My Team Leader Chapter 1

1K 11 0
                                    

“Kerjaan kita nambah? Sengaja ya Ketua Killer itu!” sahut salah satu pegawai wanita yang rambutnya dikuncir.

“Ngerti sih kita lagi ada proyek yang besar, tapi kenapa deadline-nya harus hari ini juga?” kali ini pegawai wanita berkacamata hitam bulat yang berbicara.

“Gimana menurut Bu Diana?”

“Hm? Ah menurut saya…”

Pernahkah kalian mendengar istilah “people pleaser”? Bisa dibilang Diana adalah salah satunya. Diana sering berusaha untuk selalu menyenangkan orang-orang di sekitarnya. Sedikit melelahkan, namun dengan ini ia dapat diterima oleh kelompok manapun. Ia suka memiliki banyak teman.

“…iya kejam banget! Pak Ketua nggak sadar ya kalo kita semua udah kewalahan ngurusin proyek ini, tiba-tiba kerjaan ditambah? Emang nggak ada belas kasihannya ya orang itu!” jawab Diana.

Kedua rekan kerja Diana tampak terdiam dan menundukkan kepalanya. Kenapa? Biasanya jika Diana mengikuti topik pertanyaan dengan antusias orang-orang akan menyukainya. Apakah ia ada salah kata?

“Ekhem…”

Ternyata alasan rekan kerja Diana terdiam bukanlah karena apa yang diucapkannya, tapi karena seseorang yang saat ini sedang berdiri di belakang Diana. Dengan perlahan Diana membalikkan badannya.

“Pak Victor…”

“Oh saya nggak punya belas kasihan ya? Kalo gitu ini ada kerjaan tambahan lagi khusus buat kamu Bu Diana,” ucap Victor dengan senyuman manis namun terkesan menyeramkan.

“Maaf pak, maksud saya bukan gitu,” jawab Diana mencoba menjelaskan dirinya.

“Harus selesai malem ini, jadi Bu Diana harus ikut lembur sama saya,” lanjut Victor kemudian lekas pergi.

Melihat pintu ditutup, Diana menghela napas. Kedua rekannya mendekat dan mengusap-usap pundak Diana. Mereka berdua merasa bersalah karena telah membuat rekannya terkena masalah.

“Bu Diana, maaf ya. Nggak tau kenapa tiba-tiba Pak Victor masuk ke ruang istirahat ini, padahal biasanya nggak pernah,” jelas yang berkacamata, Gina.

“Terus datengnya pas Bu Diana lagi ngomong, sekali lagi kami minta maaf ya, Bu,” lanjut yang berkuncir, Poppy.

“Iya Bu Gina, Bu Poppy. Saya nggak apa-apa kok, emang saya kurang beruntung ketauan sama orangnya. Hehe.”

“Wah Bu Diana baik banget! Huhu!”

Diana dipeluk oleh kedua rekan kerjanya itu. Saat ini ia tersenyum, tapi di dalam hatinya ia sedang memaki-maki ketuanya itu. Ya, fakta bahwa dirinya salah juga tidak ia abaikan, ia juga menyalahkan dirinya sendiri yang kurang hati-hati saat berbicara.

➛。⨯⁺₊ 💼 ‘ˎ˗

Jam sudah menunjukan pukul 8 malam, suasana kantor sudah mulai sepi tidak ada orang. Lampu sudah dipadamkan selain beberapa lampu yang sedang dipakai. Terdengar suara ketikan keyboard dari ruang Divisi Pemasaran. Di dalamnya, ada dua orang pegawai yang masih bekerja lembur.

“Masih banyak banget, capek, laper juga pengen makan,” gumam Diana di balik bilik kerjanya.

Diana melirik ke meja Ketua Divisinya. Laki-laki itu nampak telah melonggarkan dasinya dan juga membuka satu kancing kemejanya. Panas, memang udaranya panas karena AC telah dimatikan oleh petugas kebersihan.

15 menit terlewati dan Diana sangat membutuhkan istirahat. Cacing-cacing di perutnya sudah merengek untuk diberi makan. Tak lama, Diana mendengar ada seseorang yang memanggilnya.

“Bu Diana, ayo makan malam dulu.”

Victor telah bangkit dari duduk dan laki-laki itu membenarkan posisi kacamatanya. Tiba seorang pengantar makanan dan Victor pergi menghampirinya. Makanan diberikan dan dibayar. Setelah itu Victor kembali dan menginstruksikan Diana untuk duduk di sofa biru navy yang ada di ruangan mereka. Diana pun langsung menurut dan ikut duduk di sofa.

“Saya nggak tau Ibu suka apa nggak, tapi saya beli sushi,” ucap Victor sambil mengeluarkan makanan dari kemasannya.

Diana menelan ludahnya, ia sangat menyukai sushi, bukan, sushi adalah makanan favoritnya. Apalagi sushi itu berasal dari restoran Jepang yang terkenal dan mahal. Baru hanya sekali bagi Diana untuk pernah merasakan makanan dari restoran itu, hanya pada hari ulang tahunnya yang ke-25 dua tahun yang lalu.

“Wah Pak, saya jadi ngerepotin Pak Victor. Saya bisa beli keluar sendiri kok.”

“Nggak apa-apa, makan aja, saya juga beli banyak dan nggak bakal abis sendiri.”

Diana mengangguk. Tentu saja ia tidak ada niatan untuk menolak makanan favoritnya yang diberikan secara gratis. Perutnya juga sudah mulai berbunyi-bunyi minta diisi. Diana langsung mengambil sumpit dan memakan satu suapan. Sushi salmon, kesukaannya.

“Hmm salmonnya lembut banget!” pekiknya tanpa sadar.
 
Diana menutup mulutnya malu. Ia melirik ke arah ketuanya, laki-laki itu tampak tertawa kecil menunjukan kembali senyum manisnya yang kali ini tidak tampak menyeramkan. Bahkan, tampak semakin manis karena menampilkan lesung pipinya.

Setelah selesai makan mereka berberes dan kembali ke meja kerja masing-masing. Diana sedang berusaha keras untuk tidak menutup kedua kelopak matanya yang terasa sangat berat. Perut yang penuh selalu membuatnya mengantuk.

“Bu Diana? Bu!”

“Hm? Ah iya?”

Rupanya Diana tertidur. Wanita itu lekas duduk tegak dan menengok ke arah suara yang memanggilnya. Ia panik karena dirinya telah tertidur selama 1 jam setelah selesai makan. Diana takut dirinya akan dimarahi kembali oleh Victor.

“Bu, coba bantu saya cek dokumen ini,” perintah Victor.

Diana mengangguk dan berjalan menghampiri meja ketuanya. Wanita itu mendekatkan wajahnya ke layar komputer untuk melihat dokumen yang dimaksud. Sebuah dokumen tentang proyek yang sedang berjalan itu.

“Menurut Bu Diana gimana?”

“Hmm menurut saya kayaknya lebih baik kalo kita reach out dulu ke client-nya. Terus kita sesuaikan sama kemauan cli-“

Diana menengok. Wajah Victor terpampang di depan wajahnya, hanya berjarak sekitar 5 cm. Di balik kacamatanya yang tebal, rupanya Victor sangat tampan. Alisnya tebal, matanya tajam, juga bibir yang sexy membuat Diana menelan ludahnya.

Tanpa sadar dirinya terpaku melihat bibir milik laki-laki di depannya. Bibir itu membuatnya merasakan sesuatu. Namun tiba-tiba semua listrik mati, termasuk lampu yang menerangi. Karena terkejut, Diana kehilangan keseimbangannya dan terjatuh ke pelukan Victor membuat wajah mereka berdua semakin dekat.

Di kegelapan, tangan kanan Diana mendarat di dada bidang milik Victor sementara tangan kirinya mendarat di paha. Keras, menunjukan bahwa otot telah terbentuk pada tubuh Victor. Diana berpikir, kira-kira apa saja yang bisa ketuanya lakukan dengan menggunakan tubuhnya ini?
 

➛。⨯⁺₊ 💼 ‘ˎ˗

Tbc

FantasizesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang