SEKARJANI 16 : WHO?

0 0 0
                                    

Sekar terkekeh gemas. Jika biasanya, pihak perempuan yang meminta pasangannya untuk memakai baju yang senada. Maka itu tidak berlaku untuk Sekar. Jani menyuruhnya memakai Hoodie berwarna abu-abu muda dengan bawahan rok jeans. Pria itu bahkan sudah mengirimi Sekar fotonya yang berpakaian seperti itu. Sekar tahu ini konyol. Namun, gadis itu menurutinya. Bahkan mantan pacarnya dulu menolaknya ketika Sekar minta untuk memakai pakaian pasangan. Gadis itu bergegas turun dari tangga kamarnya.

"Ibuk, aku mau nguliner sama mas Jani." pamit Sekar lalu mencium pipi ibunya.

"Kemana?"

"Festival kuliner."

"Hm. Hati-hati nduk."

Sekar melambaikan tangan. Bergegas menghampiri Jani. Rambutnya yang diikat ponytail bergoyang ke kanan dan ke kiri seiring langkahnya.

Ketika sudah berada di luar, Sekar melihat Jani mengobrol dengan Rudi.

"Bapak, Sekar berangkat dulu." pamit Sekar lalu mencium punggung tangan Rudi. Diikuti oleh Jani.

"Nanti makan yang banyak." ucap Jani mengusap kepala Sekar yang tengah memakai seatbelt-nya.

"Oke."

Jani mulai fokus menyetir. Sekar memandanginya. Laki-laki itu semakin bertambah tampan. Lalu, sejak kapan Jani punya rahang dengan garis setegas itu? Gadis itu baru sadar. Apalagi bibir dan alisnya yang tebal, hidungnya yang tinggi. Matanya yang setajam elang namun selalu menatap Sekar lembut. Stop! Sekar mulai ngaco.

"Aku tau aku ganteng," celetuk Jani.

Sekar gelagapan. Gadis itu memalingkan wajahnya ke samping kiri. Sementara Jani terkekeh melihat gadisnya salah tingkah. Jani menggenggam tangan kanan Sekar, mengecupnya bertubi-tubi membuat gadis itu menoleh.

"Cantik banget pipinya merah."

"Diem gak!" ancam Sekar. Jani selalu membuatnya bertingkah bak remaja yang baru merasakan yang namanya jatuh cinta.

"Cium," Sosok tegas Jani di kantor hilang sudah. Jani berubah menjadi pria penggoda di depan Sekar.

"Enggak." Sekar mencubit pinggang Jani membuat pria itu mengaduh.

"Sakit sayang," keluh Jani.

"Biarin!"

Jani terkekeh. Lalu menoleh ke arah Sekar.

"Kamu gak mau cerita?" tanya Jani. Tiga bulan terakhir, pria itu selalu menyukai cerita random Sekar yang mengeluhkan tentang sahabatnya, atau apapun kejadian random di rumahnya.

"Tau gak mas?"

"Apa sayang?"

"Sebulan ini, aku sering banget dititipin Saga sama mas Septa. Aneh banget."

"Kok kamu gak cerita pas aku telfon?"

"Ck! Sebulan ini berapa kali mas Jani nelfon?" tanya Sekar sarkas.

"5 kali," ucap Jani. Dia menyadari kesibukannya memang sangat tidak bisa dimaklumi.

"Itu juga cuma berapa menit."

"Maaf sayang," Jani mengusap telapak tangan Sekar.

"Terus gimana?" tanya Jani lagi.

"Ya ... Gitu. Mas Septa selalu nitipin saga. Terus ibuk yang random banget tiba-tiba mau belajar bikin kue. Berakhir dengan dapur yang berantakan. Di marahin deh sama mbok Rumi."

Jani terbahak. Seorang sosialita seperti Niar Widyatama agaknya mustahil mau direpotkan dengan belajar membuat kue.

"Tante Niar ngapain? Kan bisa beli sekalian sama toko kuenya."

SEKARJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang