"Hati-hati di jalan!"
Saling melambaikan tangan, mengucapkan salam perpisahan. Vania kembali ke apartemennya dengan perasaan bahagia. Wajahnya merah dan jalannya sedikit linglung. Hans merupakan orang yang baik, Vania tidak menyangka dirinya akan terhibur seperti ini.
Ia melepaskan sepatu dan mantelnya, tiba-tiba suara dering telepon terdengar. Sebuah kontak bernama "Mama" muncul. Benar-benar, Vania terus diganggu oleh mamanya. Wanita itu duduk di tepi kasurnya, mencari posisi yang nyaman, baru setelah itu Vania mengangkat teleponnya.
"Vania! Gimana?" suara nyaring terdengar membuat Vania harus menjauhkan ponselnya dari telinga.
"Nggak gimana-gimana."
"Baik kan, anaknya? Gimana? Sekarang udah pacaran?"
"Ma, kan udah Vania bilang, Vania nggak tertarik Ma."
"Jalanin aja dulu, selama beberapa bulan aja."
Vania menghela napas. Percuma beragumen, mamanya Vania memiliki sifat keras kepala yang akhirnya diturunkan juga pada Vania. Untuk saat ini, Vania hanya akan mengalah karena ia sedang lelah.
Telepon dimatikan setelah berpamitan. Vania bergegas membersihkan diri lalu bersiap diri untuk tidur. Untungnya besok sudah hari libur, ia berencana untuk menghabiskan seluruh hari untuk dirinya sendiri.
Malam berlalu. Vania disambut oleh cahaya matahari yang masuk dari jendela apartemennya. Terganggu, Vania membalikkan tubuhnya ke arah berlawanan. Ia mencoba untuk kembali tidur, tapi tiba-tiba suara alarm bunyi dari ponselnya.
"Ah, berisik."
Vania bangkit dari tidurnya untuk mengecek ponselnya. Jam 07:00 pagi, ia biasanya bangun pagi untuk melakukan jogging saat hari libur. Tadi malam, ia lupa untuk mematikan alarmnya karena terlanjur tidur.
Kepala Vania berdenyut, merasakan pusing. Seluruh tubuhnya sakit. Hangover. Vania beranjak dari kasurnya untuk mengambil sebuah gelas berisi air putih.
"Sarapan apa ya? Males banget keluar."
Vania dengan malas mengambil jaketnya. Membawa ponsel dan dompet. Ia lalu berjalan menuju pintu apartemennya. Ia terkejut, di gagang pintu terdapat sebungkus bubur dengan sebuah pesan di atasnya.
"Kemarin malam saya liat Vania banyak minum. Ini ada bubur, dimakan ya. Oh iya saya dapet alamat kamu dari mama kamu, saya nggak stalking kamu atau gimana. Maaf kalo bikin Vania kaget." tertanda, Hans.
Sungguh lelaki yang manis, membuat Vania bertanya-tanya pada dirinya sendiri, akankah ia dapat membuka hatinya kali ini? Tapi, Vania terlalu takut untuk membuka hatinya untuk yang kedua kali. Ia takut untuk mempercayai laki-laki lagi.
Vania mengeluarkan satu mangkuk berwarna putih, tidak lupa juga ia siapkan satu sendok makan. Ia lanjut memindahkan bubur yang di dalam plastik ke dalam mangkuk tersebut. Wanita itu lalu duduk, kemudian ia masukkan satu suap bubur ke dalam mulutnya.
"Masih anget."
Perbuatan manis ini berhasil menyentuh hati Vania, membuat kedua matanya memerah dan mulai basah. Sudah lama ia tidak merasakan kasih sayang seperti ini, terakhir kali, itu adalah kenangan yang menyakitkan.
Suapan terakhir ia buat. Vania lanjut menaruh mangkuk kotor itu ke dalam wastafel, ia berniat untuk mencucinya di esok hari, untuk hari ini ia ingin bermalas-malasan. Tiba-tiba muncul dering telepon, sebuah kontak bernama Ketua muncul. Serius? Di hari Sabtu? Batin Vania.
"Halo, Bu? Ada apa ya?"
"Kamu dateng ya ke kantor dalam 1 jam, bisa?"
"H-hah, gimana Bu, maaf?"
"Ada proposal yang harus di-print malem ini, client-nya udah nunggu."
"K-kok sama saya ya, Bu? Bukannya itu tugas divisi perencanaan?"
"Kamu newbie nggak usah banyak protes. Susah banget bantuin doang?"
Sialan. Mulai menggunakan senioritas rupanya. Mentang-mentang ia karyawan baru ia diperlakukan seperti ini. Vania menghela napas, mencoba untuk mengatur amarahnya. Ia lanjut memasang senyum karirnya.
"Baik, Bu. Saya bisa kok!"
"Bagus, cepetan ya!"
Suara telepon dimatikan terdengar. Vania memijat keningnya yang masih sakit. Wanita itu sangat ingin untuk istirahat di rumahnya hari ini. Apalagi kondisinya yang masih buruk karena habis minum malam hari kemarin.
Vania lekas pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Ia mengenakan kemeja biru muda dengan rok hitam selututnya. Apa ini? Memakai pakaian kerja di hari Sabtu? Vania pun malas untuk berdandan. Ia hanya menyisir rambutnya dan memakai bedak wajah.
Sampai di kantor, ia langsung pergi ke ruangan kerjanya. Ketuanya sudah menunggu di dalam. Vania mengucapkan salam dan menundukkan kepalanya kepada Ketua. Vania disambut dengan senyuman lebar.
"Itu proposalnya udah saya kirim ke email. Kamu tinggal print tiga kali doang kok, nggak banyak," ucap Ketua sambil menepuk pundak Vania.
"Kalau gitu saya tinggal ya! Jangan lupa kamu ke Direktur dulu abis copy!"
Vania menampilkan senyum karirnya. Di dalam hatinya ia sangat memaki-maki ketuanya itu. Vania tahu bahwa berdasarkan rumor, ketuanya itu sering mengalihkan pekerjaannya kepada orang lain dan bahkan mengambil kreditnya. Sedangkan yang ia lakukan hanya bersantai saja di kantor.
Vania berjalan menuju bilik kerjanya. Ia nyatakan komputer dan langsung mengecek email-nya. Proposal Produk XXXX. Ia buka file tersebut. 109 halaman. Sementara dirinya harus membuat 3 kali kopian.
Vania terkejut, proposal apa ini yang berjumlah sebanyak itu? Tugas mudah memang, tapi itu terlalu banyak. Telah menjadi budak korporat, Vania tidak bisa banyak mengeluh. Ia pergi ke ruang lain untuk mencetak proposal yang disuruhnya.
1 halaman, 2 halaman, 3 halaman, ini sangat membosankan. Ia duduk sambil menunggu. 54 halaman, 55 halaman, baru setengah jalan. Vania memutuskan untuk menyeduh kopi instan di pantry.
Kopi panas telah dibuat, setelah ini ia harus memasukkan es batu supaya suhu kopinya dapat mendinginkan kepalanya. Ia seruput kopi tersebut, tidak terlalu manis, sempurna untuknya. Ia lalu berjalan kembali menuju ruang pencetakan.
"Vania?"
"Vania, you look so pretty in the dark."
Suara tidak asing memanggilnya dari belakang, memunculkan kembali memori lama. Suara seseorang yang wanita itu tidak ingin ingat. Seseorang, yang sempat membuat luka di hatinya dulu. Dengan perlahan, Vania membalikkan badannya.
Benar saja. Nathan. Laki-laki yang dulu pernah terlibat di masa lalu Vania. Kini sedang berdiri di depannya. Melihatnya memakai name tag yang dimasukkan ke kantung kemejanya, menandakan bahwa ia juga karyawan di kantor itu.
"...Apa kabar?"
༉‧₊˚🕯️🖤❀༉‧₊˚.
Tbc
Author's Note: gais kalian prefer aku inggrisnya di translate atau ga juga gak papa?
![](https://img.wattpad.com/cover/334928685-288-k642861.jpg)