SEKARJANI 35 : Finally

1 0 0
                                    

Grep!







Jani merasakan pelukan hangat dari seseorang di belakangnya. Pria itu membalikkan badan, dan menemukan seseorang yang dia cari sedari tadi. Sekar. Gadis itu berdiri dengan lemah. Sebuah tiang infus berada di sebelahnya.

Jani yang sedang kalut pun mengeratkan pelukan mereka, seolah menemukan hal berharga miliknya yang sempat menghilang. Pria itu menangis lagi di hadapan Sekar. Membuat Sekar kebingungan, apa yang membuat tunangannya sampai menangis dua kali? Gadis itu mengelus punggung Jani meski agak kesulitan karena tinggi mereka yang cukup tidak seimbang.

"Mas kenapa?"

Jani tidak menjawab pertanyaan Sekar, pria itu malah terus membenamkan kepalanya pada bahu Sekar. Tingkahnya seperti anak kecil yang habis ditinggal lama oleh ibunya.

"Mas, Sekar gak bisa napas." protes Sekar karena pelukan Jani yang begitu erat.

Jani mengendurkan pelukannya. Menatap wajah gadis itu lekat.

Sekar yang ditatap sedemikian rupa merasa malu. Apalagi di belakangnya masih ada suster Rina.

"Ada suster Rina, mas. Sekar malu." bisik Sekar.

"Ayo ke ruangan, kamu harus banyak istirahat." ucap Jani lantas mendudukkan Sekar di kursi roda yang sempat didorong oleh suster Rina.

"Saya aja, sus. Makasih, ya." ucap Jani lalu berpamitan dengan suster Rina untuk membawa Sekar masuk ruangan.

Sepanjang perjalanan, Sekar masih kebingungan dengan Jani yang tiba-tiba berada di depan kamar mayat dan menangis.

"Mas, kenapa ada di depan kamar mayat?" tanya Sekar yang penasaran setengah mati.

"Enggak apa-apa." jawab Jani malu mengakui kalau dia takut itu Sekar.

"Jangan bilang, mas Jani ngira itu aku?"

Bukannya menjawab, Jani malah balik bertanya,"Kamu dari mana aja, sayang?"

"Aku nyari suster Rina, pinjem handphone. Buat nelfon kamu sama orang rumah. Tapi lupa, aku gak hafal nomer kamu gak hafal juga nomor orang rumah."

Jani terkekeh,"Ponsel kamu mati, sayang?"

Sekar mengangguk. Terlihat sangat menggemaskan bagi Jani. Pria itu membubuhkan ciuman di kepala gadis itu.

"Jangan pergi-pergi lagi, aku takut." ucap Jani lirih.

Mereka masuk ke dalam ruangan. Jani mengangkat tubuh Sekar lalu membaringkannya dengan hati-hati. Gadis itu masih merintih kesakitan.

"Masih sakit?"

"Iya, mas."

"Istirahat sayang, nanti biar aku yang kabarin orang rumah."

***

Pagi harinya, Niar datang bersamaan dengan Rudi. Wanita itu khawatir bukan main. Terlihat dari bagaimana raut wajah dan omelannya selayaknya ibu yang takut anaknya kenapa-napa.

"Nduk, kalo dibilangin nurut. Kamu ini udah lagi stress mikir ini itu, makan susah."

Sekar menerima suapan sepotong buah pir dari ibunya. "Iya, maaf deh."

"Maaf-maaf. Liat calon suami kamu sampe gak tidur gitu jagain kamu. Kasian, jadi repot semua."

Sekar menatap Jani yang kini duduk di sofa bersama Rudi. Kantung mata tercetak jelas di wajah Jani.

"Iya, maaf buk."

"Ayo makan. Tinggal sebulan lebih doang kamu mau nikah. Jangan sakit."

"Iya, ibu bawel banget, ih."

SEKARJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang