SEKARJANI 19 : Memastikan

0 0 0
                                    

Di kediaman Widyatama. Ruang tamu dengan sofa modern namun jangan lupakan ornamen-ornamen serta pajangan khas Jawa yang terpajang di sana. Rudi dan Niar benar-benar menampakkan ciri khas suku keluarga mereka. Keduanya sedang menikmati wedang rempah. Racikan khas mbok Rumi yang merupakan warga asli Yogyakarta dan ibunya bapaknya merupakan abdi dalem di sana.

Meski Niar dan Rudi bukanlah keturunan darah biru, namun gaya hidup keduanya yang ningrat menurun dari kakek dan nenek moyang keduanya. Mereka merupakan saudagar kaya yang sukses dan berjaya dalam bidang properti pada masanya.

Jani dan Sekar menghadap keduanya, mereka kompak mengenakan setelan hitam. Keduanya yang hendak menghadiri kondangan di pernikahan Dirga dicegat oleh dua orang tua itu.

"Jadi, nak Jani. Bapak sudah ngobrol sama papi kamu. Beliau bilang, semua urusan pernikahan akan menjadi keputusan kamu." ucap Rudi dengan tatapan serius. Nada bicaranya sarat akan kekhawatiran akan hubungan keduanya yang akhir-akhir ini semakin lengket bak perangko.

"Menurut om, bagaimana? Apa pernikahan kami bisa dilaksanakan segera?" Jani awas dengan perilaku Rudi yang seolah takut anak gadisnya akan bertindak diluar kendalinya.

"Apa kalau om minta 4 bulan lagi, kamu sanggup?" tantang Rudi.

"Sanggup, om." jawab Jani tegas. Dia memang sudah memperkirakan akan mendapatkan permintaan seperti ini.

"Pak, ditanyain juga dong, anak gadisnya. Kan nikahnya bukan bapak sama Jani!" protes Niar kepada sang suami karena anaknya tidak dilibatkan dalam pembicaraan.

Sekar terkekeh melihat perdebatan orang tuanya. "Sekar siap, buk."

"Kalo gitu, nanti ibuk bantu siapin resepsi adatnya, ya? Harus pake adat Jawa loh. Nak Jani gak keberatan, kan?" Niar mulai antusias membayangkan putrinya yang akan didandani dengan adat Jawa. Juga rancangan-rancangan acara seperti siraman, Midodareni, dan sebagainya.

"Saya gak keberatan, Tante." ucap Jani sambil tersenyum.

"Oke, kalau gitu besok kamu ke sini lagi, kita bicarakan tanggal pastinya. Bisa?"

"Bisa, om."

"Satu lagi ... kalian berdua ini baru tunangan. Harus inget batasan, ngerti?"

Keduanya mengangguk kompak. Sekar melepaskan genggaman tangan Jani yang tidak pria itu sadari sejak awal.

***

Sekar dan Jani menyalami kedua mempelai yang tak lain adalah Dirga dan Istri.

"Congrats," ucap Jani datar.

"Congrats, kak Dirga. Istrinya cakep banget."

"Makasih. Kenalin istri aku, Nathalie."

"Sekar." ucap Sekar menjabat tangan Nathalie.

"Nathalie."

"Lo gak usah. Udah kenal, kan." ucap Nathalie mengejek Jani.

"Gak minat." jawab Jani datar.

"Wait! Lo berdua kok bareng? Ada apa nih?"

Jani tersenyum. Pertunangan keduanya memang diadakan secara tertutup. Hanya keluarga inti dan beberapa kolega dekat saja yang mengetahui.

"Sekar tunangan gue, sekarang." Jani menatap Sekar dengan senyuman manisnya. Begitupun sebaliknya. Mengabaikan tatapan cengo dari Dirga yang ingin memukul kepala temannya itu.

"Sialan lo! Main tunangan aja. Jadi, lo bakal jadi adik ipar Septa?"

Jani mengangguk pasti.

"Udah yang, kasian mereka suruh makan dulu." ucap Nathalie membiarkan keduanya untuk duduk di tempat yang di sediakan untuk tamu undangan.

"Permisi kak Nathalie," ucap Sekar sopan. Gadis itu menggamit lengan Jani. Gaun silk hitam pas badannya terlihat menyatu dengan tubuh gadis itu. Malam ini Sekar dan Jani kompak mengenakan pakaian serba hitam sesuai konsep dari pernikahan Dirga dan Nathalie.

"Pegel engga, sayang?" tanya Jani perhatian. Sedari tadi pria itu menatap kaki Sekar yang mengenakan heels setinggi 5 sentimeter itu.

"Enggak," jawab Sekar mengusap lengan Jani. Gadis itu mengambil minuman untuk keduanya. Orange juice.

"Minum."

"Makasih." Jani menerima minuman dari Sekar, menyesapnya pelan.

"I can't wait to see you dressed in Javanese," bisik Jani dengan suara baritonnya di telinga Sekar.

"Yakin banget, emang?"

"Kalo bisa besok kita nikah,"

"Ck. Dasar. Mas Jani sekarang cerewet ya."

"Cuma sama kamu, sayang." ucap Jani meletakkan tangan kirinya di pinggang Sekar posesif. Setelah melihat beberapa tamu undangan pria melirik gadisnya dengan tatapan kagum.

"Mas, malu." ucap Sekar.

"Just let me ... Please. Tatapan mereka bikin aku gak tenang."

Sekar membiarkannya saja. Gadis itu menyesal minumannya. Dia menatap ke arah perempuan bergaun hitam tanpa lengan yang tampak seksi. Riasan bold dan rambut yang di gelung lalu menyisakan sedikit di sisi wajah. Dia Yuri. Sekar semakin tak tenang. Yuri seperti seseorang yang benar-benar terobsesi dengan Jani. Membuat Sekar benar-benar tidak tenang.

"Sekar."

"Hm."

"Kamu kenapa?"

Jani menatap Sekar yang pandangannya sedari tadi menatap lurus ke depan. Tatapan tajam gadis itu yang sama sekali menakutkan membuat wajahnya semakin menggemaskan. Jani senyum-senyum sendiri. Sekar memang cantik. Bahkan tanpa make up sekalipun. Gadis itu benar-benar definisi perempuan yang memiliki kecantikan alami.

Setelah puas menatap wajah gadisnya, Jani mengikuti arah pandang Sekar. Menemukan gadis yang sudah menjadi masa lalunya di sana. Kini raut wajahnya berubah datar. Yuri menatap Jani dengan tatapan berbinar. Mengedipkan sebelah mata, menggoda Jani. Jani yang muak beralih menatap Sekar, melabuhkan ciuman di pucuk kepala gadis itu.

"Mas. Malu." protes Sekar.

"Aku tau kamu liatin siapa. Ayo, kita bikin dia kesal." ucap Jani.

Sekar yang sudah tahu maksud dan tujuan Jani kini pasrah membiarkan saja rambutnya menjadi sasaran ciuman Jani. Setidaknya Jani tidak mencium hal lain di depan umum seperti ini. Wajahnya sudah Semerah tomat rebus karena malu. Tanpa keduanya sadari, kedua mempelai menatapi Jani dan Sekar yang tengah melakukan adegan mesra itu.

"Yang, Jani kayaknya dulu gak kaya gitu deh!" bisik Nathalie di telinga suaminya.

"Iya. Dulu Jani pasif banget."

"Fix, itu sih Jani yang bucin maksimal."

"Ya, kemarin mah kayak ada yang ngaku cuma kenal dan tau kalo Sekar adik si Septa." ujar Dirga bercerita.

"Taunya udah bucin, nempel kaya perangko. Ketebak sih. Secuek apapun cowok kalo udah cinta jadi gitu kelakuannya."

"Kaya aku, ya?" goda Dirga. Kini cowok itu melabuhkan ciuman di dahi sang istri.

"Minggir ah, malu dilihatin."

"Woy, sabar kali. Udah gak tahan ya kalian?" ledek Septa yang kini berjalan menggandeng Bella.

Bella dan Nathalie sudah heboh berpelukan. Perut Bella yang mulai membesar membuat Nathalie tersenyum sambil mengelus perut milik Bella.

"Berhasil lo, bro!" ucap Dirga.

"Iya, dong. Septa!" ujar Septa bangga.

"Noh susulin adek lo. Gue takutnya si Jani khilaf. Kan dia bertahun-tahun jomblo."

"Tenang. Gue tau kok, Jani bisa jaga adek gue." ucap Septa yang tidak pernah diucapkan di depan orang lain termasuk Jani sendiri.

"Tumben belain Jani." ledek Bella.

"Liat noh! Sekar happy banget sama dia.  Mana aku tega." ucap Septa membuat Bella menghela napas lega. Menatap wajah berseri dua orang kesayangannya. Bella bersyukur, karena Jani mendapatkan gadis seperti Sekar yang ceria. Dia bisa melihat pancaran bahagia dari keduanya seolah hubungan mereka bukanlah perjodohan sungguhan.













TBC.

SEKARJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang