mereka kembali. Karena kedua orang tua Jenna dan Karin menjalin hubungan kerja sama lagi dalam bisnisnya. Mereka menyatukan dua sahabat itu lagi dengan menjadikannya serumah. Karena kedua orang tua mereka terpaksa harus tinggal di Jerman terkait pekerjaan.

Entah sampai kapan, mungkin terbilang akan cukup lama. Jenna dan Karin tak mempermasalahkan itu. Yang penting mereka bisa menghabiskan waktu bersama dan itu sudah cukup membuat keduanya senang.

"Jennai, baju yang pink bagus gak?"

Jenna melihat dress berwarna pink yang Karin pegang di tangan kanan. Lalu beralih menatap dress berwarna cokelat pekat yang berada ditangan kirinya.

"Masih bagus yang ini," Jenna menunjuk dress di tangan kiri Karin.

"Ih, jelas-jelas bagus yang pink. Warna cokelat terlalu tua buat gue yang masih muda."

Jenna melotot dengan penuturan Karin yang menurutnya tidak masuk akal. Apa hubungannya warna dengan umur?

"Seterah lo."

"Terserah, bukan seterah." koreksi Karin.

Sebenarnya Jenna tidak suka berbelanja. Ia hanya mengikuti ide Karin saja daripada harus suntuk di rumah.

Jenna menyaksikan bagaimana sahabatnya itu sibuk memilih baju, sepatu, lalu beralih ke tas. Di sini, ia hanya dijadikan sebagai troli berjalan. Jenna pasrah dan mengikuti Karin dari belakang. Begitu banyak benda-benda yang sahabatnya beli, sehingga Jenna kesusahan membawanya.

"Abis ini kita makan ya, Jennai. Sabar aja."

Kata-kata itu selalu terlontar ketika selesai membeli satu barang. Tapi nyatanya tidak pernah terpenuhi. Cewek feminim itu masih saja tergoda dengan benda-benda branded yang dilewatinya.

"Kalo abis ini belum juga selesai, gue banting barang-barang lo ini!" geram Jenna.

Karin menyengir, "iya, iya, Jennai ku sayang."

.
.

Alfan, Arya, dan Ardhi sedang mengadakan piknik kecil-kecilan di salah satu taman. Memang kekanakan idenya ini, tapi mereka suka.

"Apa gunanya cafe kita, kalo pemiliknya aja masih suka makan di sini ya?" pikir Arya.

"Cafe itu sumber penghasilan, bro. Kalo kita makan di cafe sama aja rugi kita," jawab Alfan asal.

"Gak gitu, goblok." timpal Ardhi.

"Tapi bener kata Alfan, Dhi. Orang lain aja bayar kalo makan di cafe kita. Masa kita nggak? Malu lah, mau ditaro mana muka kita."

Ardhi menepuk jidatnya. "Sama-sama goblok."

"Eh, Dhi. Gue liat kemarin mantan lo jalan sama cowok lain. Apa mungkin itu pacar barunya?" tanya Arya.

ALL ABOUT ALFANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang