Suara rintikan bulir-bulir air hujan yang membuat tubuh dingin itu sepertinya tak membuat seorang gadis yang menangis pilu sambil mengusap lembut nisan yang tertera nama pelindungnya, malaikatnya, bidadari nya, serta dunianya.
Tubuhnya seakan tak merasakan sakit atau kedinginan saat setiap tetes air membasahi tubuh mungil nya.
"Ibu, ibu kenapa ninggalin Gania hiks? Gania gak punya siapa-siapa lagi, Gania mau ikut ibuk aja! Kenapa ibuk ninggalin Gania sendirian hiks!", tangis gadis itu yang teredam oleh suara rintikan hujan yang cukup lebat.
Karena sudah terlalu lama menangisi ibunya, gadis berbola mata coklat terang itu menutup matanya dan terlelap di dalam dunia mimpi.
"BANGUN!", Gania mengusap matanya, ia terbangun saat suara bentakan itu menyapu pendengarannya.
"Paman?!", kaget Gania dengan wajah yang terkejut.
"CEPETAN PULANG!", bentak pria itu lagi sambil menyeret tubuh gadis malang itu tanpa perasaan.
Sesampainya di rumah sederhana peninggalan almarhum ibunya. "Ngapain paman ke sini?", tanya Gania dengan suara yang masih parau karena sehabis menangis.
"KURANG AJAR! MASIH UNTUNG GUE YANG MASIH MAU JADI WALI LO!", setiap perkataan pria itu selalu menggunakan nada tinggi di depan Gania.
Gania menatap datar pria yang notabenenya adalah Paman nya itu.
"Aku gak butuh paman! Aku bisa hidup sendiri, bukan kayak paman yang luntang Lantung!", sarkas Gania. Hal itu semakin membuat pria di depannya ini marah, dengan tak berperasaan nya, paman nya itu menyeret tubuh Gania ke kamar dan menguncinya, sekuat tenaga Gania memberontak, tapi sayangnya kekuatannya tak sebanding dengan kekuatan pria dewasa. Apalagi ia tidak makan sedari pagi, karena terus menemani ibunya yang sudah tertidur lelap.
KLEK
KLEK
Gania menolehkan pandangannya saat mendengar pintu terbuka. Dan benar tebakannya, bahwa pamannya yang bernama Gio itu yang membukanya.
"Mau apalagi?!", sarkas Gania.
"KERJA SANA!", bentak Gio pada keponakan nya itu. Gania benar-benar tak habis pikir dengan pola pikir dari paman brengseknya itu. Bisa-bisa nya ia di suruh bekerja, sedangkan pria itu berleha-leha di rumah nya. Sudah menumpang, ngelunjak lagi.
"Kalo paman wali aku, seharusnya paman yang kerja!", tolak Gania dengan berani.
"SUDAH DI KASIH MAKAN MALAH GAK TAHU DIRI KAMU!", suara tinggi tak pernah luput saat ia berbicara dengan keponakan piatunya itu.
"Aku gak pernah minta paman buat tinggal di sini!", tegas Gania sambil menekankan setiap kata yang ia lontarkan.
Plak
Plak
Rasa panas dan ruam merah sangat terasa saat pipi yang awalnya berisi menjadi sedikit tirus itu. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca, tapi ia berusaha agar air yang menggenang di pelupuk matanya tidak jatuh. Ia tidak ingin pamannya melihat dirinya yang ketakutan dan terlihat lemah.
"PAMAN CUMA NUMPANG TINGGAL DI RUMAH AKU SAMA IBUK! DARI DULU PAMAN CUMA BISA SAKITIN IBUK!", bentak Gania sambil mengepalkan ke dua tangannya.
"Dasar kurang aja-", perkataan pria itu terhenti saat seorang wanita paruh baya itu memasuki rumah Gania.
"Apa yang kamu lakukan kepada Nia hah?!", bentak wanita yang selama ini tahu dan selalu membantu ibu dan dirinya saat dalam keadaan susah maupun senang.
"Gak usah ikut campur! Ini urusan saya dengan keponakan saya!", ucapan pria itu lantas membuat wanita itu tersenyum sinis.
"Keponakan ya?", jedanya, "mana ada paman yang nampar keponakannya, apalagi setelah dia kehilangan ibu!", geram wanita itu. Ingin rasanya ia menjambak rambut pria di hadapannya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
This is My Dream!
Teen FictionMenceritakan seorang gadis yang terus berusaha untuk mendapatkan pengakuan. Gania Natasha Putri, ia adalah gadis yang ceria dengan paras yang cantik. Ia mempunyai banyak saudara laki-laki, tapi sayangnya ia kehidupannya tak semulus kulit putihnya. ...