Lights Off Chapter 2

369 6 0
                                    

"Kamu lagi pake apa?"

"Piyama biasa," jawab Chika masih dengan wajah merah.

"Ganti ke lingerie yang kamu punya, kalo bisa yang paling seduktif."

Menelan ludah. Chika pergi ke lemarinya untuk mengeluarkan sebuah pakaian tidur dengan bahan satin berwarna merah tua. Ia melirik bayangan dirinya sendiri di cermin. Rasa geli menggelitik di perutnya. Ia lalu kembali duduk di tempat tidurnya.

"Udah."

"Good girl. Karena aku cuma lagi pake handuk aja, sekarang kita seimbang."

Handuk? Chika menelan ludahnya. Ia membayangkan tubuh orang yang berada di ujung teleponnya. Mine bilang ia hobi berolahraga, pasti otot perutnya telah terbentuk. Chika membayangkan dirinya menyentuh perut berkotak itu dengan tangannya.

"Remes payudara kamu perlahan, jangan lupa pentilnya dielus juga."

Chika mengikuti perintah laki-laki itu. Jantungnya berdetak semakin cepat. Aktivitas ini mendebarkan, ditambah suara Mine yang agak berat dan lembut. Sangat membuat dirinya terangsang. Cairan mulai membasahi celana dalam Chika.

"Sekarang lepas celana dalam kamu, tapi jangan dipegang dulu princess-nya."

Lagi-lagi, sesuai perintah laki-laki itu, Chika menurut. Ia dengan perlahan melepasnya. Cairan lengket bisa ia lihat dengan jelas. Chika tersipu. Entah kenapa dirinya bisa sangat terangsang oleh orang asing di teleponnya itu.

"Udah dilepas?"

"...Iya."

"Hisap jari tengah dan jari manis kamu, bayangin kamu lagi ngisap punyaku."

Suara hisapan basah terdengar. Chika benar-benar menghisap jari-jarinya hingga sepenuhnya basah. Membayangkan dirinya sedang menghisap sebuah penis asli membuat alat vitalnya itu semakin hangat dan basah.

"Kamu bisa mulai ngelus, perlahan aja dulu. Aku juga ini mulai ngusap," suara desahan mulai terdengar dari speaker telepon.

Tidak ada lagi percakapan, keduanya hanya fokus terhadap kegiatan yang sedang dilakukan keduanya. Saling mendengar desahan satu sama lain membuat mereka semakin mendalami telepon seks itu. Mereka terus melakukannya hingga mencapai orgasme.

"That was fun, good night." (Tadi menyenangkan, selamat tidur.)

~ ݁. 🍓 ݁.⊹୨🍰୧ ⊹ . ݁🍓 . ݁~

Seperti biasa, sebelum dimulainya proses shooting film diperlukan adanya reading. Reading adalah kegiatan dimana para pemeran sebuah film membaca naskah sambil mempelajari karakter mereka. Chika bertemu dengan pemeran-pemeran lainnya dan berkenalan. Mereka terlihat sangat profesional meskipun sepantaran dengan dirinya.

Nina, yang memerankan Vania si pemeran utama film ini adalah orang yang sangat sopan, ia lebih tua setahun dari Chika. Mereka berdua disuruh untuk mendekatkan diri agar mereka berdua mendapatkan chemistry yang baik. Selain Lila, ada juga pemeran salah satu perundung yang nantinya akan jatuh cinta kepada perannya Chika. Laki-laki itu bernama Devan.

"Oh kamu baru mulai acting?"

"Iya Kak Nina, tolong ajarin aku yang banyak kekurangannya ini," jawab Chika dengan malu-malu.

"Kamu udah bagus kok! Kayak profesional."

"Eh Dev! Kamu percaya nggak si Chika masih pemula?" lanjut Nina memanggil Devan.

"Serius? Nggak keliatan!" jawab Devan menghampiri kedua gadis itu.

Devan, sungguh laki-laki yang mempesona. Kulitnya sawo matang dilengkapi senyum berkempot di kedua pipinya. Suaranya yang agak berat itu juga membuat jantung Chika sedikit berdebar saat ia dipanggilnya. Persis tipe Chika. Namun, orang ini akan sering bermain peran dengan Chika pada film ini, Chika harus bersikap profesional dan tidak jatuh hati.

"All talents, get ready!" (Semua talent, siap-siap!)

Begitu mendengar acting coach mereka memanggil, semua pemeran menyudahi waktu istirahat mereka dan melanjutkan reading mereka. Untung semuanya berakhir dengan lancar. Chika mendapatan firasat bahwa proses shooting akan berjalan lancar.

Dua minggu berlalu, hari ini adalah perekaman adegan pemeran utama memperkenalkan dirinya ke seluruh kelas. Adegan berlanjut dengan munculnya Chika sebagai teman pertamanya.

Saat jam istirahat siang tiba, tiba-tiba pemeran utama dipanggil ke belakang sekolah. Para perundung sudah tiba dan bersiap untuk menyakiti pemeran utama. Untungnya, Chika datang tepat waktu bersama seorang guru sebelum keadaan menjadi semakin parah.

Itulah awal mula perkenalan karakter yang Chika mainkan. Proses pengembangan chemistry berhasil dan sekarang ia dan Nina semakin dekat di kehidupan nyata. Chika juga semakin dekat dengan pemeran-pemeran yang lainnya. Sejauh ini, ia mensyukuri pilihannya untuk terjun ke dunia acting.

Apalagi Devan, seniornya di dunia ini. Laki-laki itu sangat baik dan perhatian padanya. Dengan penampilan yang sangat sesuai dengan tipe Chika, sangat sulit bagi gadis itu untuk menenangkan jantungnya saat berinteraksi dengan Devan. Chika terus berusaha untuk bersikap profesional pada senior yang dipasangkan dengannya itu.

Beberapa minggu berlalu, kini adegan dimana perkembangan hubungan karakter yang dimainkan Chika dan Devan mencapai puncaknya. Devan menyuduti Chika di dalam perpustakaan. Karakter yang dimainkan Devan mulai mengalihkan perhatiannya dari pemeran utama kepada Chika.

"Seberani apa lo ngelindungin Vania?"

"Gue berani aja demi temen gue!"

"Lo galak gini bukannya nakutin, malah imut tau?"

Adegan berikutnya adalah dimana Devan mendekatkan mulutnya ke telinga kanan Chika dan membisikkan kata-kata bahwa ia akan mulai merundung Chika alih-alih karakter yang dimainkan Nina, Vania. Saat Devan dengan pelan mendekat, tiba-tiba lampu mati.

"Devan, Chika, tahan dulu ada kesalahan teknis!" sahut sutradara.

"Jangan gerak ya!"

Canggung, sungguh situasi yang canggung. Berada di tempat minim pencahayaan, bersama Devan disudut ruangan. Dengan tangan kiri Devan memegang tembok persis dibelakang Chika, membuat jarak diantara mereka berdua sangat menipis.

"Seneng banget akhirnya kita bisa ketemu di real life," bisik Devan tiba-tiba.

"Maksudnya?" jawab Chika menahan tubuhnya yang merinding mendengar bisikan laki-laki di depannya itu.

"You can call me mine."

Sontak disaat itu juga Chika baru tersadar. Mine, adalah Devan! Suara beratnya yang baru saja menggelitik telinga Chika adalah suara yang sama dengan suara yang Chika sering dengar di telepon.

"Oke, siap ya, kita mulai lagi!" teriak sutradara setelah lampu kembali menyala.

"Chika? Kamu nggak apa-apa?" tanya sutradara yang melihat ekspresi terkejut Chika.

"N-nggak apa-apa Pak!"

Devan tertawa kecil sedangkan Chika masih dilanda malu dan sedikit salah tingkah. Chika, fokus! Waktunya kerja. Mari kita kesampingkan ucapan Devan untuk saat ini! Batinnya.

~ ݁. 🍓 ݁.⊹୨🍰୧ ⊹ . ݁🍓 . ݁~
Tbc

FantasizesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang