SEKARJANI 18 : Try Hard

0 0 0
                                    

Flashback.

"Catur, aku mau ngomong sesuatu sama kamu." ucap Sekar dengan nada ceria. Gadis itu sangat antusias untuk anniversary mereka yang pertama. Catur adalah pacarnya di SMA.

"Aku juga mau ngomong sesuatu sama kamu," Sekar mengangguk. Rambut pendek sebahu-nya turut bergoyang seiring dengan anggukan gadis itu.

"Kamu dulu," Sekar dengan kebucinannya. Dia selalu memprioritaskan Catur di atas segalanya. Bahkan permintaan laki-laki itu untuk menemani Alina sepulang sekolah. Alina adalah sahabat Sekar. Mereka bertiga bersama sejak masa orientasi pada awal sekolah menengah.

"Sekar, aku tau ini egois. Tapi—"

"Kamu boleh egois kok!" ucap Sekar dengan yakin. Gadis polos itu bahkan membiarkan Catur melakukan apa saja keinginannya.

"Aku mau kita putus. Aku rasa aku lebih menyukai Alina daripada kamu. Sorry, Sekar. Tapi aku gak bisa nahan perasaan aku buat Alina." ucap Catur meraih pergelangan tangan Sekar.

Gadis itu mematung, kalimat yang barusan dilontarkan catur bagaikan belati yang dilemparkan tepat berada di jantungnya.

"Alina?"

"Iya, Alina. Sahabat kita."

"Kenapa Alina?" air mata mulai berebut untuk keluar dari peraduannya. Sekar menangis tanpa suara. Hanya air mata yang terlihat di sana.

"Maaf Sekar. Tapi Alina berharga buat aku."

"So, gue gak ada harganya buat Lo?" tanya Sekar yang mengganti panggilan secara otomatis setelah dia tahu dirinya tengah merasakan sakit hati, kecewa, dan rusaknya kepercayaan gadis itu secara bersamaan.

"Gue pikir kalian berdua orang yang paling bisa gue percaya. Gue pikir elo bakalan sama gue apapun yang terjadi, tur!" kesal Sekar. Gadis itu meluapkan emosinya.

Sekar beranjak dari sana, meninggalkan Catur yang menunduk dalam. Sebelum jauh, gadis itu menghampiri tempat sampah yang ada di ujung belokan koridor kelas. Membuka tasnya, mengambil sebuah kotak hadiah dan membuangnya tanpa ragu. Kini dia tahu rasanya dikhianati kekasih, dan sahabat secara bersamaan. Sakit. Tapi di sisi lain dia ingin sahabatnya bahagia. Maka untuk kali ini dia tidak mau egois. Memilih menjauhi keduanya demi kewarasan.

Flashback off.

***

Yuri tersenyum ke arah dimana klien ayahnya yang datang ternyata adalah Jani. Gadis itu semakin antusias mendampingi ayahnya. Liam, yang menatap putrinya salah tingkah langsung bisa membaca keadaan. Putrinya menyukai kliennya.

"Halo, pak Jani. Silakan duduk." ucap Liam menyambut Jani. Keduanya berjabat tangan.

Jani mengangguk singkat. Menatap lawan bicaranya dengan tatapan tegas. Jani menyadari keberadaan Yuri bersama Kliennya itu. Dia jelas tahu siapa orang di depannya. Liam Sutomo. Pemilik perusahaan yang bergerak di bidang furniture. Jani mengajaknya bekerja sama untuk perusahaan properti milik pamannya.

"Perkenalkan, ini sekretaris sekaligus putri tunggal saya. Yuri Anne Sutomo."

"Jani." ucap Jani.

"Yuri." Gadis itu menatap Jani tanpa berkedip. Tatapannya yang seolah menginginkan Jani membuat pria itu merinding. Yuri memang agak gila.

Jani menjabat tangan Yuri profesional
Keduanya bertukar dokumen untuk mempelajari. Menanyakan beberapa poin yang kurang pas lalu mulai menandatanganinya.

"Saya rasa kesepakatan ini bisa jadi awal yang baik untuk kedua perusahaan." Jani mengangguk.

"Pak Liam, saya harus kembali secepatnya. Pak Pramodya pasti menunggu laporan saya." Pramodya adalah nama pamannya Jani.

"Kenapa buru-buru sekali, padahal saya berencana ingin memperkenalkan putri saya kepada Anda. Kalian sepertinya seumuran."

Jani menatap Yuri tajam. "Mohon maaf, saya ada janji makan siang dengan tunangan saya setelah laporan ini." ucap Jani memperjelas statusnya di hadapan Liam. Pria itu juga dengan gestur lembut menunjukkan cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya.

"Ah. Beruntung sekali tunangan pak Jani. Pak Jani orang yang pekerja keras, tapi masih meluangkan waktu untuk pasangan." ucap Liam sedikit kecewa. Rencananya menjodohkan putrinya setelah pertemuan ketiga bersama Jani gagal. Begitu pula wajah Yuri yang semakin tertekuk.

Jani mengangguk,"Saya juga beruntung. Calon istri saya adalah gadis yang luar biasa." puji Jani semakin membuat Yuri kesal. Jani bergegas pergi dari sana setelah berpamitan.

Yuri yang pamit ke toilet ternyata mengejar Jani sampai parkiran.

"Jani!"

Jani yang hendak masuk ke dalam mobil menutup mobilnya agak kasar.

"Gue udah gak ada urusan sama Lo!"

"Please dengerin aku."

Jani menatap Yuri yang seperti putus asa. Gadis itu meminta Jani mendengarkan penjelasannya.

"Papah aku minta aku buat lanjut kuliah di Aussie, dia gak ijinin aku balik ke Indonesia. So, aku gak punya cara lain selain putusin kamu. Aku gak mau LDR. Kamu tau kan, seberapa banyak hubungan LDR yang gagal?"

Jani mengangguk."Udah?"

"Jani, please ... Aku masih cinta sama kamu."

"Lo udah putusin gue. Inget!" peringat Yuri.

"Kamu gak kangen aku?"

"Enggak!"

"Jani, please. Kasih aku kesempatan."

"Yuri. Gue cinta sama Sekar. Sekar berarti buat gue. Jadi, gue mohon jauhi gue. Jangan ganggu hubungan gue sama Sekar. Kita udah selesai, Yuri!" pinta Jani dengan nada tegas.

Yuri mendekat ke arah Jani, gadis itu menghidu aroma parfum Jani yang berbeda. Tetapi aroma itu semakin menggelitik penciumannya. Gadis itu mencoba meraih leher Jani.

Jani mendorongnya kasar, menghindari tingkah gila Yuri. Namun, gadis itu berhasil membubuhi ciuman di ujung kerah Jani. Meski gagal meraih bibir penuh pria itu.

"Gila lo! Pergi!" usir Jani. Yuri tersenyum menang, berharap Jani tidak sadar kerahnya tertempel bekas lipstik miliknya.

"Bye, Jani sayang. Aku akan terus berusaha buat dapetin hati kamu lagi." ucap Yuri lalu tersenyum puas.

***

"Selamat siang, boss kecil!" sapa Robi yang dengan percaya dirinya masuk ke dalam ruangan Jani. Robi dan Jani sudah mengenal cukup lama. Robi adalah asisten kepercayaan paman Jani. Pramodya. Tentu Jani sering bertemu dengannya bahkan sebelum dulu ia pergi ke US.

"Hm."

"Kusut amat tuh muka, boss."

"Sekarang cerewet ya, lo!"

"Aish. Muka kusut, kemeja kusut ada bekas lipstik. Berantem sama mbak boss?"

"Apa? Lipstik?" Jani mengernyit. Tatapannya meneliti kemeja warna silver miliknya. Masih tidak mendapati noda lipstik yang Robi maksud.

Robi berdecak, menunjukkan ponselnya untuk Jani bercermin. Jani mendapatinya. Noda lipstik warna brown sugar ada di sana. Jelas dia tahu siapa yang melakukannya. Syukurlah, dia belum menemui Sekar. Entah apa yang akan gadis itu pikirkan jika melihat Jani seperti ini.

"Thanks, rob. You save me." ucap Jani membuat Robi bingung. Apalagi setelah melihat Jani kelimpungan buru-buru pergi setelah jam menunjukkan pukul 12, yang artinya waktu istirahat.

"Lah napa makasih?"

Jani buru-buru pergi menuju pusat perbelanjaan di gedung seberang. Dia membeli kemeja baru, setidaknya agar Sekar tidak melihat noda itu. Oh God! Siapapun akan marah melihat kemeja pasangannya terkena noda lipstik dari wanita lain. Apalagi Sekar bukan orang yang suka menggunakan lipstik bertekstur cream itu. Gadis itu biasanya memakai lip tint, jelas beda jauh dengan apa yang melekat pada kemeja Jani. Salahkan saja Yuri untuk semua ini. Jani tidak ingin calon istrinya marah lagi karena dirinya. Dia akan menjaga perasaan gadis itu bahkan untuk hal sesepele ini.










TBC.

SEKARJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang