SEKARJANI 9 : Situasi Canggung

4 0 0
                                    

Pukul 6 pagi. Jani bangun dari tidurnya dengan kepala yang masih berdenyut nyeri. Seingatnya dia minum beberapa gelas whiskey di club milik Dirga semalam. Tubuhnya masih dibalut kemeja hitam pertanda bahwa seseorang membawanya kembali ke rumah. Jani bertanya-tanya apa seorang Dirga, manusia paling sibuk sejagat raya itu punya waktu untuk mengantarnya? Ya. Jani menyimpulkan kalau mungkin saja Dirga memesankannya taksi. Ya. Begitu saja pikirnya.

Pria itu menoleh ke arah nakas, mendapati segelas air putih yang ditutup dan sebutir aspirin masih dengan bungkusnya. Jani segera menyambarnya. Mengobati kepalanya yang berdenyut. Lantas bergegas menuju kamar mandi, membersihkan diri meskipun ini adalah akhir pekan. Jani tidak suka dengan badannya yang lengket karena belum sempat mandi semalam.

Setelah ritual mandi selesai, Jani keluar dari kamarnya mengenakan pakaian santai. Menuju dapur dan mendapati keadaan dapur yang cukup ramai karena Mbok Yem terdengar berbicara dengan seseorang.

"Sekar." panggil Jani yang kebingungan mendapati gadis itu ada di rumahnya.

"Eh, mas Jani. Udah gak pusing?" tanya Sekar lalu mendekat ke arah Jani.

"Ah. Kamu yang bawa aku pulang semalam?" tanya Jani menyadari kalau yang membawanya pulang semalam adalah Sekar.

"Iya. Gimana? Udah gak pusing?"

"Iya udah minum obat tadi. Thanks, ya."

"Yaudah kalo gitu, Sekar pulang ya." ucap Sekar lalu berjalan mengambil tasnya di kamar.

"Enggak sarapan?"

"Aduh, mas Jani. Aku ada janji sama bapak. Aku harus pulang." Sekar menunjukkan ponselnya yang muncul panggilan dari Rudi.

"Aku anter, ya."

"Gak usah, mas. Mas Jani kan masih pusing."

"Engga, udah sembuh kok."

"Aku naik taksi aja, mas."

"Ayok, sama aku aja."

"Mba Sekar, itu mas Jani mau berterima kasih karena mba Sekar udah anterin dia semalam," ucap Mbok Yem menengahi perdebatan keduanya. Sekar menatap Jani lalu cowok itu mengangguk.

Sekar mengikuti Jani, cowok itu mengeluarkan mobil Fortuner hitam miliknya. Lalu keluar dan membukakan pintu untuk Sekar.

"Kayaknya bakalan macet," ucap Jani.

"Jelas, kan weekend."

"Semalem, kok bisa kamu yang nganter?"

"Kak Dirga nelfon, pake ponsel mas Jani."

Jani mengangguk dengan pandangan fokus ke depan.

"Ini ke rumah?"

"Hooh, bapak minta aku pulang. Jangan di apartemen kalo weekend. Katanya."

"Ooh."

Keduanya terdiam. Sekar menatap ke arah jendela, melihat lalu lalang pasangan muda-mudi. Ada juga keluarga kecil yang tengah tertawa bahagia berjalan santai bersama di sekitar taman. Gadis itu tersenyum riang. Sementara sedari tadi Jani mencuri pandang ke arah gadis itu.

"Sekar."

"Hm,"

"Mau nyari sarapan?"

Sekar menoleh lalu menilik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Tahu kalau keluarganya sudah memulai sarapannya. Perjalanan juga masih 15 menit lagi. Entah di depan sana se-macet apa.

"Sarapan apa, mas?"

"Di sekitar sini ada bubur ayam. Dulu langganan aku sama Septa."

"Boleh."

SEKARJANITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang