Next Door's Trouble Chapter 3

839 8 0
                                    

"Apa?"

Salah dengar? Apa emang benar apa yang baru dikatakan Varen? "Olahraga malam"? Selama ini pasti ia sengaja menunggu kesempatan untuk membahas kejadian memalukan itu lagi.

Grace sedang dalam kondisi tidak baik, ia capek. Hati kecilnya ini sudah tidak sanggup menahan semua perasaannya. Gadis itu menangis, akhirnya mengeluarkan kepedihan hati yang lama tertimbun.

"Eh? Maaf, gue nggak maksud bikin lo nangis."

"Kak, maaf banget sama kejadian waktu itu. Saya bener-bener minta maaf dan saya janji nggak bakal keulang lagi. Jadi, boleh nggak Kak Varen berhenti ganggu saya kayak gini?"

Tumpah, akhirnya Grace menumpahkan isi hatinya. Varen tampak panik dan merasa bersalah. Ia menepuk-nepuk pelan pundak gadis yang sedang menangis di depannya itu.

"Maaf, bukan gitu maksud gue. Gue cuma-"

"Maaf Kak, Kakak boleh keluar? Saya lagi nggak enak badan mau istirahat," potong Grace.

Sungguh, ia sedang berada di titik rendah dan hal terakhir yang ia mau lakukan adalah melihat wajah Varen. Laki-laki itu mengangguk tanpa mengatakan apa-apa dan langsung pergi meninggalkan Grace sesuai dengan apa yang ia pinta.

Gadis itu meringkuk di kasur dan tangisannya semakin deras. Bagus, ia telah mengatakannya, pasti Varen akan berhenti menganggunya kan? Pasti semua kegelisahan hati ini juga akan berhenti bukan? Grace menangis hingga akhirnya ia terlelap.

.・゜✧﹒☁﹒✧゜・.

Semenjak saat itu, Grace sama sekali sudah jarang melihat Varen. Bukannya mencari-cari, tapi dulu yang nampaknya sering terlihat sekarang telah menghilang. Bahkan, di asrama saja Grace tidak melihatnya. Padahal mereka tinggal bersebelahan.

Bagus, ini bagus bukan? Tapi kenapa Grace merasa sedikit bersalah? Apakah waktu itu ia terlalu keras kepada kakak tingkatnya itu? Tapi, bukan salah Grace kan jika dirinya muak dipermalukan?

"Grace kok sekarang Kak Varen jarang ketemu ya?" tanya Mika saat sedang istirahat di kantin fakultas.

"Hm? Iya nggak tau, kenapa ya?" Grace sedikit terkejut karena tiba-tiba Mika membahas laki-laki yang sedang ada di pikirannya.

"Kita ketemunya cuma pas ada kelas Pak Terry kan ya?" lanjut Mika.

Grace mengangguk, jujur ia hampir tidak menyadari bahwa ada Varen di kelas itu karena Grace selalu duduk di kursi depan dan Varen di belakang. Duduk di depan membuatnya lebih gampang berkonsentrasi dan juga bersemangat untuk belajar.

"Kangen nggak sih?" tanya Mika sambil memainkan sedotan di jus jeruk miliknya.

"Iy-"

Tunggu, kangen? Tidak, Grace bukan kangen. Ia hanya merasa sayang sudah lama tidak melihat wajah yang merupakan tipenya itu. Iya, merasa sayang. Grace telah meminta Varen untuk tidak menganggunya lagi dan itulah yang laki-laki itu sedang lakukan. Jadi, apa sih yang sebenarnya kau inginkan Grace?

Makanan dan minuman telah dihabiskan. Grace dan Mika beranjak dari kursi mereka untuk pergi ke kelas berikutnya. Kelas mereka berdua berbeda namun jamnya sama. Oleh karena itu Grace dan Mika memutuskan untuk makan siang bersama di kantin fakultas saat istirahat.

Setelah mereka berpamitan, Grace berjalan di lorong menuju kelas berikutnya. Grace berpikir, jadwal kelas Pak Terry ada di besok hari. Besok Grace akan mencoba untuk melirik ke bangku bagian belakang, ia hanya sekadar penasaran, bukan yang lain.

Keesokan harinya tiba, seperti biasa Grace datang pagi dan memilih bangku paling depan. Kedua matanya terpaku pada pintu. Bukan. Itu? Ah bukan juga. Satu persatu orang masuk tapi bukan orang yang Grace cari.

Sekarang seorang pria paruh baya yang masuk ke kelas. Pak Terry. Dosen telah masuk dan Varen belum terlihat. Apakah dia telat? Atau tak masuk? Jangan-jangan, sakit? Di mana dia?

Grace mulai khawatir, namun tiba-tiba ada satu laki-laki yang memasuki kelas. Varen, akhirnya dia datang. Grace menghembuskan napas lega. Akhirnya, laki-laki yang sedang menstabilkan napas, yang dahinya bercucuran keringat, dan baju yang sedikit basah itu datang.

"Varen, lagi-lagi kamu telat ya!" ucap Pak Terry dengan nada kecewa.

"Maaf pak, yang penting saya masuk kan? Hehe."

Pak Terry menghela napas dan mempersilakan Varen untuk duduk di bangkunya. Grace buntuti laki-laki itu dengan kedua matanya. Grace tersenyum puas, akhirnya rasa penasarannya sudah selesai. Tanpa sadar, pandangannya bertemu dengan Varen. Namun, laki-laki itu langsung memalingkan wajahnya.

.・゜✧﹒☁﹒✧゜・.

Beberapa hari setelah kelas Pak Terry, Grace berhasil menemukan Varen di kampus. Tapi, sekalinya ia coba mendekat Varen selalu langsung pergi dan kabur. Lama-lama ini membuat Grace sakit hati dan kesal. Iya memang benar Grace meminta Varen untuk tidak menganggunya, tapi bukan berarti dihindari total seperti ini!

Sebuah gerombolan laki-laki terlihat di parkiran motor, tentu saja ada Varen di antaranya. Grace menghampiri mereka. Beberapa laki-laki itu menyadari kedatangan gadis itu dan melambaikan tangannya.

"Halo kakak-kakak, maaf boleh pinjem Kak Varennya sebentar?" sahut gadis itu dengan senyuman manis dengan kempot di pipi kanannya.

"Widih Varen, kapan lo dapetin cewe secantik ini?" tanya salah satu teman Varen.

"Curang! Gue kira lo nemenin gue masih jomblo!" sahut temannya yang lain.

Suasana menjadi gaduh. Varen tampak panik dan ingin menolak. Sementara Grace hanya tertawa kecil. Kali ini Varen tak mungkin bisa kabur.

"Lo ikut gue sini," ajak Varen memberi perintah untuk mengikutinya.

Langsung Grace buntuti laki-laki itu. Mereka pergi ke sebuah lapangan, di samping lapangan itu ada gedung fakultas lain dan Varen berhenti di belakang gedung itu. Laki-laki itu membalikkan badannya dan memasang wajah dingin.

"Kenapa?"

"Ehm, halo Kak apa kabar?"

"Udah langsung aja ke intinya, nggak perlu basa-basi."

"Kak, saya cuma mau minta maaf," ucap Grace sambil memijat-mijat tangannya.

"Maaf?"

"Saya waktu itu terlalu keras sama Kak Varen. Maksud saya itu bukan buat Kakak ngejauh dari saya."

"Jadi?"

"Ehm, Kak, boleh nggak stop menghindar? Kalo ketemu juga, boleh nggak saling sapa?" ungkap Grace dengan wajah yang mulai memerah.

Hening. Varen tidak menjawab apa-apa. Malu, Grace malu. Jantungnya berdebar kencang. Rasanya seperti sedang menyatakan perasaan saja. Kesunyian ini juga menyiksanya. Wajah Grace yang sedari tadi tertunduk akhirnya mendongak untuk melihat lawan bicaranya.

Dahi Varen berkerut dan ia memijat-mijatnya. Laki-laki itu menghela napas dan bergumam sesuatu yang tidak bisa Grace dengar.

"...gue juga minta maaf. Sejujurnya, lo nggak perlu minta maaf. Gue yang sepenuhnya salah di sini," akhirnya Varen memutuskan keheningannya.

"Beberapa hari kalo lo...malem-malem itu...gue juga jadi ikutan. Ngebayangin lo yang cantik dan elegan, ngelakuin hal kayak gitu bikin gue..."

.・゜✧﹒☁﹒✧゜・.
Tbc

FantasizesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang