"Guys, gue mohon keluarin gue dari ruangan ini sekarang juga!"
"Berisik, diem ga. Lo beneran mau gue ewe?"
"Nggak mau! Lo nggak masalahin mereka ngunci kita berdua di sini emangnya?"
"The only thing that I care is shutting your mouth with my lips."
"Hmph!"
Benar saja. Nathan menghentikan celotehan Vania dengan sebuah ciuman. Ciuman pertama miliknya, ternyata diambil oleh Nathan? Vania tentu terkejut. Sangat. Ia mencoba memberontak dan mendorong Nathan.
"Sakit, nggak usah mukul bisa? Nikmatin aja."
"Nggak mau, nggak suka."
"Bohong, gue tau muka lo merah merona abis ngeliat gue sama Shelby. Gue bisa liat dari ekspresi wajah lo, kalo lo mau."
Sial. Kenal dengan Nathan selama masa SMA membuat dirinya gampang sekali terbaca oleh laki-laki di depannya itu. Memang benar, selama ia kembali dari toilet, Vania kerap memikirkan bibir Nathan yang tebal dan memerah. Seperti sangat menggoda untuk dicium.
"I know you so well, Vania."
Nathan kembali mendekat, ia meraih dagu Vania dan mengangkatnya ke atas. Kedua remaja itu saling bertatapan. Pengaruh alkohol dan ruangan kosong yang gelap. Suasana sangat mendukung. Kali ini, Nathan kembali mencium bibir gadis di depannya.
Rasa jeruk, batinnya. Vania sangat ingin mendorong dan menolak laki-laki di depannya. Tapi hati berkata lain. Ia sangat menginginkan ini, bahkan, ini saja tidak cukup. Vania ingin lebih.
Tangan Nathan mulai menjelajah. Mulai meremas buah kembar milik Vania. Vania mendesah, ia baru kali ini paham akan kenikmatan yang saat ini ia rasakan. Seluruh tubuhnya merinding, apalagi saat tangan Nathan mulai menyingkap rok hitam yang sedang ia pakai, dan mulai mengelus bagian privatnya.
"Ahh, Nathan. Jangan disitu."
"Enak kan, sayang?"
"Jangan manggil gue gitu!"
"Iya, Vaniaku."
Tangan semakin dipercepat. Vania semakin mendesah keenakan. Kedua kakinya bergetar dan mulai lemas. Area privatnya kini terus berkedut dan mengeluarkan cairan basah. Nathan tersenyum puas. Ia lalu mencium kembali bibir Vania.
Lega. Vania mencapai klimaks untuk pertama kalinya. Kedua kakinya akhirnya menyerah dan ia jatuh ke lantai. Nathan mendekat, lalu ia keluarkan penisnya yang sudah keras dari balik celananya.
"Giliran lo yang bikin gue enak. Lo tau kan harus apa? Emut."
Vania ragu. Tapi karena terbawa suasana, apalagi melihat kejantanan Nathan. Sungguh besar dan berurat. Vania mulai membuka mulutnya dan memasukkan penis itu ke mulutnya. Hangat dan begitu keras.
"Pinter. Sekarang, mainin lidah lo sambil maju mundurin."
Sesuai instruksi, Vania melakukannya. Susah, ini tidak mudah. Apalagi bagi Vania yang baru pertama kali. Nathan mendesah. Tiba-tiba, ia pegang kepala Vania dan menyodok penisnya semakin dalam. Nathan lalu memaju mundurkan pinggangnya sendiri. Vania dibuat kesulitan bernapas.
"Tahan Vaniaku. You look so pretty in the dark."
Nathan terus menggerakan pinggangnya, hingga keluar cairan putih lengket di dalam mulut Vania. Rasanya aneh. Sedikit pahit. Vania memandang netra Nathan.
"Telen. Lo nggak mau orang-orang ngeliat barang bukti kan?"
Vania menelan cairan yang ada di mulutnya. Aneh, ia merasa itu sedikit kotor. Nathan mengelus kepala Vania dan kembali mencium bibir gadis itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/334928685-288-k642861.jpg)