SEKARJANI 26 : Undangan

5 0 0
                                    

Sekar masih duduk berdampingan dengan Jani di bangku taman. Dengan lengan Jani yang merangkul pundak Sekar. Kepala gadis itu menyandar di tubuh Jani.

"Mas?"

"Hm."

"Mas Jani waktu sama mbak Yuri cintanya berapa persen?"

"Ehm—lima belas persen."

"Dikit banget."

"Kalo sama aku?"

"Sama kamu seribu persen." ucap Jani lalu mencium pelipis Sekar.

"Ck!"

"Kenapa?"

"Gombal banget!"

Jani menyentuh kedua sisi wajah Sekar. Membuat gadis itu menatapnya. "Cuma sama kamu, mas kaya gini. Tanya aja sama Bella, atau Septa. Aku tau kamu nyari info ke mereka."

"Ck. Curang. Mas Jani tau gak sih?"

"Apa?"

Sekar menatap Jani, mengelus rahang tegas miliknya. "Apa gak egois kalo Sekar minta mas Jani buat sama Sekar terus?"

"Enggak. Segalanya benar dalam cinta dan perang."

"Mas Jani terlalu indah. Kaya mimpi."

Jani mencubit pipi Sekar gemas. Benar-benar terpukau dengan kalimat absurd gadis itu.

"Akh! Sakit!"

"Berarti bukan mimpi."

***

Sekar dan Jani ada di ruang tamu ketika Niar dengan semangat menunjukkan beberapa desain undangan untuk pernikahan keduanya.

"Ini bagus, nduk. Warna pastel kesukaan kamu."

"Tapi yang maroon pake tinta gold itu mewah banget buk. Sekar suka, ada sentuhan jawanya juga pake gunungan wayang gitu di covernya."

"Iya juga. Tapi kan warnanya bukan kamu banget, nduk."

"Gak masalah sih, mas Jani gimana?"

"Terserah kamu."

"Ck! Bikin tambah pusing."

"Ini juga ada yang warna silver. Desainnya sama kaya yang maroon. Beda warna tok!" ucap Niar menyodorkan yang lain.

"Yang maroon aja, mas?"

"Iya, Sekar. kalo suka yang itu yang itu aja."

"Nak Jani ini jangan ngalah terus sama bocil kematian ini."

"Eh. Ibuk! Tau darimana bocil kematian."

"Ibuk kan gaul."

"Terserah ibuk deh. Asal jangan yang enggak-enggak kosakatanya."

Jani tersenyum. Melihat interaksi antara Niar dan Sekar. Dia merindukan maminya. Mungkin jika maminya masih hidup, beliau akan ada di sini. Menemani dirinya dan Sekar, juga Niar. Memberikan pendapat kepada keduanya.

"Yaudah. Ibuk mau ketemu mas Jio dulu. Biar cepetan di cetak."

Sekar dan Jani ditinggal berdua saja. Sekar menatap Jani yang melihat Niar pergi menjauh dari sana.

"Mas Jani."

"Iya?"

"Kangen mami?" tanya Sekar yang tepat sasaran.

Jani mengangguk. Dia menyandarkan kepalanya di bahu Sekar. Memainkan jari lentik gadis itu. Mencari kegiatan untuk mengalihkan rasa rindunya kepada maminya.

SEKARJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang