CHAPTER 41

426 58 11
                                    

Sehari setelah kejadian penembakan hingga mengakibatkan tewasnya Kayne dan Tin yang kembali koma membuat hari Pavel berubah gelap dan berat, merasa jika dunianya ikut berhenti saat itu juga, sebab menyaksikan dua orang yang di sayangi menjadi korban dari Kayne.

Tin yang kembali terbaring di rumah sakit akibat luka tembak yang menembus dada, dan tuan Caillen yang sejak kejadian penembakan itu nyaris tak terlihat lagi, sebab terus mengurung diri di dalam kamarnya, oleh rasa bersalah karena sudah menghilangkan nyawa Kayne.

Tuan Caillen tak berbicara kepada siapa pun, tidak makan dan tidur, benar-benar tidak melakukan apa pun selain berbaring di atas tempat tidurnya dengan tatapan kosong dan abaikan semua orang di sekitarnya. Bahkan sejak kejadian itu, Pavel terus menangis. Dilema karena harus menjaga Tin di rumah sakit, atau tetap berada di mansion untuk membujuk sang ayah yang tak pernah terlihat keluar kamar lagi sejak sejak Kayne di nyatakan meninggal dunia.

"Aranka, lihatlah apa yang sudah aku lakukan, aku tak bermaksud untuk membunuh putra Sovanna, aku hanya ingin melindungi putra kita, apa aku salah karena hal itu?" Tuan Caillen terus menatap wajah istrinya yang saat ini sedang duduk di pinggiran tempat tidur mereka. Sungguh terlihat cantik seperti biasa, hingga membuat tuan Caillen merasa sesak napas, sebab tak kuasa menahan rasa rindu kepada wanita itu.

Aranka mengusap lembut dahi suaminya "Tampaknya suamiku sangat lelah sekarang."

Air mata tuan Caillen kembali menetes begitu saja. "Ya. Aku sungguh lelah, hingga rasanya ingin tidur pulas sebentar saja. Aku bahkan nyaris tak pernah tidur nyeyak sejak kepergianmu. Aku menjalani hari-hari yang cukup sulit, hingga terkadangan ingin menyerah saja. Namun, aku tak bisa karena putra kita."

"Maafkan aku, Caillen. Sepertinya aku sudah membuatmu kesulitan selama ini," balas Aranka mengulurkan tangan ke arah tuan Caillen.

"Aku kesulitan karena sangat merindukanmu, kapan semua ini akan berakhir Aranka? Aku merasa sangat sakit sekarang, melihat putra kita yang terus bersedih, sungguh membuatku sakit," balas tuan Caillen masih menitikkan air mata.

"Berbaringlah di sini," ucap Aranka kembali tersenyum saat tuan Caillen berbaring di atas pangkuannya, memeluk erat solah tak ingin melepaskannya lagi.

"Apa kau merasa bahagia di sana?"

"Ya, di sana sangat indah. Namun, aku tak merasakan kehidupan yang sempurna," balas Aranka tampak muram.

"Apa yang membuatnya muram? Bukankah seharusnya kau berbahagia karena sudah berada di tempat yang indah?"

"Aku merindukanmu, Vale dan Pavel."

Tuan Caillen mempererat pelukannya, semakin larut dalam imajinasi, merasa jika wanita itu nyata sedang bersamanya. Ia bahkan bisa menghirup aroma jasmine milik mendiang istrinya, juga merasakan sentuhan lembut yang dulu selalu ia dapatkan. Mengharapkan waktu lekas berlalu, sebab tuan Caiilen merasa sudah tak mampu lagi melepaskan pelukan istrinya saat ini.

"Aku lelah ... bisakah aku bersamamu sekarang?"

"Aku sungguh menantikanmu, tapi bagaimana dengan putra kita?"

"Kita akan mengiriminya seorang malaikat pelindung yang akan hidup bersama," balas tuan Caillen terus menitikan air mata.

"Sayang ...."

"Aku sungguh lelah, Aranka. Aku mohon, bawah aku bersamamu." Tuan Caillen terus meminta sambil mempererat pelukannya.

Sedang di tempat yang berbeda, tepatnya di depan sebuah ruang ICU, terlihat Pavel yang masih duduk dengan kedua mata sembab, sesegukan dan kondisi yang sangat berantakan. Baju yang di kenakan pun masih di penuhi darah milik Tin yang sudah mengering. Dan di sampingnya, terlihat Hayden yang juga sejak kemarin menemaninya, tak beranjak ke mana pun. Tak berbicara ataupun berusaha membujuk Pavel untuk makan, beristirahat, ataupun mengganti bajunya yang di penuhi noda darah, sebab ia sudah melakukannya sekali dan sedikit pun Pavel tak mendengarkan bahkan mengabaikannya, hingga Hayden tahu jika Pavel akan melakukannya jika pria itu sudah merasa jauh lebih baik.

Guardian AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang