Diana menyadarkan dirinya dan bangun. Ia meminta maaf kepada Victor karena telah terjatuh dan mendarat di atasnya, (juga karena telah memikirkan yang aneh-aneh). Ketuanya itu hanya mengangguk.
“Eh! Saya lupa belum save file-nya! Kerjaan saya juga belum selesai!” ucap Diana panik karena komputernya telah mati.
“Nggak apa-apa, file-nya udah otomatis di-save. Saya juga udah bantu selesain pekerjaan kamu. Jadi, beres-beres aja, kamu boleh pulang.”
“Eh, apa Pak? Pulang?”
“Iya, mau nginep disini?”
“Nggak, Pak!”
“Ya udah kamu pulang saya anter, udah jam 11 malem bahaya buat perempuan pulang sendiri,” ucap Victor sambil membereskan barangnya.
“Nggak usah ngerepotin Pak! Saya biasa pulang naik ojek online.”
“Kamu nggak denger berita-beritanya? Saya bilang bahaya.”
Diana tidak menyangka ada sisi manis dari ketuanya yang terkenal kejam itu. Ketuanya mengkhawatirkan dirinya, itu adalah sebuah hal yang baru dan tidak biasa. Hal itu, membuat kedua pipi Diana sedikit memerah karena tersipu.
“Lagian kalo kamu ada apa-apa nanti saya yang disalahin karena bikin kamu lembur.”
Tarik kembali perasaan tersipu itu Diana! Tentu saja Pak Victor yang killer itu hanya memikirkan dirinya sendiri, bukan Diana yang hanya sebuah bawahannya di kantor. Bisa-bisanya Diana merasa dirinya spesial dan berpikiran seperti itu. Diana sedikit malu.
Seperti biasa Diana tidak dapat menang dari kekeras kepalaan ketuanya itu dan selalu berakhir menurutinya. Mereka berdua menggunakan lift untuk turun ke basement gedung. Menemukan mobil Victor, dan masuk ke dalamnya. Sebuah mobil BMW berwarna hitam yang atapnya bisa dibuka, walaupun Diana tidak terlalu paham tentang mobil, tapi ia tahu bahwa mobil ketuanya itu sangatlah mahal.
Di dalam mobil malam itu canggung, kedua pekerja kantoran itu hanyalah diam selama perjalanan, tidak ada satu kata yang terucap. Diantar pulang oleh Victor terasa aneh bagi Diana. Ingin sekali Diana menyalakan radio mobil untuk mendengar lagu atau setidaknya berita untuk mengisi kesunyian yang mencekik itu.
Tiba-tiba hujan deras datang tak diundang. Untung apartemen Diana sudah dekat. Diana menyuruh Victor untuk berhenti di depan pintu gedung apartemennya. Setelah mengucapkan terima kasih, wanita itu langsung keluar dari mobil. Karena hujan yang tidak kecil, pakaian yang dipakai Diana langsung menjadi basah. Kemeja putih yang dikenakannya menampakkan apa yang ada di baliknya. Sebuah bra berwarna ungu berenda terpampang dengan jelas.
“Bu!” teriak Victor lalu keluar dari mobilnya.
Victor menghampiri Diana dan membuka jasnya lalu memakaikannya kepada bawahannya itu. Wanita itu tampak bingung akan perbuatan yang dilakukan Victor. Melihat wajah Victor yang tampak tersipu membuat Diana cepat menyadari kondisi pakaiannya yang basah dan menutupinya dengan jas yang diberikan Victor. Kini, keduanya tersipu malu.
“Bapak padahal nggak usah keluar juga, bajunya jadi basah.”
“Ekhem, maaf tapi saya mau kamu jaga-jaga aja. Bahaya.”
“Kalau gitu Bapak mau masuk ke apartemen saya dulu? Buat ngeringin baju! Saya punya dryer!”
“Nggak, saya pulang aja.”
“Nanti jok mobil Pak Victor basah!”
“Nggak apa-apa, bisa saya bersihin nantinya,” jawab Victor yang tetap bersikeras menolak ajakan Diana.
“…lagian nanti beneran bahaya,” gumam Victor.
“Apa Pak?”
“Nggak, saya duluan ya Bu, selamat malam.”
Lagi-lagi Victor menang dengan kekeras kepalaannya itu. Diana memperhatikan mobil BMW hitam pergi sampai sudah tidak terlihat lagi dari penglihatannya, ia lalu masuk ke apartemennya dan saat sudah di dalam ia melepas jas yang dipinjamkan ketuanya. Aroma air hujan bercampur dengan aroma parfum Jo Malone berwangi cedarwood tercium dari jas itu. Bau cedarwood yang khas, hanya satu orang di kantor yang memakai aroma itu.
Diana lekas melepas semua pakaiannya, mandi, dan berganti dengan pakaian tidurnya. Kemudian ia melakukan rutinitas malamnya dan tidak lupa mencuci pakaian yang terkena hujan tadi. Setelah semua urusan yang perlu dilakukan selesai, wanita itu berbaring di kasurnya dan menarik selimut. Hari ini sangat melelahkan, apalagi tingkah laku seseorang yang telah membuat mental dan fisiknya lelah hari ini. Diana pun langsung terlelap ke dunia mimpi.
➛。⨯⁺₊ 💼 ‘ˎ˗
“Yang bikin ini Pak Victor sama Bu Diana?” tanya Pak Henry, General Manager Pemasaran.
“Iya, Pak.”
“Bagus. Kalau begitu kalian berdua langsung aja datengin client besok di kantornya. Ketemu orangnya langsung dan jangan kecewain perusahaan kita.”
“Berdua aja, Pak?”
“Iya, kalian berdua kan yang bikin dokumen ini?”
Diana dan Victor saling bertatapan selama beberapa saat. Kemudian keduanya mengangguk, tanda menyetujui tugas baru yang baru diberikan kepada mereka. Mereka lalu dipersilahkan untuk keluar dari ruangan manager mereka dan kembali ke ruangan Divisi Pemasaran.
Keesokan harinya, Victor dan Diana berjanji untuk bertemu di depan gedung perusahaan pada pukul 08:00 pagi. Mereka berencana untuk berangkat pagi karena perjalanan untuk mencapai kantor client mereka memakan waktu sekitar 2 jam karena berbeda kota. Mereka telah membuat janji bertemu dengan client pada pukul 11 siang.
Mereka berdua pergi menggunakan mobil perusahaan. Membayar tol juga dengan kartu perusahaan. Diana tidak lupa untuk membeli sarapan di salah satu rest area saat perjalanan. Roti isi kacang merah dan juga kopi susu cukup baginya untuk memulai hari.
Meeting mereka berjalan dengan lancar. Victor memiliki kemampuan bicara yang sangat lihai. Caranya membujuk client juga patut diacungkan jempol. Diana di situ hanya diam dan tersenyum karena kebanyakan Victorlah yang meng-handle proses pertemuan itu.
“Untung lancar ya Pak, akhirnya kita bisa lanjut ke tahap berikutnya,” ucap Diana saat baru keluar dari pintu gedung.
“Iya, kerja bagus Bu Diana,” jawab Victor dengan senyuman yang membuat Diana sedikit terpukau.
Tiba-tiba suara perut terdengar. Rupanya perut Diana sudah kelaparan meminta makan. Diana menutup perutnya dengan tangan dan tersipu malu. Sialan, lagi-lagi mempermalukan dirinya sendiri di depan ketuanya, batin wanita itu.
“Mau makan di restoran depan?” ajak Victor sambil menahan tawa.
Diana mengangguk dan mereka berdua pergi ke sebuah restoran yang ada persis di seberang gedung yang baru mereka kunjungi. Karena sudah jam makan siang, restoran itu penuh oleh banyak pengunjung. Diana berhasil menemukan kursi dan mendudukinya, sementara Victor memesan untuk mereka berdua.
Satu carbonara pasta, satu aglio olio pasta, dan dua ice americano telah dipesan. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya pesanan mereka sudah jadi. Seorang pelayan datang dan mengantar pesanan ke meja. Karena sudah sangat lapar, Diana langsung menyantap makanannya.
Makan siang dimulai, selain itu, ada juga hujan deras yang baru dimulai. Musim hujan memang sedang berlangsung dan itu sangat menganggu aktivitas sehari-hari. Diana mengecek pada ponsel pintarnya, ramalan cuaca mengatakan bahwa hujan disertai badai akan berlanjut hingga pagi buta.
“Gimana ya Pak, kayaknya nggak mungkin buat nerjang badai.”
“Mau nggak mau kita harus nginep semalem dulu.”
“Kalo gitu saya bisa bantu reservasiin kamar ya Pak.”
Menggunakan ponselnya, Diana berselancar di internet untuk memesan kamar yang tersedia. Berbagai hotel ia hubungi namun sayang, karena libur akhir tahun sudah dekat ia tidak dapat menemukan dua kamar untuk dipesan. Semuanya penuh dan hanya tersisa satu kamar.
Akhirnya mereka memutuskan untuk tetap memesan. Mereka berdua pun pergi ke hotel yang dituju. Memarkirkan mobil dan pergi ke resepsionis lalu mengambil kunci kamar. Kamar mereka berada di lantai 7. Saat memasuki kamar mereka, Diana melihat hanya ada satu tempat tidur king size. Dirinya menjadi gugup dan menelan ludahnya.
➛。⨯⁺₊ 💼 ‘ˎ˗
Tbc