CHAPTER 5 : Serbuan

109 11 8
                                    

Tanpa ragu, aku segera menghindar, berusaha mempertahankan sedikit ruang pribadiku.

"Kamu mau apa, huh??" tanyaku dengan rasa heran.

Dia hanya menjawab pertanyaanku dengan senyuman manis, seolah berusaha menjelaskan sesuatu yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Matanya yang terpejam tampak seolah mencoba menghilangkan batasan komunikasi antara kami.

'KRUK KRUK KRUKKK'

Tiba-tiba, terdengar suara keroncongan perut yang cukup keras. Namun, bukan dari perutku, melainkan dari perut gadis itu sendiri. Ekspresi terkejut melintas di wajahnya, yang memerah karena malu. Wajahnya memerah seolah menahan rasa malu yang muncul. Melihat tingkah lucunya, aku tidak bisa menahan tawa yang muncul dari dalam diriku.

"Ha ha ha ha! Kamu lapar? Untungnya aku mendapatkan banyak buruan hari ini. Kamu bisa makan sepuasnya," kataku sambil memberikan ayam bakar yang sudah kusate dengan ranting. "Ini, coba!"

Dengan ekspresi malu, dia menerima ayam bakar itu dan memakannya dengan lahap. Melihatnya makan saja sudah membuat hatiku senang. Aku tidak pernah menyangka bahwa dia akan menyukainya dengan begitu antusias.

"Wah, ini lezat!" ucapnya dengan bahasa yang tidak aku mengerti. Tatapan mataku bertemu dengan tatapan gadis itu, penuh tanda tanya. Aku berusaha memahami apa yang dia katakan.

Karena terlalu lahap makan, gadis itu sampai tersedak. "Uhuk!" Tiba-tiba dia berhenti makan dan mencoba menahan batuk.

"Ya ampun, minum lagi! Pelan-pelan makanannya, Dek," kataku sambil memberinya minum. Aku berusaha menjelaskan dengan penuh perhatian, menggunakan bahasa sehari-hari. Segera aku mengambil botol air dan memberikannya padanya. Dia dengan cepat meneguk air itu untuk menenangkan dirinya.

Setelah meminumnya dia tampak memberikan senyum kecil sebagai tanda terima kasih atas perhatianku. Kemudian, matanya bertemu dengan mataku, seolah mencoba mengungkapkan sesuatu.

"Tuan bukan dari sini, kan?" ucapnya mencoba berbicara menggunakan bahasa yang tidak kumengerti.

Dengan ekspresi bingung, aku menggaruk pipi dengan jari telunjuk meski tidak merasa gatal. "Maaf, aku gak ngerti maksudmu," jelasku. Gadis itu hanya terdiam mendengar kata-kataku. Sepertinya ia menyadari bahwa aku tidak bisa berbicara dalam bahasanya.

Pada malam itu, gadis kecil itu makan dengan lahap. Dia menghabiskan seekor ayam bakar dan setengah kancil BBQ seorang diri. Aku terkejut melihat seberapa banyak makannya. Gadis ini seolah tampaknya tidak makan selama berhari-hari.

Dia tampak kurus dan tidak sehat, hal itu wajar kenapa ia begitu rakus. Sekarang yang menjadi masalah adalah bagaimana kami akan makan besok. Aku berharap jerat-jerat yang terpasang akan menghasilkan tangkapan di esok hari. Selesai menyantap hidangan, gadis itu mendekatiku yang sedang duduk di samping perapian.

"Kamu gak tidur?" tanyaku dengan isyarat. Gadis kecil itu hanya menatapku dan memiringkan kepalanya.

"Andai kamu ngerti maksudku," ujarku lagi. Gadis tersebut merespon dengan menundukkan kepala, sepertinya itu adalah tanda rasa terima kasih karena aku telah menolongnya. Dia pun kembali ke dalam tenda dan mencoba untuk tidur.

Terlintas di pikiranku akan bandit tadi siang. Kemungkinan mereka mengejar gadis ini dikarenakan dia memiliki makna yang penting bagi mereka. Jika itu benar, maka aku harus melindunginya.

Aku ingin segera meninggalkan lokasi ini karena sudah tidak aman lagi. Akan tetapi tidak mungkin untuk pergi dari sini sekarang. Dikarenakan gadis kecil ini masih lemah dan membutuhkan perawatan yang lebih. Akan merepotkan jika harus terus-menerus menggendongnya, terutama karena aku membawa banyak barang bawaan.

The Destiny of Parallel Worlds: Chosen As The Hero Commander (Ghost of Fluoran)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang