CHAPTER 4

430 53 1
                                    

"Kau akan pergi sekarang?" tanya Tin masih mengunyah ramyeon di mulutnya, tak ingin menelan sebab benar-benar tak menyukai rasanya. Yang tepatnya Tin tak bisa merasakan apa pun yang masuk ke dalam mulutnya sekarang. Yang ia tahu rasanya cukup kacau hingga membuatnya mual. 

"Ya, dan mungkin aku akan pulang agak larut malam ini, kau bisa memakan semua ramyeon di sana, dan untuk minum, kau bisa menungguku saat pulang kerja nanti. Kau bisa menahannya, 'kan?"

"Ya, aku akan menunggumu." 

Hanya menganguk, Pavel berjalan pergi. Namun, kembali menghentikan langkah kaki tepat di depan pintu, ketika merasa ada hal penting lainnya yang harus ia katakan kepada Tin. 

"Dan ingat," lanjutnya menggaruk alis dengan satu jarinya sebelum menunjuk ke arah Tin yang menatapnya dengan serius,"jangan ke mana-mana. Apa kau mengerti? Aku tidak ingin kau tersesat dan merepotkan orang lain lagi."

"Baiklah, kau sungguh cerewet," balas Tin masih menatap Pavel hingga bayangan pria itu menghilang dari balik pintu, bersamaan dengan mangkuk ramyeon yang langsung ia letakkan di atas meja makan.

Apa aku baru saja membuatnya kesal?

Tin mulai bertanya pada diri sendiri seperti kebiasaan yang sering ia lakukan. 

"Sejujurnya aku tak butuh ini, aku bahkan tak memerlukan makanan, kenapa kau begitu bekerja keras untuk memberiku makan." 

Tin mengeluarkan semua ramyeon yang sebagian masih utuh dari dalam mulutnya sebelum beranjak dan berjalan menuju kamar Pavel yang masih berantakan.

"Lihatlah, kau bahkan tak memiliki waktu untuk membersihkan semua kekacauan ini, kau terlalu sibuk dengan segala hal yang menguras tenaga dan pikiranmu."

Tanpa membuang waktu, Tin mulai membersihkan semuanya dengan telaten, hingga hanya dalam waktu beberapa menit saja, selimut, bantal, pakaian yang berserakan di atas lantai menjadi rapi. Begitu juga dengan buku-buku di atas tempat tidur, juga lantai yang bersih dari debu dan sisa camilan.

"Bukankah ini jauh lebih bagus?"

Tin tersenyum puas dengan hasil kerjanya, sebelum terlihat melangkah menuju sebuah cermin dan berdiri di sana. 

"Apa aku akan terus memakai tubuh ini? Mau sampai kapan? Aku bahkan mulai bosan sekarang," keluh Tin yang mulai terlihat bosan, ketika menatap tubuh dan wajah asing yang sesungguhnya bukan miliknya di dalam cermin. 

Yah, dia merindukan wajah aslinya ketimbang wajah tirus yang namanya bahkan tak ia ketahui. Dan yang lebih membuatnya terus bertanya-tanya sampai saat ini adalah, mengapa harus di pertemukan oleh Pavel. Sebab sekuat apa pun ia berpikir, pria itu memang tidak ada hubungannya dengan semua kehidupan yang pernah ia lalui, mereka tak saling kenal, bahkan usia Pavel jauh lebih mudah darinya. 

Namun, pada malam itu, secara tak terduga ia dengan tiba-tiba saja bisa mendengar isi pikiran seseorang. Seorang pria yang tengah duduk di sebuah kursi taman dalam keadaan mabuk dengan beberapa makian, umpatan juga keluhan, dan seseorang itu tak lain adalah Pavel Kaillien.

Awalnya Tin hendak mengabaikan hal tersebut. Namun, entah mengapa ketika melihat Pavel, ia tiba-tiba merasa jika gadis itu adalah seseorang yang tak biasa, terbukti jika hanya isi pikiran Pavel yang bisa ia dengar, semakin jelas mengingat bayangan hitam dengan belati di tangannya. Meski semua masih acak, tapi Tin yakin ia bisa mencari tahu semua kejadian itu lewat Pavel, kendatipun ia sendiri masih belum tahu cara untuk mengetahui semuanya. 

"Aku percaya dan yakin, jika hanya pria itu yang bisa membantuku." 

Yang Tin ingat dengan jelas pada malam kejadian itu adalah seseorang telah menancapkan belati tepat di tubuh dan mungkin mengenai jantungnya, dan bisa jadi ia salah korban penculikan dan pembunuhan dua belas tahun lalu yang terus bergentayangan untuk mencari pelaku pembunuhan atas dirinya. Meski ia masih belum yakin jika itu adalah kejadian yang sebenarnya.

"Aku rasa ini cukup. Aku jadi penasaran, pekerjaan apa yang di lakukan pria kutu buku itu?" Tin melangkah keluar, abaikan peringatan Pavel yang melarangnya untuk ke mana pun. "Aku tidak akan tersesat, karena tujuan utamaku memang harus berada di sampingmu." 

Dengan hoodie hitam, jeans dan sneakers, kaca mata gelap, topi juga masker mulut dengan warna senada untuk menutupi wajah pucatnya, Tin berjalan lintasi jalan besar Kota Chiang Mai yang terletak di utara Thailand yang di kenal sebagai 'Rose of the North' dengan keindahan alam pegunungan yang memukau. Semua keindahan itu membuat Tin tak berhenti mengagumi kota tesebut.

Beberapa menit berlalu, Tin terlihat berjalan memasuki sebuah kafe, dengan beberapa lembar dolar di sakunya guna untuk memesan secangkir kopi. Entah mengapa ia menjadi sangat penasaran dengan Pavel yang selalu meminum alkohol hingga mabuk, bahkan hampir tiap malam. Padahal sudah beberapa minggu berlalu saat mereka tinggal bersama. Namun, baru kali ini ia benar-benar ingin mengetahui aktifitas apa saja yang Pavel lakukan ketika sedang berada di luar rumah. Sedang jika di pikir lagi, usia Pavel masih sangat mudah, ia bahkan termasuk pria yang cerdas ber-IQ tinggi, juga seorang kutu buku yang selalu menghabiskan waktunya untuk membaca dan menulis di waktu luang. Pavel juga seorang yang tak banyak bicara jika sedang berada di lingkungan terbuka, bukankah tipikal seperti itu sangat menjauhi hal-hal buruk yang akan merusak dirinya sendiri. 

Namun, mengapa Pavel sangat berbeda, ia tak seperti orang-orang cerdas pada umumnya, bahkan Tin sempat terkejut hingga tak percaya, jika Pavel seorang yang cerdas bisa bertingkah konyol, bermulut kasar yang hobi mengumpat dan sangat banyak bicara saat di rumah, terlebih lagi ketika ia sedang mabuk.

"Lihatlah pria pemarah itu." 

Senyum tipis menghiasi wajah Tin saat melihat Pavel yang sedang melayani para pengunjung seorang diri. Meski demikian, pria itu tak terlihat lelah, bahkan selalu terlihat bersemangat meski tak pernah menujukan senyum dari wajah yang setengahnya tertutupi topi layaknya seorang pelayan pada umumnya. 

"Ternyata kau juga bisa bersikap seperti seorang pria normal ketika sedang bekerja, tapi bisakah kau tersenyum sedikit saja? Sepertinya kau tak pernah menyadari jika memiliki senyum yang manis." 

Karena menyukai pemandangan yang ia lihat saat ini, Tin akhirnya memutuskan untuk tinggal di cafe itu sedikit lebih lama hanya untuk mengamati Pavel dari kejauhan. Tak hanya melayani para pelanggan, Pavel juga terlihat mengangkat beberapa kantung sampah sekaligus. Tergopoh keluar kafe melewati pintu belakang, menyeberangi jalan untuk membuang beberapa sampah basah, kering, juga plastik. Dan Tin bisa melihat itu, sempat beranjak dari duduknya hendak membantu Pavel, jika saja ia lekas teringat jika sedang bersembunyi dari pria itu sekarang.  

"Aku juga tak pernah tahu jika kau bisa sekuat itu."

Tin diam-diam mulai mengagumi Pavel yang menurutnya adalah seorang pekerja keras. Hingga di pukul 22:00 malam, Pavel terlihat keluar dari kafe, berjalan seperti biasa usai berbicara dengan sang pemilik kafe sambil menjinjing sesuatu di tangannya, melintasi trotoar jalan dengan satu buku bacaan di tangannya, melewati halte bus dan terus berjalan hingga berakhir di sebuah taman tepat di mana ia bertemu pria itu untuk yang pertama kalinya.

"Apa lagi yang akan kau lakukan? Bukankah waktunya pulang?"

Tin yang masih mengikuti langkah Pavel dari belakang.

---

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang