"Nyonya Aranka dan Nona Caroline meninggal dengan cara yang sama."
Tuan Caillen terlihat berpikir dengan ingatan yang kembali pada kejadian beberapa tahun lalu di mana ia melihat tubuh istrinya tergeletak di dalam ruangan bawah tanah rumahnya yang sudah tak bernyawa dengan kondisi mengenaskan. Meski itu sangat menyakitkan untuk ia kenang kembali.
"Mereka menenggak racun. Namun, terdapat luka memar di beberapa bagian tubuh, seolah mereka baru saja mendapatkan penyiksaan lain sebelum meminum racun."
Tuan Caillen pun sudah curiga dari awal, sejak kematiaan Aranka pun ia sudah curiga jika istrinya tak mungkin bunuh diri, mengingat mereka memiliki Valerie dan Pavel yang harus dibesarkan. Namun, karena tak ingin melakukan autopsi, dengan alasan tak ingin Aranka merasakan sakit lagi untuk yang kesekian kalinya, ia hanya bisa menyimpan kecurigaan itu seorang diri sambil menikmati rasa sakit yang seolah sedang menyiksanya secara perlahan.
"Mungkin kau harus menyelidikinya kali ini, Chan. Termasuk kasus meninggalnya putriku Valerie."
"Baiklah."
Hening. Tak ada obrolan lagi di sana, hingga beberapa menit berlalu.
"Apa semua akan benar-benar pergi meninggalkanku?" tanya tuan Caillen mendadak cemas.
"Tuan, Anda baik-baik saja?"
"Entahlah, mengapa aku semakin gelisah, semua yang terjadi terasa janggal bagiku, lekas temukan putraku. Aku akan membawanya pergi bersamaku. Aku sudah tak ingin kehilangan siapa pun lagi," balas tuan Caillen memejam kuat dengan firasat buruknya.
"Baik." Chan melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.
Sedang di tempat yang berbeda, terlihat Pavel yang tengah duduk ketakutan di sana. Masih berusaha menenangkan perasaannya sendiri, dengan Tin yang setia duduk di saping sambil menggenggam tangannya erat.
"Tin!" panggil Pavel dengan suara yang terdengar serak, pecahkan heningnya ruangan tersebut.
"Aku di sini, Pew."
"Terima kasih."
"Untuk apa?"
"Sudah berusaha meredakan katakutanku. Entah, apa yang akan terjadi denganku jika saja kau tak di sampingku dan memelukku saat ini," balas Pavel masih menunduk sambil memejam kuat, terus mencoba untuk menghilangkan bayangan Caroline yang benar-benar menghantuinya saat ini.
"Sudah aku katakan, aku akan selalu menemanimu, dan memelukmu jika kau merasa ketakutan."
Hati Pavel kembali teriris perih. "Lalu, apa jadinya diriku tanpamu, Tin?"
Air mata Pavel seketika menitik dengan kepala yang masih tertunduk, sebab merasa jika ia tak memiliki kekuatan untuk menatap pria di sampingnya yang saat ini masih menatapnya penuh kekhawatiran. Bakan semakin pria itu menyeka air matanya, ia masih tak bisa berhenti menangis.
"Pew, aku akan selalu berada di sampingmu," ucap Tin lembut sebelum menarik tubuh Pavel untuk di bawah ke dalam pelukannya.
"Aku takut," gumam Pavel di dalam pelukan Tin.
Suaranya bergetar menahan tangis. Namun, sekuat apa pun ia menahannya, ia tetap tak bisa melakukannya hingga akhirnya ia kembali menangis ketika merasakan punggungnya yang tengah di usap lembut oleh Tin yang masih berusaha menenangkannya. Mungkin ia akan menjadi gila jika Tin tak di sampingnya saat ini. Pikiran itu terus datang setiap saat ketika ia sedang menangis.
"Tak ada yang perlu kau takutkan, aku masih di sini untukmu, aku tidak akan meninggalkanmu."
Bisakah kau berjanji untuk itu, Tin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardian Angel
RomanceGuardian Angel, menceritakan tentang seorang pria yang terjebak di dalam tubuh orang lain selama bertahun-tahun dan menghabiskan sisa waktunya untuk mencari tubuhnya sendiri. Hingga pada satu waktu saat ia dengan tidak sengaja menemukan seseorang y...