SEKARJANI 15 : WISUDA

0 0 0
                                    

3 bulan kemudian....

Semua mahasiswa universitas internasional Jakarta berkumpul di aula kampus yang sangat luas itu. Mereka menanti pengumuman kelulusan dengan busana unik khas Indonesia, kebaya.

Sekar menggelung rambutnya ke atas dengan gelung simpel modern. Tubuhnya dibalut kebaya brokat shantili terbaik berwarna peach serta batik custom yang dipesan ibunya semenjak satu bulan yang lalu. Riasan wajah senada kebaya gadis itu pun sangat cocok menempel di wajah gadis itu.

Sekar terkekeh ketika sadar kalau keluarganya sangat heboh dengan kelulusannya. Mereka paling antusias menyiapkan segala tetek bengek printilan untuk sarimbit sekeluarga. Ibunya bahkan berkali-kali memperingatkannya untuk diet agar kebaya yang mereka pesankan khusus untuknya pas digunakan.

"Jangan makan ayam goreng!" peringat ibunya.

"Jangan makan donat."

"Jangan minum minuman manis yang pake Boba itu loh, nduk."

Sekar terkekeh lalu menggelengkan kepalanya. Ibunya belakangan ini menjadi manusia paling cerewet di rumahnya.

Kini tiba saat Sekar dipanggil untuk maju ke depan.

"Sekar Widyatama."

Sekar melangkah dengan anggun. Gadis itu bersalaman dengan para dosen yang berjajar di sana menyerahkan plakat serta memindahkan gantungan Yang ada pada topinya. 

Setalah selesai. Gadis itu menghampiri keluarganya. Ada ayah, ibu, Mas Tama, Mas Septa, serta kedua iparnya. Tidak lupa si kecil saga. Mereka kompak memakai pakaian serasi hari ini. Meski ini sangat lebay melihat teman-temannya hanya membawa kedua orang tuanya. Tapi ... beginilah menjadi bagian dari keluarga cemara. Kasih sayang melimpah bahkan dari ipar sekalipun. Jika ditanya apa yang paling disyukuri dari keluarga ini. Maka jawabannya adalah keluarga mereka tidak pernah bertengkar untuk memperebutkan harta. Mereka saling mengasihi satu sama lain.

"Nduk, selamat." Sekar berlarian lalu mendekap hangat ibunya. Lalu beralih kepada bapaknya. Tidak lupa Tama dan Septa yang mendekat ke arah mereka.

"Selamat adekku," Sekar kewalahan. Mendapati bunga dari kedua orang tuanya, Bella, dan Nisa. Gadis itu memegang ketiga buket itu dengan kesusahan.

"Ayo pulang. Sekar gerah."

"Ayo foto dulu." ucap Niar lalu memanggil fotografer yang disewanya hari ini. Mereka berfoto di depan gedung lalu bergegas menuju mobil.

Ponsel Sekar berdering, gadis itu tersenyum mendapati nama Jani ada di sana. Dia mengurungkan niatnya untuk masuk mobil.

"Halo."

"Congrats, sayang." sejak mereka bertunangan, Jani memanggilnya begitu. Meski sudah sering Jani memanggil dengan panggilan itu, tapi jantungnya masih saja bergemuruh.

"Makasih. Sayang banget mas Jani gak dateng. Mas Jani gak lihat keluarga aku yang hebohnya udah kaya mau hajatan."

"Siapa bilang aku gak dateng?" Jani menepuk pundak Sekar, gadis itu menoleh dan menemukan pria itu di sana. Memakai pakaian yang sama dengan keluarganya.

"Mas Jani!" pekik Sekar girang. Sekar memeluk Jani erat, Jani juga memeluk gadis itu lalu membubuhkan kecupan di rambutnya.

"Ck! Mau ikut kita apa enggak dek!" suara Septa menginterupsi. Sekar lupa kalau di sana ada keluarga mereka ya g menanti. Mereka tersenyum menggoda keduanya yang kini sama-sama bersemu.

"Sekar sama aku, Tante. Om." ucap Jani menatap kedua orang tua Sekar. Keduanya mengangguk.

"Yang nanya gue, Jani." protes Septa.

SEKARJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang