Pantas kah aku?;

14 3 0
                                    

Jalan itu menjadi sepi.
Tak satupun dari dua remaja ini berucap. Hanya putih warnanya, dingin suasananya. Hitam kenangannya.
Railea menutup matanya merasakan desir angin meniup telinganya bagai iringan seruling.
Yang tak lama Ragatha mengucapkan beberapa patah kata untuknya.

"Kau orang terpilih"

Tanpa adanya kelanjutan Ragatha kembali diam. Berapa kali pun Railea menanyainya. Hanya desiran angin yang menjawabnya.

Termenung dalam diam, pikir Railea kacau sekarang. Dadanya kini sesak, susah rasanya ia menarik nafas.
Merasa takut sendiri.

Mengingat gandengan tangan, tawa dari ketiga gadis itu suatu hari akan berakhir sama dengan gadis lain yang pernah membawakannya belati sebagai hadiah pertemanan. Takut..., takut mereka akan benci, takut mereka akan lelah, takut mereka akan menusukku juga dari belakang, takut mereka akan meninggalkan Railea yang berharap tanpa melihat.

Batinnya kini bersuara. Hanya di ruang itu ia bisa bersuara. Kini semua misteri tangisnya terungkap.

"Gw jahat banget ya?, gw jahat banget. Maafin gw ya..., gw ga tau kenapa gw nangis, kenapa gw inget hal itu, kenapa gw tiba tiba berfikir kayak gini gw ga tau....; Jujur gw ga tau.

Gw kacau, gw berantakan, gw hancur, gw...., gw ga guna banget ya?.

Kenapa gw ga berguna gini...., kenapa gw gini?, gw salah apa dulu?, kenapa semuanya berubah sekarang?, kenapa gw ga bisa cerita ke siapa pun?, kenapa gw yang jadi rumah tanpa rumah?, kenapa gw selalu gagal?.

Kenapa semua terjadi ke gw??.
Gw salah apa......??."

Batinku terguncang, tak tau harus bagaimana lagi. Takut itu kini muncul lagi, apa mereka yang ku sayang akan pergi lagi?

Setidaknya biarkan aku merayakan ulangtahun mereka sebelum semua kau ubah semua menjadi retakan lagi. Aku hanyalah gadis yang berharap memiliki hidup yang berwarna. Bagimananya aku membayangkan diriku adalah karakter anime.

Terlahir dengan wajah cantik, pintar, punya sahabat yang selalu di sisinya. Walau..., terkadang ia mengharapkan keberadaan seorang keluarga yang keluarga itu terkadang menganggapnya ada dan tak ada.
Alurnya sederhana namun memikat retakan ini untuk menontonnya.

Aku... berada di posisi yang dimana aku membutuhkan seorang teman. Dan kehilangan keluarga yang seharusnya menjadi tempat pulang ku. Hidupku dimulai dengan lingkungan kecil yang hanya di kelilingi 5 kakak ku yang kini punya dunia dan orangnya masing masing.
Aku hanya berandalkan pengalaman mereka untuk berhayal bagaimana dunia di luar sama. Tawa mereka saat bercerita sepertinya sangat indah di luar sana.

Rin, itu namamu kak. Kau cantik dan baik. Ingat kah kamu?, jika dulu kamulah yang menghiburku, mengajarku, bahkan bersedia menjadi kakak untuk ku.
Namun... sekarang aku sadar. Jika kalau kamu harus pergi akankah aku bisa tersenyum kembali tanpa mu di belakangku?.

Aku..., selalu membayangkan apa yang kedepannya terjadi dan tebakanku jarang meleset.
Jadi apa aku peramal?, aku bukan peramal tapi aku tau bagaimana matahari selalu mengujiku dengan jalan dan alur yang sama.

Terkadang aku berfikir.
Kenapa hanya ini jalan dari hidupku?, apa ini ujian?, dan pengulangan ini adalah remedialnya?. Jika benar bagaimana aku bisa mendapati nilai yang sempurna oh matahari?. Aku juga ingin keluar dari zona ini, aku juga ingin tau bagaimana rasanya menjadi pribadi yang berbeda dan lebih sempurna.

Bagaimana jika aku akan selalu gagal?. Apakah jalan ini akan tetap aku putari sampai engkau menjemputku kembali wahai mentari?.

Jika ini ujiannya apa boleh kau memberiku materinya?, aku ingin tau bagaimana caranya agar bisa mempertahankan apa yang aku punya sekarang ini dan jika boleh aku juga ingin menambahkannya.

Sejauh ini terimakasih. Semua warna ini mungkin tak cukup untuk menutup noda tintaku namun..., terimakasih karena sudah hadir di hidupku yang hanya bisa berputar bergantian untuk kembali berulang.

***

Sampai di rumah Railea. Turun dari motor Railea menghela nafas lega.
Fikirnya sudah lebih tenang sekarang.

Ragatha turun dari motor dan melepas helm miliknya.

"Thanks buat hari ini..., and soory banget buat yang tadi"

Maaf darinya dibalas dengan tatapan sedih dari mata indah Ragatha.

"Raga?, lo ga papa?" Tanyanya khawatir.

"Makasih ya..., udah bertahan sejauh ini. Makasih juga udah berjuang. Ga nyangka lo sekuat itu, makasih karena udah ga nyerah ya?.
Maaf karena gw cuma bisa bilang makasih ke lo. Gw bangga lo udah bisa ngelewatin ini semua dari kecil~"

Lirih Ragatha yang berbicara sembari membelai lembut kepala gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya.
Tangisnya perlahan turun. Menatap bagaimana lirik mata adik kecilnya yang penuh luka dan noda.

"Raga...." Railea ikut dalam tangis itu. Salju yang turun tak membuat dua remaja ini berputar arah. Halaman sederhana yang di hiasi dengan pohon yang tertutup salju cukup menjadi tempat dimana kenangan ini di ukur nantinya.

"Kalo lo butuh gw sebagai seorang kakak. Panggil aja gw "onisan" lo pasti tau kenapa" Ucap laki laki tinggi itu dengan lembutnya pada Railea.

"Lo bukan kakak kandung gw, jadi belakangnya diganti ya kan?." Tanya gadis manis itu bersemangat.

"Kalo itu harusnya gw yang nanya kan gw ga nonton anim kayak adek gw ini"
Balas Ragatha mengacak ngacak rambut Railea, sang adik?

"Lo ada ada aja. Gw ga mungkin manggil lo onisan di sekolah. Yang ada kita dikira pacaran di organisasi"

Railea memukul pelan lengan kekar milik Ragatha yang dibalas dengan tawa lucunya.

"Udah², ini lagi persiapan badai. Ga mau masuk rumah?, atau gw yang masuk lo diem di luar aja?." Pancing seorang Raga.

"Enak ya. Yang punya rumah siapa yang masuk siapa. Nanti gw treak maling mampos lu" Ancam Lea dengan lirik mata menyindir.

"Triak aja. Lagian ga bakal ada yang percaya" Balas Ragatha dengan wajah sombong.

***

Warna baru kembali menandai. Fikir Railea kembali "Akankah kau akan menghilang?" .

Terlepas dari fikirnya. Kini ada Ragatha yang merangkulnya, jalan ceritanya mungkin akan berbeda dengan adanya laki laki ini.

Rumah itu semakin hangat. Walau tak mewah tapi kehangatan itu terasa di antara tawa Railea dan Ragatha.
Dia remaja muda ini dengan masalalu yang kelam.

"Lo boleh menangis, tapi... lo harus kembali. Lo boleh lelah, tapi... lo harus berjanji untuk berdiri lagi."

Kalimat sederhana itu terdengar serius ketika laki laki tampan ini yang mengucapkannya.

Railea terdengung mendengar kata kata bijak itu dari seorang laki laki dingin yang hatinya susah di tebak bagai wanita.

"Lo..., dapet kata kata gitu dari mana?." Tanya Railea tersenyum tipis

"Gw buat sendiri. Mudah kalo cuma kata kata. Sulit ketika lo mencoba memahami arti di dalamnya" Ucapan bijak itu keluar lagi.

Railea hanya bisa diam kata kata itu terlalu benar dan nyata dengan hidupnya.
Hanya senyum manis balasnya pada Ragatha.

***

"Seorang putri terhormat akan tetap
hadir di pesta dengan tenang walau gaunnya kotor karena tinta hitam"

_全部ごめんなさい_


Aku Dan Arti Pertemanan (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang