Bab 18 : Bukan Siapa-siapa

7 1 0
                                    

Aooo, sapa dulu gak sih?
Mari tinggalkan jejak kalian sebelum lanjut membaca🙌

***

Jam pelajaran terakhir telah usai. Siswa-siswi SMARA mulai berhamburan ke seluruh penjuru sekolah. Ada yang langsung pulang menuju gerbang utama, ada juga yang menuju parkiran untuk mengambil kendaraan mereka. Tapi tak sedikit pula yang menyisihkan waktunya untuk kegiatan ekstrakurikuler sekolah.

"Jenn, gue mau pergi sama Atlas. Lo pulang sendiri nggak papa?"

Ya, sesuai dengan janjinya semalam. Karin harus pergi ke 'rumah' yang Atlas maksud. Sebentar lagi mungkin cowok itu akan sampai.

"Jangan pulang malem-malem," Jenna mengingatkan.

"Siap, Bu Bos."

Setelah selesai membereskan buku, Jenna berniat menyusul Karin yang sudah terlebih dahulu keluar. Namun urung ketika ia merasakan benda pipihnya bergetar.

Pulang sama gue.
Gue udah di depan.

Jenna meremat handphonenya. Apa-apaan cowok itu. Seharian tidak masuk sekolah dengan alasan izin. Lalu sekarang seenak jidatnya datang menjemput. Apa tidak malu?

Dengan langkah cepat Jenna langsung keluar kelas. Walau enggan, namun ia harus memastikan kalau ini cuma modus Alfan. Tidak mungkin cowok itu ke sekolah hanya untuk menjemputnya kan?

"Eh, si Jenna mau ke mana tuh?"

"Ikutin. Kita kan disuruh jagain dia."

"WOY LO BERDUA."

Arya dan Ardhi yang baru saja melangkah, kini harus membalikkan badannya.

"Apaan?" Tanya mereka berdua.

"Piket!"

"Gue udah ngapus papan tulis," jawab Ardhi.

"Gue udah angkatin bangku," Arya menambahi.

Bagas mengangguk-anggukan kepalanya. Dan tanpa aba-aba lagi, Arya dan Ardhi langsung melesat dari sana. Setelah merasa ada yang salah, Bagas pun membalikkan badannya untuk mengecek keadaan kelas.

Papan tulis memang sudah bersih, tapi kursi yang terangkat baru ada satu. Itupun kursi milik Arya. Si manusia yang katanya sudah piket.

"ARYA, BALIK LO!" teriak Bagas.

Di lain sisi, seorang cowok berjaket navy tengah menyandarkan tubuhnya di depan gerbang. Cowok itu memainkan kunci motornya santai seraya menunggu gadis kesayangannya keluar. Sambil sesekali tersenyum hangat pada siswa-siswi yang lewat menyapa.

Dari kejauhan ia melihat seseorang yang ditunggunya keluar. Dengan rambutnya yang terombang-ambing seiring cewek itu berjalan.

"Hai," sapanya.

Cewek itu enggan menjawab.

"Udah pulang kan? Ayo."

"Gak tau malu? Seharian gak sekolah, lo berani dateng buat jemput gue?" Jenna tak habis pikir. Alfan benar-benar menjemputnya.

Alfan menggeleng pelan. Ingin rasanya Jenna menjitak kepala cowok itu sampai sadar.

"Lo diliatin banyak orang, Alfan."

Alfan melihat sekitar, memang banyak orang melihatnya. Tapi itu sudah menjadi hal biasa baginya.

"Kenapa gue harus malu? Katanya, sekolah itu rumah kedua. Apalagi sekolah ini milik bokap gue. Jadi, gue bisa dateng kapanpun," dengan santai Alfan menjawab.

"Gue tau lo berkuasa di sekolah ini tapi–"

Jenna tak ingin dibicarakan banyak orang. Perihal dirinya yang dijemput Alfan mungkin beritanya akan tersebar kapanpun. Alfan itu bukan orang sembarangan. Marganya sudah dikenal banyak orang. Jenna hanya tidak ingin dicap sebagai cewek yang numpang famous hanya karena berdekatan dengan Alfan.

ALL ABOUT ALFANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang