SEKARJANI 31 : Ribut

1 0 0
                                    

Hari ini, Niar mendatangkan Wigati sebagai dukun pengantin atau MUA tradisional Jawa. Beliau sudah mempersiapkan semuanya termasuk pakaian dan alat make up sebagai tester. Dua bulan menjelang pernikahan memang membuat Sekar dan anggota keluarganya cukup sibuk.

Tak hanya calon pengantin, seluruh anggota diberikan pakaian sarimbit. Tak terkecuali Mbok Rumi sang asisten rumah tangga yang bertahun-tahun mengabdi untuk keluarga itu.

Sementara beberapa keluarga sedang mencoba pakaian mereka, si calon pengantin duduk sendirian di sofa mengamati. Wajahnya yang masam sejak pagi sudah menunjukkan jelas kalau moodnya sedang tidak baik.

"Nduk, ayo ke atas. Bu Wigati udah nungguin kamu, loh."

"Nunggu mas Jani."

"Loh, kan lagi meeting sama klien. Gak bisa pulang gitu aja."

Sekar tahu, calon suaminya itu bisa mendapat panggilan meeting di akhir pekan seperti ini. Dia jelas menggantikan posisi Pramodya. Tapi—apa tidak bisa mengabarinya sekali saja. Bahkan sejak pagi pesan dari gadis itu tidak kunjung mendapat balasan.

"Udah. Yuk. Nanti juga ke sini. Jangan cemberut gitu dong."

Dengan malas Sekar mengekori kemana ibunya pergi.

Di kamarnya, Wigati sudah menyiapkan peralatan make up dan juga pakaian Sekar. Di sebelah pakaian Sekar juga ada pakaian milik Jani. Gadis itu duduk tenang. Ditemani ibunya.

"Waduh, lare estrine ayu tenan, buk."

"Iyo iki, tapi loh lagi ndak mood."

"Lah ngopo?"

"Calon suaminya sibuk, udah janjian fitting. Yo ngono kui. Ora ngabari blas. Nesu dek'e."

Wigati hanya tersenyum lalu mempersilakan Sekar untuk duduk di depan meja rias. Sementara Niar berpamitan untuk mengecek hal lain.

"Cah ayu, senyum ya. Biar auranya keluar."

"Nggih, buk." jawab Sekar seadanya.

"Biasa, nduk. Kalo mau nikah itu emang banyak cobaannya."

Sekar mendengarkan kalimat yang diucapkan Wigati dengan tenang. MUA itu sudah memoleskan mosturizer agar complexion yang dia gunakan menempel.

Meski memiliki basic merias tradisional, peralatan yang dipakai Wigati untuk merias Sekar adalah produk terbaik. Cara beliau mengerjakan juga persis seperti MUA modern.

"Bu Wigati bisa make up modern juga? tanya Sekar penasaran.

"Yo bisa, cuma pakemnya udah di tradisional, sayang. Jadi gak mau ikut sana-sini. Mau fokus sama tradisional aja." ucap Wigati dengan logat medhoknya.

"Udah berapa lama, buk?"

"Ehm—waktu masmu yang pertama nikah, iku kapan yo?"

"Lima tahun yang lalu?"

"Nah, waktu itu saya masih jadi asisten ibu saya."

"Oh, sekarang ibu yang pegang?"

"Otomatis, nduk. Ibu saya sudah sepuh. Kasian. Apalagi langgannya orang besar kaya ibuk Niar."

Sekar mengamati pergerakan lincah Wigati. Kuas yang menaburkan bedak tabur. Entah kenapa wajah Sekar seolah disihir. Sentuhan terakhir, lipstik berwarna cerah sesuai dengan tone kulit Sekar membuat wajahnya jauh lebih segar.

"Aku kira bakal dipakein lipstik merah nyala."

"Enggak, muka mba Sekar nggak cocok pake yang gitu."

"Ini udah buk?"

SEKARJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang